Attitude Pejabat Yang Harus Diperbaiki Baru Regulasi

Achmad Ramli Karim. Foto: dok WAGroup terkait

Oleh Achmad Ramli Karim *)

Semarak.co – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mulai 2029,  memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (Pemilu daerah atau lokal).

Bacaan Lainnya

Sehingga Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku. Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Demikian tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sangat keliru jika ingin mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas, lalu undang-undang atau regulasinya yang menjadi objek perbaikan bukan jiwa manusia. Karena faktanya, setiap pemilu regulasi juga selalu diperbaharui, namun tidak mampu mewujudkan pemilu yang berkualitas tersebut.

Ini yang seharusnya menjadi alasan pertimbangan dalam putusan MK, bukan terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Apakah para pemangku kepentingan masih menganggap bahwa aturan atau sistem pemilu yang salah selama ini?

Sungguh sangat keliru dan masih buta politik kalau belum paham, bahwa yang rusak itu adalah moral dan attitude pejabat publik bukan regulasinya. Dan yang harus diperbaiki, adalah niat, moral serta kejujuran (jiwa) para pejabat publik. Karena hal itu yang paling menentukan kualitas hasil kerja.

Demikian juga buruk dan bobroknya hasil pemilu, ditentukan dari niat dan attitude para penyelenggara negara. Sebab bentuk apapun aturannya kalau pemimpin tidak jujur, dan mau memenangkan orang-orangnya tetap akan kacau.

Attitude adalah sikap atau perilaku seseorang dalam menghadapi sesuatu, yang mencerminkan cara berpikir, perasaan, dan kecenderungan tindakannya. Secara sederhana, attitude adalah cara seseorang bertindak dan merespons terhadap situasi atau orang lain.

Attitude bisa positif, negatif, atau netral, dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Attitude juga dapat dibentuk oleh pengalaman, pengaruh sosial, dan keyakinan pribadi.

Inilah perlunya melek politik globalisasi, karena banyak Anggota legislatif (DPR/MPR) masih buta politik sehingga mereka diperalat oleh Ketua Partainya masing-masing, untuk melegalkan (mensahkan) uu yang memperkuat sistem kapitalisme di Indonesia.

Karena pemilik modal (kapitslis) sudah menguasai para pimpinan parpol melalui kesepakatan kelompok (koalisi oligarki). Inilah yang disebut dengan Politik Transaksional. Bagaimana pengusaha/pemilik modal dapat menguasai para pimpinan parpol?

Tentu kalian bisa membaca, bagaimana sistem politik dagang yang saling menguntungkan. Sehingga sekarang para pimpinan parpol dan anggota DPR yang lalu (selama 10 thn) tidak bisa berbuat banyak untuk kepentingan rakyat, karena mereka ikut terlibat dalam kudeta konstitusi.

Dan mungkin juga ada yang terlibat dalam korupsi berjamaah menghianati bangsanya. Kaum kapitalis sejak zaman penjajahan Belanda sudah sangat paham kelemahan orang Indonesia, akan tunduk dan dikuasai melalui pendekatan uang, materi, dan kepentingan.

Khususnya untuk menguasai pejabat publik. Terkait kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, mungkin saja sangat dipengaruhi karena terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024.

Namun perlu di ingat apakah niat pemimpin tertinggi bangsa yang diikuti oleh penyelenggara pemilu, bukan untuk memenangkan calon tertentu dan menjegal calon lainnya? Hal ini sangat penting karena terkait jiwa (niat moral, dan kejujuran) penyelenggaraan pemilu itu sendiri.

Ataukah kualitas penyelenggaraan pemilu itu, diukur berdasarkan persepsi kelompok tertentu? Jadi bukan terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum seperti terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu yang berpengaruh terhadap kualitas pemilu.

Melainkan niat, dan attitude pemimpin bangsa dan pejabat penyelenhgara pemilu dalam menyelenggarakan n pemilihan umum. Namun satu hal yang patut diapresiasi, yaitu tentang putusan MA yang mengembalikan kedaulat laut Indonesia dari penguasaan oligarki.

Putusan MA No. 5/P/HUM/2025 yang membatalkan PP No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut terkait dibukanya kran ekspor pasir laut oleh rezim Joko Widodo (Jokowi), setelah 20 tahun ditutup oleh Pemerintahan sebelum era Jokowi.

Melalui Putusan tersebut, MA melarang Pemerintah melakukan ekspor pasir laut. Menurut Majelis Hakim, kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut.

Makassar, 26 Juni 2025

*) Pemerhati Politik & Pendidikan

 

Sumber: WAGroup Rumah Aspirasi Gerindra (postMinggu6/7/2025/)

Pos terkait