Viral artis Zaskia Adya Mecca mengkritik cara membangunkan sahur di toa masjid di lingkungannya dengan cara berteriak-teriak melalui unggahan video di Instagram miliknya, @zaskiadyamecca. Cara membangunkan sahur seperti itu, dinilainya dapat mengganggu masyarakat yang lain.
semarak.co-Zaskia memprotes aksi seorang pria yang membangunkan sahur dengan cara berteriak melalui pengeras suara atau TOA masjid karena dinilai kurang etis. Lalu bagaimana aturan pakai TOA masjid yang benar.
Istri sutradara Hanung Bramantyo itu tidak senang dengan cara membangunkan sahur dengan berteriak-teriak memakai TOA masjid yang disebut sedang hits. Apalagi mengingat bahwa Indonesia diisi masyarakat dengan agama yang beragam.
“Cuma mau nanya ini bangunin model gini lagi HITS katanya?! Trus etis ga si pake toa masjid bangunin model gini?? Apalagi kita tinggal di Indonesia yang agamanya pun beragam. Apa iya dengan begini jadi tidak menganggu yang lain tidak menjalankan Shaur?!” tulis Zaskia Adya melalui postingan di story Instagram miliknya hari Jumat, 23 April 2021 lalu yang dikutip Kompas.com – 24/04/2021, 19:00 WIB.
“Cuma mau nanya ini bangunin model gini lagi HITS katanya?! Trus etis ga si pake toa masjid bangunin model gini?? Apalagi kita tinggal di Indonesia yang agamanya pun beragam. Apa iya dengan begini jadi tidak menganggu yang lain tidak menjalankan Shaur?!
Beneran bingung ini masjid deket rumah… pas ku aga kaget2 denger di hari pertama, lingkungan pada bilang “lagi hits bangunin model gitu…”
😦 aku yang asing, atau situasi yang semakin asing yaa… buat ku ko ngga lucu, ga etis, ga menghargai orang lain…
Buat kamu gmn?! Apa aku yang terlalu serius?
Direktur Jenderal Bina Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menyebut, terdapat aturan terkait penggunaan pengeras suara masjid (toa). Sebelum masuk waktu Subuh, kata Kamaruddin, pengeras suara masjid dapat digunakan untuk membaca lantunan ayat suci Al-Quran.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Binmas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 Tentang Tuntutan Penggunaa Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.
“Pengeras suara masjid sudah ada aturan pemakaiannya, untuk waktu subuh boleh digunakan untuk membaca Alquran dengan suara luar 15 menit sebelum waktu subuh, jadi tidak untuk dipakai membangunkan sahur,” ujar Kamaruddin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/4/2021).
Secara rinci, pemakaian pengeras suara melalui Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 yakni: Waktu Subuh Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Al Quran.
Sementara, Adzan waktu subuh dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar. Kegiatan pembacaan Al Quran dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tak menganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid. Azan subuh menggunakan pengeras suara ke luar.
Shalat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja. Waktu Dhuhur dan Jumat Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Al Quran yang ditujukan ke luar.
Demikian juga suara Adzan bilamana telah tiba waktunya. Bacaan shalat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam. Ashar, Magrib dan Isya Lima menit sebelum azan pada waktunya, dianjurkan membaca Al Quran.
Pada waktu datang waktu shalat dilakukan adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Sesudah azan, sebagaimana lain-lain, waktu hanya ke dalam. Takbir, Tarhim dan Ramadhan Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idul Fitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal.
Pada Idul Adha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah. Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Dan Tarhim Dzikir tidak menggunakan pengeras suara.
Pada bulan Ramadhan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan, Quran yang ditujukan ke dalam seperti tadarus dan lain-lain.
Upacara hari besar Islam dan Pengajian Tabligh pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh Mubaligh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan audience (jamaah).
Karena itu tabligh/pengajuan hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk keluar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh.
“Dikecualikan dalam hal ini apabila pengunjung tabligh atau hari besar Islam memang melimpah ke luar,” demikian surat edaran Dirjen Bimas Islam Kemenag sejak 2018 di masa Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, apa yang dilakukan orang itu untuk membangunkan sahur memiliki maksud yang baik. Tapi pelaksanaannya tidak dilakukan dengan baik. “Menurut saya sebuah maksud yang baik itu kalau dilaksanakan juga harus dengan cara yang baik,” kata Anwar saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/4/2021).
Untuk itu, Anwar meminta kepada pengurus masjid hendaknya untuk memperhatikan hal-hal seperti ini. Alasannya, agar dapat tercapai tujuan yang baik sehingga masyarakat sekitar senang dan tidak merasa terganggu.
Caranya oleh pengurus masjid perlu dibuat standarisasinya, menyangkut kata-kata atau kalimatnya, volume loud speakernya, waktu penyampaiannya dan lainnya agar masyarakat senang dan tidak terganggu,” pungkas dia.
Merujuk pada Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala disebutkan bahwa terdapat keuntungan dan kerugian dalam penggunaan pengeras suara (toa) di masjid, langar, dan musala.
Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan toa sebagai pengeras suara adalah semakin luasnya jangkauan dakwah yang disampaikan. Sedangkan kerugiannya jelas dapat menggangu orang yang sedang beristirahat atupun sedang menyelenggarakan upacara keagamaan karena suara keras yang dihasilkan.
Aturan itu juga menyebut bahwa pengeras suara ke luar hanya dipergunakan untuk mengumandangkan azan. Sementara untuk doa, salat, dan zikir dilakukan dengan pengeras suara ke dalam ruangan masjid.
Selain itu, tertulis pula bahwa penggunaan TOA tetap harus mempertimbangkan untuk menghormati tetangga sehingga penggunaannya tidak boleh sampai menggangu.
Lebih lengkap aturan tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Dari beberapa ayat Alquran terutama tentang kewajiban menghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW menunjukkan adanya batasan-batasan dalam hal keluarnya suara yang dapat menimbulkan gangguan walaupun yang disuarakan adalah ayat suci, doa atau panggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan Lokakarya P2A tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala,”
Kemudian ada pula syarat-syarat untuk menggunakan pengeras suara, namun tidak tertuliskan detail terkait aturan volume maksimal yang boleh digunakan. Hanya saja, untuk adzan memang suara harus ditinggikan, sesuai dengan tuntunan Nabi. Oleh karena itu diperlukan bagi seorang muazin memiliki suara yang tidak sumbang, dan sebaiknya enak, merdu, dan syahdu.
Sementara itu, Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah mengeluarkan surat edaran yang memperjelas penggunaan pengeras suara atau TOA masjid selama bulan Ramadhan 2021 ini. Hal itu tertuang dalam SE bernomor 041/SEM/PP-DMI/A/III/2021 tentang penyelenggaraan ibadah Ramadhan 1442 H.
“Tata kelola suara loud speaker masjid yang baik: jelas, jernih, tidak bising, dan berkoordinasi dengan Takmi/DKM Masjid yang berdekatan untuk saling menjaga suara yang nyaman bagi para pendengar,” seperti dikutip dari surat edaran yang ditandatangi Ketua Umum DMI Jusuf Kalla dan Sekjend DMI Imam Addaruqutni, 24 Maret 2021. (net/smr)