AMMW ke-4 Soroti Penguatan Ekonomi Digital dan Inklusi Keuangan Bagi Perempuan di ASEAN

Tangkapan layar aplikasi video meeting Menteri PPPA Bintang Puspayoga (paling kiri yang atas) saat memimpin sidang utama AMMW yang salah satu keputusannya menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah AMMW ke-14 secara virtual melalui link zoom. Foto: humas PPPA

Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah pelaksana Pertemuan Tingkat Menteri Urusan Perempuan Negara-negara ASEAN (AMMW) ke-4. Pada sidang utama AMMW ke-4, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang bertindak sebagai Ketua AMMW periode 2021-2024 memimpin jalannya sidang utama.

semarak.co-Menteri Bintang menegaskan pentingnya meningkatkan ekonomi digital dan inklusi keuangan bagi perempuan untuk mendukung pemulihan ekonomi di negara-negara ASEAN pasca pandemi Covid-19.

Bacaan Lainnya

Di tengah upaya kita bersama untuk bangkit dalam pandemi Covid-19 global saat ini, kata Menteri PPPA Bintang, banyak hambatan yang menjadi pelajaran luar biasa, khususnya dalam hal kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Saat ini, kata dia, pemanfaatan ekonomi digital dan inklusi keuangan menjadi tren global untuk mencapai tujuan pembangunan baik di negara maju maupun berkembang. Karena itu, Pemerintah Indonesia menetapkan ekonomi digital dan inklusi keuangan sebagai tema AMMW ke-4 tahun ini.

“Saya percaya pertukaran informasi dan perkembangan progresif terkait tema ini akan mendukung upaya pemulihan ekonomi di wilayah ASEAN pasca Covid-19,” ungkap Menteri Bintang dalam Pertemuan Tingkat Menteri Urusan Perempuan Negara-negara ASEAN (AMMW) ke-4 secara hybrid berpusat di Jakarta (15/10/2021).

​Untuk memanfaatkan ekonomi digital, kata Bintang, perempuan perlu memaksimalkan peluang mereka dalam meningkatkan pemanfaatan teknologi dan aplikasi digital. Hal ini, berpotensi meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing perempuan, namun, faktanya partisipasi perempuan dalam ekonomi digital tergolong masih rendah karena kurangnya keterampilan dan literasi digital yang mereka miliki.

​“Rendahnya partisipasi perempuan dalam ekonomi digital, disebabkan karena adanya bias gender, kurangnya motivasi anak perempuan untuk mengambil pendidikan di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) serta kurangnya minat mereka pada teknologi digital,” ujarnya seperti dirilis humas di WA semarak.co, Sabtu (16/10).

Selain itu, adanya norma tradisional yang membuat perempuan memiliki waktu lebih sedikit untuk meningkatkan keterampilan, belajar dan mengadopsi teknologi baru. Karenanya, sangat penting meningkatkan kapasitas perempuan dan menanamkan Ekonomi Sosial atau Care Economy dalam membantu perempuan keluar dari norma tradisional tersebut.

​Menteri Bintang menambahkan penyebab lainnya yaitu keterbatasan bagi perempuan dalam mengakses teknologi digital. Rendahnya pendapatan perempuan dibanding laki-laki, memperkecil peluang mereka untuk dapat membeli smartphone dan membayar tagihan internet demi mengakses teknologi digital.

Sementara itu, kata dia, dalam hal inklusi keuangan, diketahui bahwa rata-rata indeks inklusi keuangan perempuan di negara-negara ASEAN, 51 persen lebih kecil dibanding indeks inklusi keuangan perempuan dunia yaitu 64,8 persen (Survei Global Findex, The World Bank Group, 2017).

“Hal ini menunjukan bahwa hanya 51 persen perempuan dewasa ASEAN yang memiliki akses ke produk dan layanan keuangan, dan hampir setengahnya tidak termasuk dalam infrastruktur keuangan formal,” terang Menteri PPPA Bintang.

Untuk menangani berbagai persoalan ini, Menteri Bintang menegaskan Pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap peningkatan kapasitas dan penciptaan lapangan kerja bagi perempuan pengusaha, khususnya selama masa pandemi Covid0-19.

Di antaranya melalui pelaksanaan rangkaian webinar bagi UMKM perempuan, baik terkait akses teknologi informasi (TI), bisnis online termasuk platform e-market, ekonomi digital, maupun pemasaran online.

​Melalui kerja sama dan sinergi dengan mitra terkait, pihaknya mendorong keberlanjutan usaha bagi perempuan UMKM, salah satunya dengan memproduksi alat pelindung diri (APD) sekaligus mengelola pendataan berkelanjutan bersama institusi lokal dan lembaga regional untuk memastikan tersedianya akses bantuan pemulihan ekonomi bagi perempuan UMKM.

“Pemerintah juga telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan pada Juni 2020, sebagai bentuk strategi nyata dalam memberdayakan inklusi keuangan perempuan,” ujar Menteri Bintang yang juga istri mantan Menteri koperasi (Menkop) dan UKM AAGN Puspayoga.

Ekonomi digital, nilai dia, sangatlah penting dalam meningkatkan inklusi keuangan di negara-negara ASEAN. “Strategi yang relevan dalam meningkatkan inklusi keuangan digital perempuan, harus dikoordinasikan dengan strategi digitalisasi yang lebih luas, dan menyentuh strategi inklusi keuangan di negara-negara ASEAN,” tuturnya.

Lebih lanjut, Menteri Bintang menekankan pentingnya mengintegrasikan pengarusutamaan gender dan perlindungan anak ke dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan di kawasan ASEAN, hal ini sejalan dengan strategi nasional Indonesia pada isu pemberdayaan perempuan dan perlidungan anak.

Pada kesempatan sama, Presiden Joko Widodo mengungkapkan ASEAN menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi digital yang sangat pesat, termasuk Indonesia dengan jumlah pengguna platform digital yang sangat besar.

“Di tengah pertumbuhan yang sangat cepat ini, kita harus menjamin pemanfaatannya yang inklusif. Kelompok perempuan harus memiliki kesetaraan akses pada platform digital, serta berperan maksimal mengambil manfaat dalam ekonomi digital,” ujar Joko Widodo dalam sambutannya.

Dilanjutkan Presiden, “Kesenjangan gender dalam ekonomi digital harus dipecahkan. Kesetaraan gender dalam ekonomi digital harus ditingkatkan. Tantangan ini harus menjadi perhatian kita bersama dari seluruh negara di ASEAN untuk mewujudkan ekonomi dan keuangan yang inklusif bagi perempuan.”

Presiden Joko Widodo menyampaikan Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam membangun keuangan yang inklusif, di antaranya melalui program Mekaar, program layanan pinjaman modal untuk perempuan pelaku usaha mikro dan usaha ultra mikro, serta meningkatkan akses pembiayaan perempuan UMKM melalui program Bank Wakaf Mikro, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Pengalaman tersebut, menunjukan bahwa akses perempuan menuju ekonomi digital memerlukan 3 (tiga) prasyarat dasar, pertama pemerataan infrastruktur digital, kedua literasi digital ketiga memperbanyak pelatihan-pelatihan dan pengembangan keterampilan perempuan dalam kewirausahaan.

Pertemuan AMMW ke-4 bukan saja menegaskan komitmen negara-negara ASEAN pada perlindungan dan pemberdayaan perempuan, nilai dia, tapi juga memperkokoh posisi perempuan ASEAN di era disrupsi teknologi dan perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat saat ini.

“Saya berharap forum ini bisa menjadi ajang untuk saling belajar, saling bertukar pengalaman melalui penguatan perempuan dan inklusi keuangan dalam digital untuk kemajuan perlindungan dan pemberdyaan perempuan di kawasan ASEAN,” pungkas Presiden.

Penyelenggaraan Pertemuan Tingkat Menteri Negara-negara ASEAN tentang Perempuan (AMMW) ke-4 terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang dilakukan sejak 5-15 Oktober 2021. Kemen PPPA sebagai Ketua Penyelenggara bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN, ACW, UNESCAP, Universitas Parahyangan.

Lalu MicroSave Consulting dan AWEN berhasil menggelar Side Events AMMW ke-4 dengan melibatkan 2.000 peserta webinar yang secara aktif membahas berbagai isu terkait ekonomi digital dan inklusi keuangan sebagai tema utama AMMW ke-4 tahun ini.

Hasil webinar tersebut menghasilkan sejumlah temuan utama dan rekomendasi untuk memetakan langkah selanjutnya guna mendorong dan mempercepat peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam ekonomi digital.

​Pertemuan AMMW ke-4, dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Dato Lim Jock Hoi; Ketua AMMW ke-3 dari Vietnam, Dao Ngoc Dung, Sekretaris Eksekutif UN ESCAP, Armida Alisjahbana, serta para Ketua Delegasi/Menteri perwakilan 10 negara ASEAN, yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia.

Ada juga Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam termasuk Indonesia yang menyampaikan kemajuan terkait program pemberdayaan dan perlindungan perempuan juga anak yang telah dilaksanakan di Negara masing-masing. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *