Bappenas Jabarkan Strategi Pembangunan Infrastruktur dan Energi Indonesia

Menteri Bappenas/PPN Suharso Monoarfa dalam Rapat Tingkat Menteri. Foto: humas Bappenas

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membahas sasaran pembangunan infrastruktur 2020-2024 dalam Rapat Tingkat Menteri bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, Senin (14/6/2021).

semarak.co-Menteri Suharso juga membahas isu ketimpangan ketersediaan infrastruktur antara wilayah barat dan wilayah timur. Rendahnya daya saing infrastruktur Indonesia ditunjukkan oleh indikator tingginya biaya logistik sebesar 24 persen dari PDB dan rendahnya kinerja logistic.

Bacaan Lainnya

“Kita bicara terkait indikator infrastruktur yang jadi sasaran RKP 2022 dan terkait indeks kemahalan, konstruksi terkait indeks logistik dan terkait harga yang akhirnya ujungnya adalah inflasi, karena itulah kami ingin dari bapak-bapak menyampaikan sasaran RKP 2022,” jelas Suharso dalam rilis humas melalui WAGroup Bappenas Media.

Dalam rapat virtual yang dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Djoko Sasono, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub R. Agus H. Purnomo,

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana,

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Staf Khusus Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi Kemenhub Wihana Kirana Jaya.

Staf Khusus Menteri Perhubungan (Menhub) Bidang Komunikasi Adita Irawati, Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keuangan dan Pendanaan Otto Ardianto, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kemenhub Umar Aris.

“Biaya konstruksi di wilayah timur lebih mahal dibandingkan biaya konstruksi di wilayah barat. Ketimpangan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan di timur juga lebih rendah dibanding barat. Juga muatan di wilayah timur yang lebih rendah dan terbatasnya pelabuhan feeder,” ujarnya.

Tidak hanya itu, rasio elektrifikasi, ketersediaan air minum dan air bersih juga akan kita pastikan. “Lalu apa kira-kira hambatan terkait dengan fiskalnya atau ada program-program non fiskal termasuk konvergensinya dengan DAK. Kami memerlukan konfirmasi dari bapak-bapak,” tutur Menteri Suharso.

Isu strategis lainnya yang turut dibahas antara lain Jalan Tol Trans Sumatera, kualitas jalan daerah, angkutan umum massal perkotaan, jaringan pelabuhan utama, pembangkit listrik, waduk multiguna, akses air minum perpipaan, percepatan pengelolaan persampahan, penanganan permukiman kumuh, dan satu juta rumah susun perkotaan.

Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Index 2019, daya saing infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 72 dari 141 negara, tertinggal dari Malaysia, Tiongkok, dan Thailand.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas J. Rizal Primana mengatakan, ada beberapa hal yang masih menjadi target kita yaitu waktu tempuh lalu lintas utama di jalan di Indonesia yang masih tinggi.

Lalu angkutan massal perkotaan yang menjadi PR yang perlu dibenahi, tenaga listrik yang belum tuntas perlu menjadi perhatian kita, kebersihan air baku yang masih kecil dibanding negara lain. “Juga, bagaimana kita bisa meningkatkan perumahan layak di samping menyelesaikan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia,” ungkapnya.

Beberapa Major Project memperkuat komitmen dan dukungan terhadap pembangunan sektor energi dan ketenagalistrikan, yaitu Akselerasi Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi, Infrastruktur Jaringan Gas Kota untuk Empat Juta Sambungan Rumah, Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak, serta Infrastruktur Ketenagalistrikan.

“Khusus energi, dalam hal ini pertambahan bauran energi, yang sudah saya lihat lajunya tidak terlalu tinggi karena ini berkaitan dengan Gas Rumah Kaca. Kemudian, pada saat yang sama, meningkatkan konsumsi energi tentu lebih bagus, kalau bisa dari sumber energi nonkonvensional,” pungkas Menteri Suharso. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *