Oleh Djuyamto, SH.MH *
semarak.co-Menyikapi berita soal tidak masuknya Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) dalam kriteria lembaga paling transparan versi Komisi Informasi Pusat di mana urutan lembaga paling transparan adalah:
1.Bank Indonesia
2.Komisi Yudisial
3.Badan Pemeriksa Keuangan
4.Mahkamah Konstitusi
5.Sekretariat Kabinet
Maka perkenankan penulis menyampaikan tanggapan sebagaimana uraian berikut:
Terus terang penulis tidak mengetahui kriteria yang dijadikan dasar atau parameter penilaian, sehingga tanggapan penulis tentu saja tidak berangkat dari alasan mengapa Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) tidak layak dinilai sebagai lembaga paling transparan.
Sedikit menoleh ke belakang jika berbicara tentang transparansi/keterbukaan lembaga publik, di mana hal tersebut menjadi salah satu prasyarat adanya reformasi birokrasi yang ditandai dengan kehendak negara melalui UU tentang Keterbukaan Informasi Publik ( KIP ) yang diberlakukan sejak tahun 2008.
Maka, semestinya tidak boleh pula melupakan bahwa Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) justru lebih dahulu menyatakan tentang pentingnya transparansi lembaga yang efektif dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) Nomor: 144/SK/KMA/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Pengadilan yang kemudian diperbaharui menjadi SK KMA Nomor: 1-144/SK/KMA/2011 tentang Pedoman Keterbukaan Informasi Publik di Pengadilan.
Di mana saat itu, Ketua MA RI dijabat oleh Prof. Dr. Bagir Manan, yang kelak kemudian usai pensiun lalu menjabat menjadi Ketua Dewan Pers. Sehingga jika dilihat dari fakta historis tersebut, sesungguhnya Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) sudah sejak lama memahami dan bertekad untuk menjadi lembaga yang transparan dan terbuka.
Kemudian jika dilihat dari sisi tugas pokok dan fungsi utama kelembagaan Badan Peradilan (Mahkamah Agung RI) adalah memeriksa dan mengadili perkara atas dasar azas persidangan terbuka untuk umum, bagaimana kemudian dinilai sebagai lembaga tertutup?
Bisa dilihat dalam praktek persidangan selama ini untuk perkara-perkara pidana seperti perkara pembunuhan Nasaruddin dengan Terdakwa mantan Ketua KPK Antasari Azhar, perkara kopi sianida dengan Terdakwa Jessica, perkara penodaan agama dengan Terdakwa Ahok, perkara penganiayaan Novel Baswedan dan masih banyak lagi tentunya yang bisa dengan mudah diakses oleh publik melalui sarana Live Streaming YouTube, yang bahkan disediakan langsung oleh pengadilan.
Atau senyatanya dalam persidangan perkara-perkara yang tidak menarik perhatian publik pun jelas dilangsungkan secara terbuka karena perintah undang-undang dan diancam kebatalan putusannya jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.
Selanjutnya, transparansi atau keterbukaan tidak hanya dilakukan dalam persidangan, namun juga dalam hal administrasi perkara, publik atau pihak berperkara dengan mudah bisa mengakses proses penanganan perkara sejak didaftarkan sampai putusan melalui SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara ).
SIPP tersebut hanya sebagian saja dari produk layanan publik yang terintegrasi dengan layanan lainnya seperti dengan mudahnya publik atau pihak berperkara melaporkan atau menyampaikan pengaduan melalui aplikasi SIWAS (Sistem Informasi Pengawasan) dan produk layanan lainnya.
Begitu transparan dan terbukanya layanan badan peradilan, sehingga publik, pihak berperkara dan awak media bisa dengan mudah mencari putusan perkara melalui direktori putusan yang disediakan oleh setiap tingkat pengadilan.
Sehingga pada faktanya awak media dengan mudah memperoleh sumber berita tentang pengadilan. Bahkan tentang berapa aparatur pengadilan yang dikenai sanksi oleh lembaga per tahun dengan mudah bisa diakses dan menjadi.bahan pemberitaan.
Juga tentang informasi mutasi dan promosi hakim maupun aparatur pengadilan, hakim A mutasi kemana, promosi menjadi apa bisa dengan mudah diakses melalui situs resmi yang disediakan lembaga.
Akhirnya, sebagaimana di awal tulisan bahwa penulis tidak mengetahui apa kriteria penilaian yang dipegang oleh Komisi Informasi Pusat tersebut, yang pasti justru penulis berani mengatakan Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) merupakan lembaga yang sangat transparan dan terbuka.
Jika kemudian ada lembaga pemeringkat yang menilai sebaliknya, saya yakin hal tersebut bisa jadi karena belum mengetahui secara mendalam tentang bagaimana tekad dan upaya yang sudah dilakukan Badan Peradilan ( Mahkamah Agung RI ) untuk mewujudkan transparansi atau keterbukaan informasi publik. (net/smr)
* Penulis adalah Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
sumber: sudutpandang.id di WAGroup Guyub PWI Jaya (30/12/2020)