Bank Mayora siap meningkatkan porsi kredit di sektor UMKM dari posisi 35% menjadi 40 di 2018 nanti. Untuk mencapai target tersebut, Bank Mayora siap menggenjot penyaluran dengan menjaga agar penyaluran kredit tetap berkualitas sehingga kredit macet tidak bergerak liar. Penyaluran kredit Bank Mayora diperkirakan di sepanjang 2018 bisa tumbuh di kisaran 12-13% dengan Loan to Funding Ratio (LFR) di kisaran 83-85%.
Direktur Utama Bank Mayora Irfanto Oeij mengatakan, Bank Mayora terus berupaya menjaga LFR berada di atas ketentuan yang telah diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini sejalan dengan upaya Bank Mayora untuk secara kontinyu menyeimbangkan kinerja pertumbuhan penyaluran kredit dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Kalau di bawah 78%, lanjut Irfan, bisa kena disentif. Sebaliknya kalau di atas itu dapat insentif.
“Bank Mayora menjaga agar LFR tidak berada di bawah level 78 persen. Atau di bawah ketentuan dari OJK. Karenanya, kinerja penyaluran kredit dan pertumbuhan DPK dipantau secara seksama agar tidak ada yang penimbunan dana yang terlalu besar. Kita menginginkan LFR berada di angka 82,5 persen. Atau di atas ketentuan OJK,” ujar Irfanto Oeij pada wartawan di sela acara media gathering bertajuk Year End Media Gathering Bank Mayora 2017, sekaligus pengumum pemenang lomba penulisan Bank Mayora, di Cisarua, Jumat malam (15/12).
Situasi dan kondisi ekonomi Indonesia di sepanjang 2017, nilai Irfanto, masih belum maksimal dan dampaknya dunia usaha menahan aktivitas bisnisnya. Hal semacam ini memberikan efek tersendiri terhadap permintaan kredit yang ujungnya pertumbuhan kredit Bank Mayora tumbuh single digit.
“Pertumbuhan kredit Bank Mayora sampai September angkanya naik single digit, sekitar 2-3 persen. Sebenarnya secara riil, Bank Mayora tumbuh karena kita membukukan permintaan pinjaman baru. Hanya yang jadi masalah outstanding kita. Karena ada nasabah dengan berbagai alasan belum menyerap maksimal dan ada take over di tahun depan,” ulasnya.
Akibat pertumbuhan sampai September 2017 tidak tumbuh maksimal akhirnya berdampak terhadap kinerja laba. Perolehan laba pada September tidak terlalu baik dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Selain itu, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) juga turut memengaruhi pembentukan laba. “Karena pertumbuhan kredit tidak maksimal dan berdampak ke laba. Selain itu, dikarenakan pembentukan CKPN,” tukasnya.
Karena kita punya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet naik sampai September 2016 kira-kira ada pada 2%, tapi di 2017 naik jadi ke 3% sekian. “NPL Bank Mayora, terus dijaga agar terus berada di bawah angka 3%. NPL Bank Mayora diperbaiki dengan harapan proyeksi di Desember 2017 bisa kita tekan di bawah 3%. Karena di sector industri umumnya, itu sekitar 2,8-2,9%. Harus di bawah atau tidak jauh dari industri. Kurang lebih di 2,8-2,9%,” ujarnya.
Sedangkan NPL di sector bisnis property, lanjut dia, memiliki kontribusi cukup besar bagi Bank Mayora. Meski banyak properti dibangun, tapi banyak orang yang membelinya tidak bisa membayar kewajibannya. “Ketika seseorang membangun dan tidak bisa membayar, maka kondisi itu memberikan dampak terhadap perbankan utamanya dari aspek NPL. Karenanya, Bank Mayora berhati-hati pada sektor tersebut karena di akhir tahun ini strategi yang dilakukan adalah optimalisasi kinerja neraca keuangan agar bisa tumbuh lebih tinggi,” ujarnya.
Kalau untuk perhotelan, lanjut Irfanto, malah memberi kontribusi cukup besar. Meski sektor hotel tumbuh pesat. Di Bali, misalnya. Di sana menunjukkan harga sewa kian turun dan hal itu bisa memberi efek terhadap pendapatan pemilik hotel dan nantinya dari aspek membayar kewajiban kepada perbankan ikut berdampak.
“NPL di properti dan hotel memberikan sumbangsih besar. Kita lihat di Bali, misalnya. Dalam lima tahun belakangan, hotel belum menjamur. Sekarang di Bali itu sudah banyak. Tapi harga sewa hotel bintang lima yang tadinya Rp2 juta, sekarang bisa Rp1 juta. Ke bawahnya terus turun. Tingkat Occupation rendah dan income tidak bagus, maka RoE bisa turun,” ulas pria ramah.
Adapun porsi komersial, Irfanto mengatakan, berada di kisaran 55-60% akan terus ditumbuhkan karena memang menjadi salah satu penggerak utama di bisnis Bank Mayora. Meski ia tidak menampik di komersial ukuran penyaluran kredit tidak terlalu besar.
“Kalau di 2018, bisnis konvensional tidak terlalu kita ubah seperti di ritel atau di komersial. Yang diubah itu pinjaman dengan fintech. Karena perusahaan fintech menggunakan teknologi dan sudah mahir. Kenapa harus bangunkan, jadi lebih baik kerja sama,” tuntasnya. (lin)