Senat Amerika Serikat (AS) mengeluarkan undang-undang pada hari Kamis (25/6/2020) yang akan menjatuhkan sanksi wajib pada orang-orang atau perusahaan yang mendukung upaya China untuk membatasi otonomi Hong Kong dan mendorong kembali undang-undang keamanan baru Beijing untuk kota itu.
semarak.co– Langkah itu juga termasuk sanksi sekunder terhadap bank yang melakukan bisnis dengan siapa pun yang ditemukan mendukung setiap tindakan keras terhadap otonomi wilayah. Sanksi itu juga akan memutuskan kerja sama dengan mitra AS dan membatasi akses ke transaksi dolar AS.
Undang-Undang Otonomi Hong Kong disahkan dengan suara bulat oleh Senat AS. Undang-Undang tersebut harus melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan ditandatangani Presiden AS Donald Trump.
Senator Demokrat Chris Van Hollen mengatakan undang-undang itu akan mengirim pesan yang jelas ke Beijing bahwa akan ada konsekuensi jika bertindak untuk melemahkan otonomi Hong Kong. “RUU sanksi Hong Kong hampir disahkan pekan lalu, kata Van Hollen yang jadi sponsor utama.
RUU sanksi Hong Kong tidak jadi disahkan pekan lalu karena ada permintaan dari pemerintahan Trump untuk melakukan koreksi teknis atas RUU itu. Penundaan tersebut menggarisbawahi rumitnya pengesahan undang-undang tersebut karena pemerintahan Donald Trump mengejar kesepakatan perdagangan.
Disamping itu AS dan China bersaing untuk mendapatkan pengaruh internasional. Hubungan AS-China telah memburuk sejak pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19, yang dimulai di China, kemudian melanda AS.
Undang-undang keamanan Cina mendorong Trump untuk memulai proses menghilangkan perlakuan ekonomi khusus yang memungkinkan Hong Kong tetap menjadi pusat keuangan global. Senat juga mengeluarkan resolusi, yang diinisiasi oleh Hawley, mengutuk hukum keamanan yang diusulkan Beijing.
Kongres telah mendorong AS untuk bereaksi tegas terhadap segala tindakan keras di Hong Kong. “Ini bisa menjadi kesempatan terakhir kami sebelum Beijing menghancurkan kebebasan di Hong Kong,” kata Senator Republik Josh Hawley.
Aktivis demokrasi Hong Kong Joshua Wong yakin bahwa dia akan menjadi target utama langkah Beijing untuk memberlakukan undang-undang baru keamanan nasional di kota yang dikuasai China itu. Menurut para kritikus, undang-undang baru keamanan nasional itu akan menghancurkan kebebasan yang sangat didambakan di Hong Kong.
Undang-undang itu bertujuan untuk mengatasi separatisme, subversi, terorisme, dan kolusi dengan kekuatan asing, meskipun tidak jelas kegiatan apa yang dianggap mengarah pada kejahatan semacam itu dan hukuman apa yang akan dijatuhkan.
Wong telah mengumpulkan dukungan untuk gerakan prodemokrasi di luar negeri, bertemu para politisi dari Amerika Serikat, Eropa dan di negara lain. Aksi Wong memicu kemarahan Beijing, yang mengatakan ia adalah “tangan hitam” pasukan asing.
“Saya mungkin akan menjadi target utama undang-undang baru keamanan nasional. Namun, yang membuat saya takut bukanlah potensi pemenjaraan saya, tetapi kenyataan suram bahwa undang-undang baru akan menjadi ancaman bagi masa depan Hong Kong dan bukan hanya kehidupan pribadi saya,” kata Wong kepada Reuters, Jumat (26/6/2020).
Wong menambahka lagi, “Jurnalis, kelompok hak asasi manusia, LSM, dan ekspatriat mungkin menjadi mangsa undang-undang baru itu karena semua suara yang berseberangan (dengan pemerintah China) dapat dituduh menghasut subversi, seperti situasi di China.”
Rancangan undang-undang keamanan nasional tersebut telah membuat waspada pemerintah asing dan aktivis demokrasi Hong Kong, yang khawatir bahwa Beijing sedang mengikis tingkat otonomi yang tinggi yang diberikan kepada kota bekas jajahan Inggris itu. Hong Kong dikembalikan Inggris kepada pemerintahan China pada 1997.
China mengatakan undang-undang keamanan nasional hanya akan menargetkan sekelompok kecil pengacau, dan orang-orang yang mematuhi undang-undang tidak memiliki alasan untuk khawatir.
Badan utama China pembuat keputusan telah menjadwalkan pertemuan pada 28-30 Juni dan undang-undang keamanan nasional diperkirakan akan diberlakukan pada saat itu. UU tersebut akan membuka jalan bagi perubahan terbesar terhadap cara hidup di Hong Kong sejak penyerahan kota itu pada 1997.
Joshua Wong (23), salah satu wajah yang paling dikenal secara global dalam gerakan demokrasi Hong Kong, memulai kegiatannya di sekolah menengah ketika ia memimpin aksi mogok makan melawan sistem pendidikan nasional.
Wong kemudian menjadi salah satu pemimpin aksi protes untuk Gerakan Payung (Umbrella Movement) prodemokrasi 2014. “Saya meminta masyarakat dunia untuk berdampingan dengan Hong Kong dan mendesak China untuk menarik kembali undang-undang yang jahat ini,” kata Wong. (net/smr)