Asal Kerja Seperti Anies, Pigai Carikan Uang dan Pengamat: Mohon Maaf Jokowi Ma’ruf Tak Layak Pimpin Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Jokowi- Ma'ruf Amin. foto: internet

Aktivis Kemanusiaan Natalius Pigai di akun Twitter milik pribadinya mengunggah video berisi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengumumkan sejumlah kebijakan yang diambil Pemprov DKI dalam mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).

semarak.co -Dalam video itu, Anies mengatakan, destinasi wisata milik Pemprov DKI ditutup selama dua pekan mulai Sabtu (14/3/2020). Hari bebas kendaraan bermotor atau car free day juga ditiadakan.

Bacaan Lainnya

Anies juga mengimbau warga Jakarta untuk mengurangi kegiatan di tempat-tempat keramaian, membatasi interaksi dengan orang banyak, dan memprioritaskan kegiatan di rumah. Anies minta warga sebisa mungkin tidak melakukan aktivitas di luar rumah, kecuali ada hal mendesak seperti belanja kebutuhan pokok dan pemeriksaan medis.

Menurut Anies, hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemungkinan terburuk penularan virus corona. Atas kebijakan yang dibuat Anies itu, Natalius Pigai dalam cuitannya menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kemudian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo serta gubernur lainnya. Ia mempertanyakan kinerja mereka dalam mengantisipasi penyebaran virus corona.

Pigai menyebut, jika alasan presiden dan para kepala daerah itu belum mengambil langkah cepat dan tegas karena alasan tidak ada uang, maka ia siap mencarikan honor buat mereka.

Asalkan, lanjut Pigai, Jokowi dan gubernur lainnya bekerja seperti Anies untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari virus corona dirinya siap mencarikan uangnya. “Mana Presiden Ir. Haji Joko Widodo, Gubernur Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, mana Gubernur yang lain?” cuit @NataliusPigai2, Sabtu (14/3/2020).

“Apa karena tidak ada uang? Kalau butuh uang, saya akan carikan kalian honor asal kalian kerja seperti Anis untuk selamatkan rakyat Indonesia dari bahaya virus,” kata Pigai.

Sementara pengamat politik Ubedillah Badrun lebih tegas lagi menyatakan disertai permohonana maaf lebih dulu. Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS) ini menilai Pemerintah Joko Widodo–Maruf Amin sudah tidak layak memimpin Indonesia.

“Sebagai analis yang berfikir berbasis data saya mohon maaf harus mengatakan Pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin sudah tidak layak memimpin negara ini,” ungkapnya, Kamis (19/3/2020).

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini kemudian membeberkan data ekonomi di Rezim Jokowi-Maruf yang semakin memburuk. “Pernyataan tersebut bukan karena hal subyektif tetapi lebih karena data-data ekonomi terakhir yang memburuk,” katanya.

Ubedilah juga menyoroti kurs rupiah saat ini yang paling rendah dibanding krisis pada 1998 lalu yakni menembus hingga lebih dari Rp 16 ribu. “Nilai rupiah lebih rendah dari 1998 hingga lebih dari Rp16 ribu per dolar AS, indeks harga saham yang anjlok,” jelas Ubedilah.

Tak hanya itu, pemerintah Jokowi-Maruf pun juga tak mampu menangani virus Corona atau Covid-19 yang terjadi di Indonesia yang mengakibatkan lonjakan angka kematian akibat Covid-19 hingga 100 persen.

“Juga data korban Covid-19 yang makin mengerikan naik 100 persen, data yang sudah meninggal juga dalam sepekan naik 100 persen,” pungkasnya.

Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah menilai pernyataan juru bicara Istana Kepresidenan Fadjroel Rachman bahwa lockdown tidak perlu adalah keliru

Ubedilah mengatakan lockdown justru merupakan kebijakan yang terukur saat ini. “Kebijakan yang menunjukan kehati-hatian pemerintah dalam menyelamatkan 260 juta lebih rakyat Indonesia. Ini tidak terkait untuk hasilkan efek kejut,” kata Ubedilah dalam siaran tertulisnya, Kamis (19/3/2020).

Fadjroel sebelumnya menyatakan Jokowi belum mau mengambil kebijakan lockdown karena menilai publik tak membutuhkan kebijakan yang menimbulkan efek kejut, tapi kebijakan rasional dan terukur.

Ubedilah mengatakan, lockdown berbeda dengan pengurangan jumlah sarana transportasi. Sebab, pengurangan jumlah sarana transportasi itu karena sesuai perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar rakyat bekerja dan ibadah di rumah.

Saat ini, kata Ubedilah, Indonesia dalam darurat nasional Covid-19. Penyebaranya virus ini sulit diprediksi karena dari 267 juta penduduk, yang baru terjaring di tes deteksi Covid-19 sekitar 1.500-an orang.

Sementara jumlah yang terkena Covid-19 dalam satu pekan naik 100 persen. Menurut Ubedilah, dalam situasi itu pemerintah terlalu lamban untuk mengambil keputusan. Padahal bahayanya jauh lebih besar dari ribuan demonstran.

Pemerintah lebih cepat menghalau demonstran yang menolak pelemahan KPK, ketimbang melawan Covid-19 yang jelas-jelas membahayakan nyawa manusia. “Rezim terkesan lamban. Termasuk lamban atasi situasi ekonomi saat ini,” ujarnya.

sumber : WA Grup ANIES FOR PRESIDEN 2024/helmiadamchannel.com/idtoday.co /tempo.co/Keluarga Alumni HMI MPO/ (Jumat March 20, 2020).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *