Anies dan Keadilan, Jokowi pun Akhirnya Akan Dukung Anies

Grafis Isa Ansori. Foto: tilik.id

Oleh: Isa Ansori *

semarak.co-Tidak ada yang ingin di setiap akhir kekuasaan lalu akan mengalami penistaan, cukuplah itu pernah terjadi di massa orde Lama dan orde Baru. Cerita getir dialami Presiden Soekarno diakhir massa kekuasaannya mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan ketika rezim Orde Lama ditumbangkan oleh rezim Orde Baru.

Bacaan Lainnya

Hal yang sama juga dialami Presiden Soeharto, ketika rezim ini runtuh oleh reformasi, Soeharto juga mengalami perlakuan yang sama seperti yang dia lakukan terhadap Soekarno. Akankah bangsa ini akan terus diwarnai oleh dendam kesumat di setiap pergantian rezim?

Reformasi tidaklah mengamanatkan seperti itu. Reformasi menghendaki adanya sistim negara yang berpihak pada kepentingan rakyat, Adil dan mensejahterakan rakyat. Demokrasi menjadi pilihan dengan sistim pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Pasca reformasi, demokrasi Indonesia mulai merangkak tumbuh dengan baik, sayangnya akibat amandemen, demokrasi yang tadinya kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat berubah menjadi kedaulatan ditangan partai, rakyat semakin ditinggalkan.

Demokrasi kita telah dibajak oleh para penumpang gelap reformasi yang berlindung dibalik partai politik, penguasa dan konglomerasi hitam. Bangsa ini mengalami pembelahan, akibat kong kalikong pejabat, politisi dan pengusaha busuk.

Para pengkhianat reformasi mendapatkan tempat, menikmati kekayaan negara dengan cara-cara kotor. Upaya menjerumuskan presiden Jokowi kearah menjadi presiden seumur hidup pun dimulai. Dalihnya pengunduran pemilu karena kita baru memulai recoveri ekonomi, butuh kestabilan politik.

Penundaan pemilu menjadi pilihan, mereka juga menyadari pengunduran pemilu, berkonsekwensi pada penambahan masa jabatan presiden. Ini jelas -jelas melanggar konstitusi. Logika yang berani dan menjungkirkan akal sehat, bahwa pelaksanaan pesta demokrasi menghambat investasi.

Tentu saja logika seperti ini hanya akan dimiliki oleh mereka yang selama ini bisa menikmati praktek-praktek kotor bernegara dan berbisnis yang memanfaatkan tangan-tangan kekuasaan. Hanya mereka yang culas dan kotor yang akan setuju dengan gagasan absurd seperti ini. Gagasan yang jelas-jelas melawan semangat reformasi.

Terlepas Jokowi tahu atau tidak, Jokowi tentu menyadari ada upaya untuk menyeretnya dalam agenda melawan tujuan reformasi. Sebagai anak kandung reformasi akankah Jokowi tergoda? Semua berpulang pada Jokowi, apakah beliau mau atau tidak?

Sebagai presiden tentu Jokowi juga tidak terlalu sempurna, ada banyak kekurangan-kekurangan yang dia miliki. Jokowi tentu berharap diakhir massa jabatannya, Jokowi bisa menikmati massa tuanya agar tenang dan damai.

Jokowi juga tidak ingin akibat kesalahannya ketika mengambil kebijakan lalu ada yang mempersoalkan. Jokowi pun juga tidak ingin apa yang dia sudah upayakan selama memimpin Indonesia lalu berhenti begitu saja. Jokowi butuh jaminan itu semua.

Terlebih 10 tahun terakhir di massa pemerintahan Jokowi, terkesan memarjinalkan Ummat Islam, padahal Ummat ini mayoritas, sehingga Jokowi bagi sebagian kalangan Islam dianggap orang yang anti Islam, berjarak dengan Islam. Tentu ini tidak menarik bagi keberlangsungan pemerintahan Jokowi. Jokowi butuh Ummat Islam.

Jokowi harus belajar dari kejatuhan rezim Orde Baru yang awalnya menjauh dari Islam, dan pada akhirnya Ummat Islam yang pemaaf inilah yang pada akhirnya bisa memahami berakhirnya Orde Baru. Jokowi harus mulai dekat dengan Ummat Islam dan merangkul semua.

Sebagai orang Jawa, Jokowi tentu paham apa yang menjadi filoasofi “mikul duwur, mendem jeruh”. Lalu siapa yang akan bisa menjamin kelangsungan program Jokowi? Jokowi tentu sangat paham watak oligarki dan pejabat korup, Jokowi tentu tidak ingin Indonesia terus menerus digerogoti penjarah dan penumpang gelap reformasi.

Jokowi tentu ingin menghentikan ini semua. Sebagai presiden Jokowi tentu berharap bahwa bangsa ini menjadi bangsa yang damai dan pemaaf dan bisa menjamin keberlangsungan pembangunan. Sebagai orang Jawa, Jokowi tentu sangat paham filosofi “Mikul dhuwur, mendem jeroh”, meninggikan jasa dan menyimpan aib.

Jokowi tentu berharap kepemimpinan yang akan datang sepeninggalnya dipimpin oleh mereka yang kuat, jujur, adil dan amanah. Bisa “mikul duwur mendem jeruh”, Sejalan dengan harapan itu Jokowi pun akan menentukan pilihannya siapa diantara calon-calon yang muncul yang sesuai dengan harapannya dan bisa menjaga Indonesia dengan baik.

Lalu siapakah dia? Sebagai orang yang sudah punya pengalaman memimpin Indonesia, tentu Jokowi tidak akan gegabah memilih siapa yang akan dia dukung sebagai Presiden Indonesia 2024. Jokowi tentu akan banyak menerima masukan dan pertimbangan dari banyak pihak, dan tentu saja Jokowi akan menggunakan hati nuraninya untuk menentukan dukungannya.

Sumber utama tentu suara rakyat akan menentukan keterpilihan seseorang menjadi presiden Indonesia. Suara rakyat itu akan terepresentasi melalui survey-survey yang kredibel dan jujur, Jokowi pasti tahu itu. Jokowi pasti juga paham siapa diantara mereka yang kuat menghadapi tekanan oligarki dan pejabat korup.

Nah berdasarkan hasil survey, Anies selalu menempati posisi teratas, setelah itu ada Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Anies sudah membuktikan prestasinya di Jakarta dan tentu itu membuat Jokowi bangga terhadap kinerja Anies. Data menunjukkan bahwa 79 % rakyat Jakarta puas terhadap kinerja Anies.

Lalu bagaimana dengan Ganjar? Kasus Wadas nampaknya membuat Jokowi harus berpikir ulang memberikan dukungannya kepada Ganjar. Ganjar terbukti ditolak oleh warga Wadas akibat kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Ganjarpun akhirnya terkapar di galian Wadas.

Tidak ada pilihan bagi Jokowi untuk tidak mendukung Anies, karena Anieslah yang sejatinya bisa memimpin dan menjaga Indonesia dengan baik. Anies sosok yang tenang, santun, tidak pendendam, mampu menghargai jasa para pendahulunya dan menghormati yang tua. Anies telah buktikan itu semua.

Pada akhirnya dengan kebersihan jiwa dan nurani Jokowi, Anieslah yang akan jadi pilihannya. Selamat datang Presiden yang mampu menyatukan Indonesia, presiden yang mikul dhuwur mendem jeroh, Anies Baswedan. Surabaya, 25 Februari 2022

“Virus” Anies nampaknya bukan lagi sekadar virus yang menjangkiti akal sehat rakyat Indonesia, “virus” Ini sudah menjadi pandemi. Virus tentang keadilan. Anies yang selalu tersenyum dan santun dalam berbicara, tiba-tiba menjadi tegas dan sangat menakutkan ketika bicara keadilan.

Anies tak akan berkompromi dengan apapun yang namanya merampas keadilan. Anies telah menjadi simbol “wong cilik” yang keadilannya terampas. Anies adalah keadilan. Karena Anies telah membuktikan bagaimana dia hadir memenuhi rasa keadilan masyarakat Jakarta.

