by Zeng Wei Jian
semarak.co -Sebelum menang mutlak di Voting Kebon Sirih, Calon Wagub Ariza Patria diserang dua kelompok antagonis; Antek-antek Nurmansyah Lubis dan Anies-haters yaitu PSI. Ambisi politik rusak sanity.
Belakangan PSI balik-badan & Pro Ariza Patria. Muncul satu kelompok yang tak ingin Anies Baswedan punya wakil. Apalagi wakilnya seperti Ariza Patri dari Gerindra. Takut kesaing, takut Ariza Patria dapet panggung. Kelompok ketiga ini disebut “Old Establishment”.
Pro Ariza Patria tidak pernah nyerang rival. Lebih santun. Politics profesional. Mature. Sadar aspirasinya disuarakan anggota dewan. Bukan Pemilu biasa; One man One vote. Jadi serangan opini publik adalah absurd.
Antek Nurmansyah Lubis punya motive menang. Rebut kursi wagub. Dari Tukang Kopi amatiran di CFD ke DKI-2. Ngantor di Balai Kota. Bawa staff. Tebar pesona di depan kamera. Ckreekkk…!! Doorstops.
“Old-Establishment” ini ngga ingin Anies Baswedan punya wakil yang baik. Sama seperti Klik Antek Nurmansyah Lubis, Kelompok Ketiga masuk kategori “destructive syndicate”.
Dua klik ini satu irama-satu nada. Nafsu banget ingin Hancurkan kredibilitas Ariza Patria yang diterima semua golongan. Half-truth dimainkan.
“A half-truth is even more dangerous than a lie. A lie, you can detect at some stage, but half a truth is sure to mislead you for long,” kata Anurag Shourie Penulis Buku “Half of Shadow”.
Destructive syndicate menyatakan Ariza Patria pernah terjerat kasus korupsi tahun 2005. Fullstop. Berhenti di situ. Motif-nya crystal clear; Ingin membangun citra negatif.
Jurnalis senior-cum-part time buzzer Dharmansyah contohnya. Dia grasa-grusu nyerang Ariza Patria.
Dia hapus koment setelah baca sebuah komparasi analogis. Misalnya dia didakwa sebagai maling. Terpaksa Jalanin sidang. At the end, Majelis Hakim menyatakan dia tidak bersalah dan bebas murni.
Apakah lantas Dharmansyah layak disebut “Maling”. Jelas tidak khan…!!
Hanya masyarakat sakit yang terus-terusan beri predikat “maling” pasca Majelis Hakim memutuskan Dharmansyah tidak bersalah.
Di tahun 2005, Ariza Patria politisi pemula. New kid on the block. Alumni HMI, KNPI & Menwa. Prestasi & kinerjanya baik. Potensial. Lalu dapet tugas sebagai Anggota KPUD. Ada orang tidak suka. Dia diframed dan dikasusin. Dikerjain dengan pasal korupsi. Delik dicari-cari.
Sebagai new-comer, Ariza Patria blum punya basis massa. Belum ada Partai Gerindra. Dia menjadi easy-prey.
Pasal Korupsi tidak mesti berarti memperkaya diri. Salah tulis harga atau salah beli barang sehingga merugikan cash negara masuk kategori korupsi. Tetapi pada hakekatnya antara nyolong duit & salah beli barang adalah dua hal yang jauh berbeda.
Ariza Patria dikerjain dengan kategori keliru dalam pengadaan barang. Artinya dia bukan garong anggaran & memperkaya diri.
Majelis Hakim memberi eind vonnis; Ariza Patria tidak bersalah. Vrijspraak. Bebas Murni.
Artinya JPU tidak bisa banding. Seandainya “Bebas Tidak Murni”, Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 masih bisa buru Ariza Patria di tingkat banding dan Kasasi.
Nyatanya Ariza Patria Bebas-Murni. Dia tidak bersalah. Justeru dia dinyatakan sebagai korban penzoliman.
Para-pihak yang sekarang nyerang Ariza Patria dengan issue 2005 dipastikan bersifat lebih dzolim dari rival politik yang dulu mendzoliminya. Mereka layak disebut “destructive syndicate”.
THE END