Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menyoroti Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang tak kunjung rampung menyalurkan bansos tahun anggaran 2021 sebesar lebih dari Rp2 triliun. Menurut Trubus, kegagalan penyaluran bansos dengan jumlah masif ini akan merusak citra Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
semarak.co-Trubus menjelaskan, pihak yang paling terdampak akibat terhambatnya penyaluran bansos ini tentu masyarakat miskin. Mereka akan gagal menerima bantuan dari negara karena dana yang tak tersalurkan harus dikembalikan ke kas negara pada Maret 2022. Rusaknya citra Jokowi itu, kata dia, akan berujud dalam bentuk turunnya kepercayaan publik kepada pemerintah.
“Terkait kepercayaan publik ini, Risma tentu juga terdampak. Di samping itu, (kemandekan) ini juga merusak citra Pemerintahan Presiden Jokowi. Sebab, bansos ini kan kebijakan Presiden dan gunakan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) lagi. Risma akan dianggap kepemimpinannya kurang efektif, leadership-nya kurang kuat,” kata Trubus kepada Republika.co.id, Rabu (23/2).
Menurut Trubus, mandeknya penyaluran bansos ini terjadi karena sejumlah masalah. Pertama, karena belum rampungnya pembaharuan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang merupakan acuan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam penyaluran bansos. Tiap daerah, kata dia, memberikan pembaharuan data ke Kemensos tidak secara serentak. Persoalan kedua, lemahnya koordinasi Kemensos dengan pemerintah daerah.
Padahal, lanjut Trubus, data masyarakat miskin itu diserahkan oleh pemerintah daerah. Masalah ketiga, ujarnya, Mensos Risma kurang bisa merangkul para kepala daerah. Padahal, dinas sosial berada di bawah kendali kepala daerah, bukan di bawah Risma. Di sisi lain, kepala daerah kini lebih banyak fokus menyongsong pilkada yang akan datang, dari pada mengurus bansos.
Akhirnya terjadi pembiaran (masalah penyaluran bansos). Problem keempat, ada sejumlah kepala daerah yang kemungkinan trauma dengan sikap Risma yang kerap marah-marah atau bahkan ngamuk ketika menemukan masalah penyaluran bansos. Kemarahan itu lantas dipolitisasi seolah-olah ada temuan kejanggalan. Tapi pada akhirnya, masalah itu hilang seiring berjalannya waktu.
“Kayaknya kepala daerah ada trauma karena marah-marahnya dipolitisasi, tapi tidak ada solusi. Jadi seolah-olah jadi temuan. Saya berharap mandeknya penyaluran bansos tak terjadi lagi tahun 2022. Saya berharap Menteri Risma segara memperbaiki DTKS, membentuk tim yang melakukan pengecekan penyaluran ke daerah-daerah, dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah.
Sebelumnya, Risma mengaku Kemensos mendapat pagu anggaran bansos 2021 dari dana PEN sebesar Rp102.517.951.650.000. Hingga Minggu (20/2/2022), sebesar 2,1% atau Rp2,15 triliun dari dana anggaran 2021 itu belum berhasil disalurkan. Risma mengeklaim melakukan berbagai cara untuk menuntaskan penyaluran bansos itu hingga akhir Februari ini.
Untuk mempercepat penyaluran, Risma memperbolehkan bansos Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Kartu Sembako disalurkan secara tunai. Risma juga menggandeng PT Pos Indonesia untuk membantu penyalurannya ke rumah-rumah warga.
“Kalau tidak selesai bulan Maret 2022, (maka) akan kembali ke negara uangnya. Karena itu, saya turun untuk memastikan bahwa itu bansos bisa diterima penerima manfaat,” kata Risma di Kabupaten Probolinggo, sebagaimana dikutip dari keterangannya, Senin (21/2/2022).
Politikus PDIP ini bahkan juga sempat mengajak anggota Komisi VIII DPR untuk ikut membantu penyaluran bansos. “Kalau Bapak Ibu berkenan, kita turun ke daerah pemilihan (dapil) Bapak Ibu. Nanti Bapak Ibu dampingi saat kita menyalurkan. Karena besar sekali dana yang belum tersalurkan,” kata Risma saat rapat dengan Komisi VIII pada pertengahan Januari 2022. (net/rep/smr)