Keadilan yang dihadirkan oleh Anies bukanlah basa-basi karena pencitraan. Keadilan ini dihadirkan karena Anies memang benar-benar tahu dan mengerti tentang makna keadilan. Dalam satu pidato yang disampaikan, sila kelima dari Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar bagi Indonesia.

Hal itu disampaikan Anies Baswedan saat menyampaikan pidatonya pada acara Pidato Kebudayaan dan Zulkifli Hasan pada Sabtu, 29 Januari 2022. Anies Baswedan menilai dari lima sila, saat ini sila pertama hingga keempat sudah berjalan dengan baik di Indonesia.

“Ada 5 Pancasila, 123 sudah jalan, 4 dan 5 masih…. dan memang yang ke 5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu lah PR terbesar kita,” ucapnya.

Anies sadar betul bahwa bangsa ini akan mudah diberaikan oleh kelompok-kelompok radikal sekuler dan radikal kiri, ketika bicara asal darimana kita. Anies memaknai bahwa bangsa ini penuh dengan kebhinekaan, penuh dengan keragaman. Kalau bicara asal usul maka kita akan terberai.

Maka Anies pun menawarkan tujuan berbangsa dan bernegara. Bagi Anies tujuan berbangsa dan bernegara adalah rakyat harus sejahtera dan damai sebagaimana di dalam pembukaan UUD 1945. Menurut Anies tak mungkin bangsa ini akan sejahtera kalau perasaan damai tak dihadirkan.

Tak mungkin juga kedamaian bisa didapatkan kalau masyarakat tidak mendapatkan keadilan. Bukankah dulu bangsa Indonesia melawan pemerintahan kolonial Belanda dan penjajah karena persoalan keadilan? Keadilan menjadi kunci kalau bangsa ini ingin damai dan sejahtera.

Anies Gubernur DKI Jakarta hadir dengan perilaku adilnya, rakyat Jakarta mendapatkan hak-haknya untuk diperlakukan dengan adil, Anies merawat kebhinekaan yang ada di Jakarta, Anies tak segan menyapa mereka.

Anies menghadirkan keadilan secara nyata dalam kehidupan masyarakat Jakarta, Anies bukan tipe pemimpin yang banyak janji lalu mengingkari. Anies juga bukan hanya mimpi, Anies tahu betul bagaimana mewujudkan keadilan dan bagaimana mewujudkan mimpi.

Anies punya kemampuan itu, karena memang Anies bekerja dengan konsep yang terukur dan konsisten dijalankan. Yang terbaru sebagai perilaku adil Anies di masyarakat Jakarta adalah ketika keputusan PTUN Jakarta memutuskan bahwa Pemprov DKI harus melakukan pengerukan Kali Mampang Jakarta, karena pendangkalan kali akan menyebabkan banjir.

Anies menjalankan keadilan dengan melaksanakan putusan PTUN. Anies banyak hadir ketika dibutuhkan rakyat Jakarta sebagai pemenuhan rasa keadilan. Bagaimana Anies memberikan IMB secara kolektif kepada warga Petamburan. Sejak zaman Orba sampai Ahok, mereka tak pernah mendapatkan rasa keadilannya.

Ada banyak contoh-contoh keadilan di Jakarta yang dihadirkan Anies. Anies adalah contoh pemimpin tidak basa-basi. Pemimpin yang memenuhi janji. Anies kini telah menjadi simbol perlawanan, Anies menjadi simbol keadilan bagi masyarakat tertindas, Anies adalah pemimpin yang lahir dari rahim rakyat.

Semoga ditahun 2024, bangsa Indonesia mendapatkan pemimpin yang bisa memenuhi rasa keadilan dan tidak basa basi, tidak banyak janji. Pemimpin yang konsisten mewujudkan janji, menghadirkan rasa keadilan.

*) penulis adalah Kolumnis

 

sumber: tilik.id/2022/02/23&25/ di WAGroup RELAWAN SOBAT ANIES JKT (postJumat25&26/2/2022/langkahanies)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *