Merampungkan Kunjungan Kerja ke Sumba, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memimpin Rapat bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat serta para bupati di Kantor Bupati Sumba Barat, Sabtu (5/6/2021). Rapat membahas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di NTT.
semarak.co-EBT ini sebagai bagian dari Major Project Akselerasi Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi yang diharapkan dapat berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan energi, pencapaian target bauran EBT nasional.
Menteri Bappenas Suharso melanjutkan, sekaligus peningkatan rasio elektrifikasi NTT yang saat ini merupakan salah satu yang terendah di Indonesia, sebesar 86,81%. NTT memiliki potensi sumber energi terbarukan, rinci Menteri Suharso, seperti matahari, angin, serta arus laut yang besar, hingga 25 gigawatt.
“Masih terdapat banyak ruang bagi EBT untuk tumbuh secara optimal, tentunya dengan menghadirkan enabling factors lainnya,” urai Menteri Suharso seperti dirilis humas melalui WAGroup Bappenas Media, Sabtu (5/6/2021).
Strategi pengembangan EBT di NTT dilaksanakan dalam tiga tahapan. Untuk jangka pendek, pengembangan EBT dapat dimulai dengan pengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi PLT EBT selama tiga hingga empat tahun.
Jangka menengah, dapat dilakukan dalam dua tahap. Pertama meningkatkan grid system ke wilayah-wilayah yang potensial secara ekonomi. Kedua meningkatkan pemanfaatan energi nonlistrik secara masif seperti bio-gas, bio-massa dan biosolar untuk sektor rumah tangga dan transportasi.
Selain itu, lanjut Suharso, perlu juga dilakukan integrasi transmisi (grid) antarpulau besar di NTT. Untuk jangka panjang, perlu dilakukan konsolidasi proyek-proyek EBT di NTT sehingga dapat terintegrasi ke jaringan smart NTT-Jawa dan ekspor EBT ke Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Jawa Timur.
Pemerintah akan memastikan pengembangan sumber daya manusia, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta kerangka pendanaan yang tepat untuk mendukung pelaksanaan pengembangan EBT di NTT.
Pemerintah terus mendorong pengembangan energi terbarukan di NTT seperti Sumba Iconic Island, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1000 Pulau, Flores Geothermal Island, Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Larantuka, Program Biogas Rumah (BIRU), dan Koridor Interkoneksi Gigawatt Sumba-Jawa.
Dengan karakteristik kepulauan serta kondisi ekonomi-energi saat ini, kata dia, pihaknya mendorong NTT sebagai Taman Energi Terbarukan, sejalan komitmen pembangunan energi terbarukan nasional dalam RPJMN 2020-2024, PP Kebijakan Energi Nasional, Perpres Rencana Umum Energi Nasional, serta Rencana Umum Energi Daerah NTT.
Menteri Suharso yang turut mengunjungi Waikelo Sawah, sumber mata air di Sumba Barat Daya yang dibangun untuk irigasi dan pembangkit listrik sejak 1976. Pulau Sumba memiliki potensi energi surya yang tinggi, utamanya di sebelah utara, timur, dan selatan, dengan iradiasi tertinggi sebesar 4,81–5,50 kilowatt per meter persegi.
Saat ini, sedang dikaji lokasi pengembangan tahap awal PLTS sebesar dua gigawatt dan pembangunan transmisi high-voltage, direct current (HVDC) 500 kilovolt dari Sumba ke Jawa. Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk mempersiapkan lahan seluas 50.000 hektare sebagai lokasi pembangunan PLTS Skala Besar di Sumba.
“Pengembangan EBT di NTT diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang luas, baik dalam membuka lapangan kerja, membangkitkan aktivitas ekonomi wilayah, dan menarik investasi, khususnya pada sektor pariwisata yang tengah tumbuh sangat cepat di NTT,” tegas Menteri Suharso.
Sumba memiliki sejumlah potensi pariwisata, utamanya Taman Nasional/Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Waikabubak—Manupeh Tanah Daru yang meliputi tiga kabupaten, yaitu Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.
Selain EBT dan pariwisata, pembangunan Sumba difokuskan untuk percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan Food Estate secara terintegrasi, percepatan konektivitas aksesibilitas, hingga informasi dan telekomunikasi.
“Saya mendorong seluruh jajaran Bappeda, untuk fokus merumuskan usulan pembangunan yang prioritas dan berkualitas, serta membawa dampak besar untuk kesejahteraan rakyat,” tutup Menteri Suharso.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Suharso memulai kunjungan ke Bendungan Kambaniru di Sumba Timur, Jumat (4/6/2021). Bencana banjir yang terjadi April 2021 lalu mengakibatkan kerusakan yang berujung pada putusnya as bendung sisi kanan sepanjang 80 m serta rusaknya area hilir Sungai Kambaniru.
Baik permukiman penduduk dan fasilitas umum. Kerusakan ini mengakibatkan saluran irigasi tidak bisa mengalirkan air ke daerah irigasi seluas 1.400 hektare. Kebutuhan rehabilitasi Bendungan Kambaniru mencapai Rp90 miliar bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp67,5 miliar.
Dan APBN 2022 sebesar Rp22,5 miliar. “Penanganan Bersifat darurat dengan merencanakan tanggul di hulu sungai sejauh 300 meter dari as sungai dengan menggunakan beronjong, dengan tujuan mengalirkan air ke intake existing dengan saluran pengalih sehingga air mengalir kembali ke saluran irigasi,” ujar Suharso.
Dari Bendungan Kambaniru, Menteri Suharso mengunjungi Universitas Kristen Wira Wacana Sumba di Prailiu, Sumba Timur. Audiensi tersebut membahas sejumlah topik penting, meliputi pengembangan teknologi, energi baru dan terbarukan, produksi daging di Sumba, hingga pentingnya ekologi sabana.
“Kurikulum yang membahas segala keunggulan, segala potensi Sumba, itu menjadi spesifik yang harus kita kembangkan, misalnya ada program studi ekologi. Sekolah itu, kuliah itu, akan sukses, berhasil, kalau apa yang kita dapatkan di sekolah bisa kita tumpahkan dalam kehidupan sehari-hari yang bisa kemudian mendorong menjadi produktif dan membuat orang di sekitar kita merasa manfaat, sama-sama kita membangun Indonesia,” imbuhnya.
Menteri Suharso melanjutkan kunjungan kerja ke Embung Loku Jangi yang menjadi salah satu sumber pengairan Food Estate/Kawasan Sentra Produksi Pangan (FE/KSPP) Sumba Tengah.
Didampingi Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, Menteri Suharso membahas pentingnya FE/KSPP Sumba Tengah dengan komoditas utama padi dan jagung yang diarahkan mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional, termasuk mengantisipasi krisis pangan melalui pengembangan KSPP di luar Jawa, sekaligus meningkatkan produktivitas dan meningkatkan Indeks Pertanaman.
Pada 2021, pemerintah memfasilitasi luas tanam seluas 10.000 hektare, meliputi padi sekitar 5.600 hektare dan jagung sekitar 4.400 hektare. Bentuk fasilitasi yang telah diberikan selama ini, terutama penyediaan sarana produksi pertanian, alat mesin pertanian baik sebelum panen dan pasca panen.
“Lalu Sarana pengendalian organisme pengganggu tanaman, serta sarana air pertanian, termasuk sumur bor panel surya. Selama ini, pelaksanaan FE/KSPP tersebut melibatkan sekitar 91 kelompok tani padi dan 87 kelompok tani jagung setempat,” ungkap Menteri Suharso di Bukit Jokowi yang terletak di tengah FE/KSPP Sumba Tengah.
Pengembangan FE/KSPP di Kabupaten Sumba Tengah menghadapi beberapa isu dan tantangan, terutama terkait irigasi pertanian, sarana produksi pertanian, off-taker pemasaran hasil panen, serta kelembagaan korporasi petani.
Untuk itu, Kementerian PPN/Bappenas mendorong optimalisasi sarana dan prasarana sumber daya air, baik air permukaan yang meliputi embung, bendungan, long-storage, jaringan irigasi, maupun air tanah, guna menyokong secara penuh target luas tanam sekitar 10.000 ha.
Selanjutnya menyediakan sarana dan prasarana pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama belalang, menindaklanjuti kemitraan bisnis dengan off-taker yang selama ini sudah diinisiasi, memastikan penggunaan varietas unggul adaptif dan teknis budidaya pertanian konservasi.
“Hingga melaksanakan pendampingan dan fasilitasi kepada Gabungan Kelompok Tani yang sudah terbentuk untuk diarahkan pada pengembangan korporasi petani. “Sebagai clearing house pembangunan, Bappenas bertugas untuk memastikan perencanaan berjalan selaras dengan penganggaran agar setiap pembangunan berjalan dengan optimal,” tegasnya. (smr)