Untuk membahas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berperan besar bagi Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan Rapat Multi Pihak Pembahasan Isu Strategis Pengembangan UMKM di Gedung Bappenas, Selasa malam (25/5/2021).
semarak.co-Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan hasil evaluasi pengembangan UMKM yang selama ini dilakukan lebih dari 20 kementerian/lembaga serta memaparkan konsep besar akselerasi pengembangan UMKM.
Pasalnya, meski 99 persen usaha di Indonesia didominasi UMKM yang menyerap 97 persen dari total jumlah pekerja, namun UMKM hanya berkontribusi pada 57 persen PDB nasional. Program pengembangan UMKM tersebar di berbagai kementerian/lembaga, tapi belum optimal, baik di tahun 2020 maupun 2021.
“Kami ingin mendapatkan konfirmasi dari beberapa program yang tentunya akan kami alihkan langsung kegiatan kepada Kementerian Koperasi dan UKM, dilihat dari relevansinya dan bentuk kegiatan prioritasnya,” ujar Menteri Suharso dalam rapat multipihak seperti dirilis humas melalui WAGroup Bappenas Media, Rabu (26/5/2021).
Pengalihan itu kepada Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto yang hadir secara luring dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Selanjutnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, hingga perwakilan 23 kementerian/lembaga lainnya yang mengikuti rapat secara daring.
Tantangan lainnya, belum optimalnya proses pendampingan usaha karena kemampuan teknis dan manajerial wirausaha yang mumpuni, keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan pendampingan dengan rata-rata satu tahun.
Hingga bantuan permodalan UMKM yang sebaiknya diberikan dalam kondisi bencana atau pascabencana dan melalui lembaga keuangan bank atau nonbank agar lebih efektif.
“Mengenai evaluasi dari program UMKM dari Januari 2020, di mana K/L banyak memberikan hibah modal ke UMKM dan ternyata itu cenderung menimbulkan moral hazard karena tidak harus dikembalikan dan digunakan untuk keperluan yang tidak berhubungan dengan usahanya.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi mengatakan, ini menunjukkan bahwa proses pendampingan menjadi belum optimal karena dilakukan oleh K/L yang tidak memiliki tugas dan fungsi untuk pengembangan UMKM.
“Kita akan membahas dengan hati-hati dan pelan-pelan dan nanti akan diputuskan seperti apa kegiatan untuk UMKM ke depan. UMKM akan dikembangkan melalui beberapa Langkah,” ujar Pungky sambil merinci.
Pertama, penguatan kelembagaan melalui penguatan peran Kemenkop UKM sebagai koordinator pengembangan UMKM, pemberian insentif bagi perusahaan yang bermitra dengan UMKM, penguatan lembaga pendampingan UMKM, penyediaan platform informasi bagi UMKM, dan pelibatan filantropi untuk inovasi pendanaan bagi UMKM.
Kedua, akselerasi pengembangan UMKM melalui berbagai program utama, di antaranya replikasi program kemitraan strategis dengan pendekatan rantai nilai, pengembangan ruang bersama bahan baku atau produksi, perluasan pusat layanan usaha dan penyediaan expert pool, perluasan akses pasar.
Selanjutnya pengembangan inovasi pembiayaan, dan pengembangan UMKM berbasis kewilayahan. Ketiga, akselerasi pengembangan UMKM melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Untuk menyelaraskan pengembangan kewirausahaan, saat ini Rancangan Peraturan Presiden Pengembangan Kewirausahaan Nasional sedang dalam proses harmonisasi.
Di 2022 mendatang, Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Keuangan, Kemenkop UKM, dan kementerian/lembaga pelaksana program akan mengevaluasi program pengembangan UMKM, sebagai dasar pengalokasian anggaran.
Pengembangan basis data terpadu UMKM, perubahan status Kemenkop UKM dari Kementerian Kelompok III menjadi Kementerian Kelompok II, kemudahan UMKM dalam mengakses sumber daya produktif termasuk pembiayaan, mekanisme yang tepat dalam pemberian bantuan.
Lalu kolaborasi berbagai pemangku kepentingan termasuk pihak offtaker, pendampingan berkelanjutan bagi UMKM secara profesional, hingga komitmen berbagai pihak menjadi syarat mutlak keberhasilan pengembangan UMKM di Indonesia. (smr)