Oleh Frank Wawolangi *
semarak.co-Tanggal 20 Oktober 2022 kemarin, untuk ketiga kalinya Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Soebianto menemui Menhan Amerika Serikkat (AS) Lloyd J Austin di Gedung Pentagon, Washington DC.
Pada Bulan Juni 2022, Menhan Austin sempat bertemu dengan Menhan Prabowo di Singapura dan di Bahrain pada bulan November 2021. Terlihat dari pertemuan kemarin, tanda-tanda harapan AS agar Prabowo menjadi Presiden Indonesia selanjutnya menjadi semakin jelas.
Setelah sebelumnya pada tahun 2020, AS mencabut larangan kunjungan Prabowo ke AS dengan mengundang Prabowo tersebut ke Pentagon. Dalam pertemuan kemarin, kedua Menteri Pertahanan menyepakati beberapa hal.
Dimulai dari pandangan Indo-Pasifik yang lebih terhubung, sejahtera, aman, tangguh serta bebas dan terbuka, pentingnya kerja sama yang berkelanjutan di tengah dinamika keamanan regional yang semakin kompleks; dukungan AS terhadap modernisasi militer Indonesia dan untuk memperkuat interoperabilitas antara AS dan Indonesia.
Lalu mendorong profesionalisasi militer Indonesia dengan mengirim taruna untuk belajar dengan beasiswa di tiga akademi militer AS; dan kerja sama pertahanan AS-Indonesia, termasuk perluasan “Super” Garuda Shield, latihan militer yang selama ini dilakukan antara kedua negara.
Namun, mengapa pertemuan itu harus dilakukan sekarang? Pertemuan ini sebenarnya merupakan kode keras AS untuk mendukung Menhan Prabowo yang kembali mencalonkan diri pada Pemilu Presiden Indonesia 2024.
Sudah bukan rahasia umum, AS sejak dipimpin Presiden Joe Biden, cenderung kehilangan dominasinya di beberapa negara. Ambil contohnya, hubungan AS dengan Saudi dan Prancis sejak kepemimpinan Biden menjadi kurang harmonis. Padahal kedua negara tersebut selama ini sangat mesra dengan AS.
Alasan mendesak yang terutama adalah: AS memerlukan “mitra strategis” yang berkomitmen dengan stabilitas regional (Indo-Pasifik) dan memiliki kemampuan diplomasi yang lebih “cair” untuk menghadapi dominasi China. Dan Prabowo merupakan sosok yang tepat memimpin Indonesia agar China tidak terlalu dominan di Asia Tenggara.
Langkah AS ini diambil untuk mempersiapkan kondisi setelah China baru saja melaksanakan Kongres Nasional PKC pada tanggal Oktober 2022 yang menetapkan Xi Jinping kembali menjadi Sekjen PKC. Penetapan tersebut hanya tinggal menunggu waktu pada tahun 2023 dimana Xi Jinping akan kembali menjadi Presiden China periode ketiga.
Dalam pidato di Kongres Nasional PKC, Xi Jinping kembali menyindir AS yang ingin mengganggu rencana China terhadap Taiwan. Dimana Xi bersumpah untuk tidak segan-segan menggunakan kekuatan militernya, apabila hal tersebut diperlukan.
Invasi Russia ke Ukraina tahun 2022 seakan-akan memperingatkan AS bahwa China pun dapat melakukan hal yang sama terhadap Taiwan. Sedangkan “sekutu” AS di Asia yang dapat diandalkan tinggal Korea Selatan yang juga disibukkan dengan provokasi Korea Utara.
Jepang yang selama ini menjadi andalan AS untuk “menjaga” Asia Tenggara sedang sakit keras. Sektor Industri Jepang sangat terpukul dengan kondisi global saat ini dimana nilai yen terus melemah hari demi hari. Dalam kondisi terjepit, AS terpesona melihat Prabowo.
“Pesona” tersebut terlihat jelas ketika Menhan Prabowo berpidato di Singapura pada bulan Juni 2022. Pidato yang dipuji oleh China, Singapura dan AS pada saat itu menunjukkan bahwa Prabowo mampu menjadi “pemimpin” Asia Tenggara yang luwes terhadap dominasi China atau AS.
Pidato tersebut dinilai oleh berbagai kalangan akademisi internasional sebagai pidato yang mengingatkan kembali semangat KAA yang anti kolonialisme bagi negara-negara yang selama ini ditekan oleh kekuatan besar dunia.
Anehnya baik China maupun AS yang selama ini dianggap negara besar dan dominan justru memandang positif pidato Prabowo. Terpukau dengan pidato Prabowo, AS sepertinya terbujuk untuk menginginkan adanya sosok senior yang “bijaksana” untuk memimpin Indonesia dan secara otomatis Asia Tenggara.
Indonesia merupakan negara besar di Asia Tenggara. Kemanapun Indonesia bergerak, negara Asia Tenggara lainnya secara pragmatis akan mengikuti langkah Indonesia. Oleh karena itu Indonesia perlu dipimpin oleh pemimpin yang bijak menyikapi konflik global.
AS tidak ingin Indonesia dipimpin oleh orang yang berjiwa “koboi” atau “pesolek”. Bahasa Inggrisnya “shorttemper” atau “media darling”. Itulah mengapa Mahatir Muhamad pun kembali didorong untuk memimpin Malaysia pada usia 97 tahun.
Hal tersebut dipercaya AS bahwa pemimpin yang lebih senior dapat lebih berkomunikasi secara konstruktif namun tegas dengan China yang dipimpin oleh Xi Jinping. Meski tidak sesenior Mahatir dan Biden (79 tahun), karakter Prabowo memang unik dan tepat. Prabowo terkenal nasionalis dan proteksionis.
Meski keras ideologinya, namun Prabowo mampu melakukan manuver politik yang membuat para pihak yang bersitegang menerima dengan lapang dada. Hal tersebut dapat dilihat ketika Menhan Prabowo memilih Pesawat Tempur buatan Perancis.
Baik AS, China dan Russia pun tidak tersinggung. Bahkan kongres AS makin kesemsem dengan Prabowo dengan menawari jet tempur canggih F15 dan alutsista lainnya. Sehingga, pertemuan Menhan Prabowo dengan Menhan Austin kemarin menjadi suatu pertanda atau kode keras dari AS untuk China.
Bahwa AS mendukung Prabowo menjadi Presiden RI pada tahun 2024. AS tertarik dengan pendekatan Prabowo ketika berpidato di Singapura tersebut. Dimana negara-negara Asia percaya pada kepemimpinan yang bijaksana karena mereka adalah yang paling terpengaruh oleh kekuatan besar.
Pengalaman dijajah membuat negara-negara Asia mencari cara kolektif untuk menciptakan lingkungan yang ramah dengan mengedepankan dialog dan komunikasi antar negara. Maka ketika Prabowo menjadi Presiden RI, China harus lebih berhati-hati dalam mendominasi issue strategis di Asia Tenggara.
Klaim China atas Laut China Selatan contohnya. Issue yang selama ini membuat geram negara-negara Asia Tenggara ketika bernegosiasi dengan China, tentu akan berbeda jika Prabowo Soebianto Presiden RI. Selain itu kepemimpinan Prabowo juga diharapkan dapat menurunkan tensi di zona Indo-Pasifik paska didirikannya AUKUS.
Itulah beberapa alasan logis mengapa AS mendukung Prabowo menjadi Presiden Indonesia. AS tidak memiliki pilihan lain selain membangunkan “Macan Asia” yang selama ini tidur, untuk membantunya menghadang dominasi China di Indo Pasifik.
*) penulis lepas
sumber: ANIS BS YA KAMI SEMUANYA (postSenin24/10/2022/madesutisna)