Ada sikap ketidakkonsistenan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi wabah virus corona baru (Covid-19) yang masih menjangkit Indonesia. Sikap tersebut makin terlihat dalam dinamika kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total yang akan diberlakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Senin (14/9/2020).
semarak.co– Hal itu seperti disampaikan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu melalui cuitan di akun twitter, Jumat (11/9/2020) berkenaan sikap Presiden Jokowi yang terkesan mendiamkan para menterinyadengan gencar mengkritik kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberlakukan PSBB ketat, Senin (14/9/2020).
“Sepertinya Presiden Jokowi main dua kaki,” kritik Said Didu secara cuit di akun twitternya, Jumat (11/9/2020). Padahal, kata Said Didu, kebijakan Anies sudah sejalan dengan arahan Jokowi baru-baru ini untuk lebih mengedepankan kesehatan masyarakat dibanding kepentingan ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19.
“Presiden minta utamakan kesehatan daripada ekonomi, dan Pak Anies Baswedan mau melakukan itu. Tapi Presiden juga diam saat kebijakan sesuai arahan beliau ‘ditolak’ oleh menterinya,” tandas Said Didu.
Ini senada dengan Menteri BUMN sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir. Di mana Erick membela kebijakan Anies itu dengan mengatakan, kondisi kasus positif Covid-19 yang meningkat, mau tidak mau harus ada PSBB.
Menurut Erick Thohir, kesehatan lebih penting daripada ekonomi. “Dalam seminggu ditingkatkan disiplinnya, itu tidak mudah. Ini cuma bisa berjalan kalau rakyat Indonesia mau disiplin,” bela Erick dalam video virtual di Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Erick menyebutkan bahwa pihaknya tidak pernah berbicara bahwa ekonomi didahulukan. “Jika mengharapkan pertumbuhan ekonomi, tentu masalah utamanya yakni Covid-19 harus selesai terlebih dahulu,” imbuh Erick.
Selain itu, Erick mengatakan bahwa penegasan kampanye memakai masker dan menjaga jarak harus diprioritaskan juga. “Dari tiga prioritas Satuan Tugas (Satgas), di situ juga memastikan bahwa rakyat harus aman dari Covid-19 dan reformasi kesehatan itu menjadi kunci,” ucapnya.
Erick juga menyampaikan bahwa Indonesia Bekerja adalah langkah selanjutnya, pemberdayaan kecepatan untuk bekerja dan penting untuk pemulihan ekonomi Indonesia.
“Tata transformasi ekonomi juga penting, jadi jangan kita bicara tambal sulam jangka pendek. Kita memastikan transformasi juga terjadi pada reformasi dunia kesehatan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, terjadi perang statement di media sosial (medsos) baik facebook, twitter bahkan whatsapp (WA) tiada henti diserang selain umat Islam oleh gerombolan rezim, ternyata Anies dikeroyok juga ramai-ramai.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, tokoh Ruhut Sitompul, dan Arief Poyuono. “Padahal ribuan masalah akibat ulah rezim yang bikin negara menuju kehancuran,” tulis anggota WA Group yang melansir link sebagai captionnya.
Presiden Jokowi dinilai memanfaatkan para menteri dan buzzer untuk menyerang Anies. “Jokowi tak mau tangannya kotor dengan menyerang Anies. Dia meminjam tangan para menterinya, bahkan para buzzer untuk menghajar Anies. Tangannya tetap bersih,” kata wartawan senior Hersubeno Arief, Jumat (11/9/2020).
Kata Hersubeno, Jokowi agaknya berharap publik lupa atau setidaknya tidak sadar bahwa apa yang dilakukan Anies merupakan tindak lanjut instruksi Jokowi sendiri.
Dalam rapat kabinet Senin (7/9/2020) Jokowi mewanti-wanti agar penanganan kesehatan lebih didahulukan ketimbang ekonomi. Logika yang sesungguhnya sangat benar. “Media menyebutnya Jokowi siuman. Selama ini berbagai kebijakan Jokowi selalu lebih mengutamakan ekonomi ketimbang kesehatan,” ujar Hersubeno dalam tulisannya.
Wartawan senior ini menulis di akun facebooknya yang kemudian jadi pesan berantai menyebut, kebijakan inilah yang menjadi arena pertempuran antara Anies Vs Jokowi selama pandemi. Menurut Hersubeno, dampak penarikan rem darurat akan membuat kontraksi besar. Apalagi bila tidak dibarengi kompensasi bagi rakyat.
“Rakyat bisa ngamuk. Anies akan menjadi sasaran. Sudah menjadi rahasia umum keuangan DKI memburuk dan menyusut hampir separoh. Pemerintah pusat sejak awal tidak mau bertanggungjawab atas beban anggaran akibat kebijakan yang diambil. Jokowi mati-matian menolak lockdown karena tidak mau bertanggung jawab atas beban anggaran yang harus dipikul,” paparnya.
Selain itu, ia mengatakan, Anies harus pandai-pandai mengatur siasat. “Di satu medan tempur harus melawan Covid-19 yang tidak kasat mata. Di medan tempur lain harus menghadapi pemerintah pusat yang berada di depan mata,” pungkas Anies.
Seperti diketahui, Anies akhirnya kembali menerapkan PSBB di ibu kota sebagai rem darurat untuk menekan penyebaran virus corona. Anies Baswedan mengumumkan PSBB Jakarta berlaku mulai Senin 14 September 2020 di Balai Kota pada Rabu 9 September 2020.
Kebijakan itu tak lagi mendapat intervensi dari pemerintah pusat seperti yang pernah terjadi di awal pandemi Covid-19. Bahkan, kebijakan Gubernur Anies disebut sudah sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi.
Anies mengatakan keputusannya sudah sesuai arahan Presiden RI ke-7 untuk memprioritaskan pengendalian kesehatan sebelum pemulihan ekonomi. “Presiden menyatakan dengan tegas bahwa jangan restart ekonomi sebelum kesehatan terkendali,” ucapnya dikutip Pikiran-Rakyat.com dari RRI.
Anies menambahkan kutipan dari Jokowi, “Beliau meletakkan kesehatan sebagai prioritas utama. Dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat segera mungkin.”
Lebih lanjut, ia menegaskan keputusan PSBB diambil berdasarkan hasil rapat dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DKI Jakarta pada sore harinya. “Bukan lagi PSBB transisi tapi kita harus melakukan PSBB sebagaimana masa awal dulu,” jelas Anies.
Seluruh warga DKI kembali diminta tetap di rumah agar lonjakan kasus virus corona bisa segera ditekan. Pasalnya, selama dua pekan terakhir persentase angka pemakaman dengan protokol Covid-19 hingga keterpakaian tempat tidur isolasi dan fasilitas ICU di Jakarta sudah tidak terkendali.
Gubernur Anies mengatakan rumah sakit di DKI takkan sanggup menanggung pasien lagi jika situasi darurat dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah pusat kelihatannya mengamini keinginan Anies karena tak ada intervensi lagi yang muncul seperti di masa awal pandemi Covid-19.
Sebagaimana dikabarkan Pikiran-Rakyat.com, DKI Jakarta sempat kesulitan untuk memberlakukan PSBB setelah kasus-kasus pertama virus corona ditemukan pada Maret 2020. Presiden Joko Widodo berkali-kali menolak lockdown atau karantina wilayah dan lebih memilih PSBB karena tidak begitu ketat.
“Kenapa kebijakan lockdown tidak kita lakukan? Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, budaya yang berbeda-beda, dan kedisiplinan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kita tidak memilih jalan itu dan itu sudah saya pelajari,” tutur Jokowi pada Selasa 24 Maret 2020.
Anehnya, pengajuan PSBB DKI Jakarta pada Kamis 2 April 2020 malah langsung ditolak oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Dalam surat yang dikeluarkan pada Minggu 5 April 2020, Terawan menolak permintaan Gubernur Anies karena tidak disertai data dan dokumen pendukung.
Lebih jauh diketahui, pemerintah akan menerjunkan aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam rangka mendorong kedisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan atau disebut sebagai operasi yustisi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan menggelar operasi yustisi di lingkungan masyarakat, yang rencananya akan berlangsung minggu depan. Operasi yustisi yang berjalan minggu depan, akan dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Dari Satgas (Satuan Tugas) Covid-19 dan PEN, akan mendorong operasi yustisi, di mana Kepolisian dan TNI akan meningkatkan disiplin masyarakat dalam satu minggu ke depan di Jabodetabek,” jelas Airlangga dalam konferensi virtual, Jumat (11/9/2020).
Sebelumnya, saat melakukan konferensi pers di Kantor BNPB, Airlangga juga mengatakan, operasi yustisi yang melibatkan Polri dan TNI tersebut akan dilakukan hingga masuk ke perkantoran. Menurut Airlangga, pekerja di kantor pemerintah tetap berjalan. Namun disesuaikan dengan aturan yang diterbitkan oleh Kementerian PANRB.
“Dan ini tadi sudah dirapatkan juga dalam komite yang melibatkan Wakapolri, Wakasad, sehingga ini akan terus dijalankan di perkantoran,” jelas Airlangga, Kamis (10/9/2020).
Dengan adanya operasi yustisi ini, Airlangga berharap masyarakat bisa menerapkan kebijakan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, sering mencuci tangan, menjaga jaga jarak, dan menghindari kerumunan.
“Pekerja di kantor pemerintah tetap berjalan sesuai dengan peraturan yang diterbitkan oleh KemenPAN-RB sehingga pemerintah mengatur antara WFH dan WFO, dan tentunya untuk pekerja perkantoran tetap disiapkan flexible working. Nanti tentu persentase akan ditentukan. Sehingga apa yang udah diatur dalam kedisiplinan ini bisa ditaati masyarakat,” jelas Airlangga. (net/smr)
sumber: industry.co.id di babe melalui WA Group Anies For Presiden 2024/suaranasional.com/pikiranrakyat.com/pojoksatu.id/cnbcindonesia.com di WA Group Guyub PWI Jaya