Beda dengan AJI, IJTI dan PFI, PWI Pusat Dukung Program Rumah Bersubsidi untuk Wartawan: Tak Ganggu Independensi Pers

Usai meeting membahas perumahan subsidi untuk wartawan dengan Dewan Pers yang dihadiri perwakilan PWI, AJI, PRSSNI, ATVLI, dan ATVSI. Foto: dok PWI Pusat

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI) Pusat Hendry Ch Bangun menyambut baik program pemerintah yang menawarkan rumah bersubsidi untuk wartawan. Program ini dinilai sejalan dengan aspirasi nyata dari para anggota PWI di provinsi/daerah.

Semarak.co-Permintaan itu mencuat setelah penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 8 April 2025.

Bacaan Lainnya

Ketum PWI Pusat Hendry mengutip bahwa pemerintah melalaui Kementerian PKP menawarkan 1.000 unit rumah bersubsidi khusus untuk wartawan, selain alokasi untuk guru, tenaga kesehatan, anggota TNI/Polri, dan masyarakat berpenghasilan rendah lainnya.

“Saya dihubungi beberapa pengurus daerah yang menanyakan peluang mendapatkan rumah bersubsidi,” kata Ketum PWI Hendry dirilis humas PWI Pusat melalui WAGroup Pengurus PWI Pusat 2023-2028, Rabu (16/4/2025).

Ketum PWI Hendry menilai kebijakan ini sangat relevan dengan situasi industri media yang sedang tertekan selama tiga tahun terakhir. Di sisi lain, kebutuhan akan tempat tinggal tetap menjadi prioritas bagi banyak wartawan yang berpenghasilan terbatas.

“Ini langkah yang tepat dan tidak ada kaitannya dengan independensi pers. Wartawan tetap akan menjalankan fungsi kontrol sosial secara professional, memberi kritik, saran, dan solusi terhadap kebijakan publik,” tegas Ketum PWI Hendry mantan Wartawan Kompas dan Wartakota.

Ia juga memastikan PWI akan selalu bersikap terbuka, kritis, dan konstruktif terhadap kebijakan pemerintah, selama program tersebut ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. “PWI mempersilakan anggotanya yang memenuhi kriteria mengikuti program ini,” imbuhnya.

Syaratnya masih aktif bekerja di media, memiliki sertifikat kompetensi, dan berpenghasilan maksimal Rp8 juta per bulan (lajang) atau Rp13 juta (berkeluarga). “Wartawan adalah profesi intelektual. Mereka bebas secara pikiran dan tidak melihat persoalan secara sempit,” tutup Hendry.

Sebelumnya beredar rilis dari AJI, IJTI dan PFI yang berjudul AJI, IJTI dan PFI Menolak Program Rumah Bersubsidi bagi Jurnalis, salah satu rilis dilansir melalui WAGroup Pengurus PWI Pusat 2023-2028, Selasa (15/4/2025).

Dalam rilis bersama itu menyebutkan bahwa pemerintah melalui kerja sama Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana menyalurkan 1.000 rumah subsidi dan layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025.

Program ini kerja sama Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kementerian Komunikasi dan Digital, BPS, Tapera dan Bank BTN dengan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).

FLPP ini sebenarnya bisa diakses oleh siapa saja, warga negara yang memenuhi persyaratan. Persyaratan di antaranya belum memiliki rumah, penghasilan maksimal 7 juta (lajang) atau 8 juta (mereka yang berkeluarga). Bunganya ditetapkan 5% fix dan uang muka 1% dari harga rumah.

Meskipun Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan jurnalis, bukan alat politik atau upaya meredam kritik. Namun jurnalis mendapatkan keistimewaan atau jalur khusus untuk memperoleh program kredit rumah ini.

Sementara program ini tidak ada hubungannya dengan tugas pers atau jurnalistik. Memberi jalur khusus kepada jurnalis untuk mendapatkan program rumah bersubsidi, akan memberi kesan buruk pada profesi jurnalis, seolah patut diistimewakan.

Sementara golongan profesi lain harus memperebutkan program rumah bersubsidi ini lewat jalur normal. “Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya,” kata Reno Esnir, Ketua Umum PFI dalam rilis itu.

Ketua Umum AJI Nany Afrida mengatakan, “Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank.”

Jurnalis sebagai warga negara memang membutuhkan rumah. Namun tidak hanya jurnalis melainkan semua warga negara apapun profesinya membutuhkan rumah. Karena itu persyaratan kredit rumah harus berlaku untuk semua warga negara tanpa harus membedakan profesinya.

Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan menyarankan Dewan Pers tidak perlu terlibat dalam program tersebut. Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat.

“IJTI mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas perhatian kepada jurnalis, tapi berharap pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media dengan baik,” kata Herik.

Karena Dewan Pers mandatnya lebih fokus pada jurnalistik, lanjut dia, sementara program rumah subsidi untuk jurnalis tidak terkait langsung dengan pers. “Tidak perlu ada campur tangan Dewan Pers. Karena bukan mandat Dewan Pers untuk mengurusi perumahan,” kata Herik.

Karena itu AJI (Aliansi Jurnalis Independen), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) dan PFI (Pewarta Foto Indonesia) menolak rencana program pemerintah memberikan kredit rumah bersubsidi bagi jurnalis. Jurnalis memang membutuhkan rumah untuk tempat tinggal.

Sebaiknya para jurnalis memperoleh program kredit rumah bersubsidi lewat jalur normal, bersama-sama dengan warga negara yang lain dan rumah adalah kebutuhan pokok yang juga menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Akan lebih baik jika pemerintah fokus pada pengadaan rumah yang terjangkau oleh warga negara dan target 3 juta rumah benar terpenuhi. Jika pemerintah mau memperbaiki kesejahteraan jurnalis, seharusnya memastikan perusahaan media menjalankan UU Tenaga Kerja.

“Termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media dan menghormati kerja-kerja jurnalis. JIka upah jurnalis sudah layak, maka kredit rumah dengan mudah dapat dipenuhi,” kata Nany Afrida seperti tertulis dirilis bersama itu tertanggal 15 April 2025.

Reno Esnir menambahkan, “Jurnalis termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan ketika melakukan liputan. Karena itu sebaiknya program pemerintah fokus pada jaminan keamanan saat jurnalis meliput.”

Sebelumnya dikabarkan Pengurus PWI Pusat Sarwani dan Tundra Meliala hadir mewakili PWI dalam rapat bersama dengan Dewan Pers di gedung Dewan Pers Kebon Sirih Jakarta, Senin (14/4/20256). AJI diwakili Ketua Bidang Pendidikan Sunu, sesuai hasil rapat internal AJI menyatakan menolak tawaran program rumah bersubsidi untuk wartawan.

Diterangkan Sarwani, Dewan Pers juga diminta tidak ikut terlibat dalam program tersebut dengan alasan bisa mempengaruhi kebebasan pers. Dibacakanlah statuta Dewan Pers oleh AJI dalam rapat tersebut untuk memperkuat argumentasi mereka.

IJTI, ATVSI, ATVLI dan PRSSNI belum menyatakan sikap karena mengaku belum melakukan rapat pengurus menyikapi tawaran pemerintah. Dalam rapat itu, kata Sarwani, Dewan Pers condong ke sikap AJI, ditambah alasan kemungkinan Dewan Pers akan disibukkan dengan urusan teknis yang bukan ranahnya.

“Saya dan Pak Tundra menyatakan PWI menyambut tawaran pemerintah karena memang tugas negara menyediakan tempat tinggal yang layak untuk rakyatnya,” tulis Sarwani dalam perbincangan elektronik di WAGroup WAGroup Pengurus PWI Pusat 2023-2028, Rabu (16/4).

Dilanjutkan Sarwani, “Dewan Pers akan menyarankan pemerintah untuk berhubungan langsung dengan masing-masing perusahaan media tempat wartawan bernaung, tidak perlu melalui Dewab Pers dalam pelaksanaan program rumah bersubsidi untuk wartawan.”

Anggota atau member lain menyebut bahwa Dewan Pers hanya memiliki konstituen, sedangkan yang memiliki wartawan hanya organisasi yang beranggotakan wartawan. “Jadi PWI adalah organisasi profesi terbesar yang mengakomodasi wartawan dari media massa,” tulisnya.

Fakta sejarah membuktikan, dari dulu pemerintah selalu berhubungan dengan PWI dalam kaitan dengan kesejahteraan wartawan. Dewan Pers hanya urus organisasi wartawan sebagai konstituennya serta melindungi wartawan secara hukum dan menjamin Kemerdekaan Pers berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Member lainnya menambahkan bahwa wartawan adalah bagian dari masyarakat yang punya hak merasakan rumah subsidi. “Kalau Dewan Pers mengharuskan mekanisme normal, ya, memang normal. Tanpa dimediasi Dewan Pers. Semua bisa sendiri-sendiri,” tulisnya. (smr)

Pos terkait