Aksi Tolak UU Omnibus Law Berlanjut, Menaker Bantah Soal Penghapusan UMK

Menaker Ida Fauziyah. Foto: beritasatu.com

Buruh PT Pratama Abadi Industri di Tangerang, Banten, melanjutkan aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja dengan melakukan orasi di depan pabrik, Rabu (7/10/2020). Buruh menggelar orasi mengecam disahkannya UU Omnibus Law (Cipta Kerja) untuk ditetapkan dalam Paripurna DPR, besok Kamis (8/10/2020).

semarak.co– Ratusan buruh menyuarakan aspirasinya dan terlihat sangat kecewa atas kesepakatan DPR RI dengan pemerintah dua hari lalu. Kegiatan ini dilakukan pagi hari pukul 07.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB saja, siangnya mereka kembali masuk kerja.

Bacaan Lainnya

Ketua PUKS SPSI PT Pratama Abadi Industri Efendi menerangkan, ada 9 poin yang jadi tuntutan ke pemerintah. Salah satunya cuti karyawan. Kemudian setiap istirahat dibatasin hanya 1 jam, termasuk hari Jumat dimana ada ibadah sholat bagi buruh beragama Islam.

“Prinsip dasarnya, yang kerja dibayar, yang tidak kerja tidak dibayar. Contohnya cuti hamil, cuti haid, karyawan sakit, itu semua yang menjadi haknya. Contoh lain, karyawan menyunatkan anak, membatiskan anak, kita melakukan ibadah menurut agama juga tidak dibayar,” ujar Efendi di sela aksi, Rabu (7/10/2020).

Upah Minimum Kota (UMK) Kabupaten akan dihapuskan, lalu pesangon yang dikurangi. “Yang harusnya 32 kali upah, sekarang 25 kali upah. Dimana 19 dari perusahaan, sisanya dibebankan ke pemerintah,” keluhnya.

Ini nantinya seperti ping pong, lanjut Efendi, Karena pemerintah kondisinya biasa berubah-ubah. Apa yang bisa kita pegang? Secara hukum apa yang bisa kita dapatkan.

Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia telah melampaui batas sehingga anak-anak bangsa tidak kebagian untuk bekerja di negeri sendiri. “Yang jelas pengangguran lebih banyak, selain itu ada outsourching seumur hidup. Ini artinya perusahaan bebas memutus dan mengontrak pekerja dengan seenak jidat,” kecamnya.

Anak para pejabat pun tidak sepenuhnya menjadi pejabat mengikuti orangtuanya, lanjut dia, karena banyak juga anak pejabat yang bekerja di pabrik. “Iya anak cucu mereka juga akan berdampak. Jadi sekarang dewan sudah tidak jelas arah dan tujuannya. Jadi ini untuk kepentingan siapa?,” sindirnya.

Di mana pun aksi muncul pada isi dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diprotes masyarakat, karena dihapuskannya upah minimum kabupaten/kota (UMK). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah meluruskan.

“Kalau memang ada beberapa perubahan dalam aturan skema pengupahan di Omnibus Law Cipta Kerja. Namun ketentuan UMK tetap masih berlaku. Ada penegasan dalam variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.

Selain itu juga ketentuan upah minimum kabupaten kota tetap dipertahankan. UU Cipta Kerja justru memberikan kepastian dalam skema pengupahan, lanjut Ida, salah satunya terkait penangguhan upah oleh perusahaan lalu pengupahan di sektor UMKM.

Dengan adanya kejelasan dalam konsep upah minimum di UU Cipta Kerja, kutip Ida, menghapus ketentuan penangguhan pembayaran upah minimum yang tidak diatur di UU Ketenagakerjaan.

“Ini dalam rangka memperkuat perlindungan upah dan tingkatkan sektor UMKM. UU Cipta Kerja juga mengatur ketentuan upah bagi sektor UMKM,” ujar Ida dalam keterangannya, Rabu (7/10/2020).

Pasal-pasal yang ada di UU Cipta Kerja, nilai dia, justru melengkapi dan lebih menjamin skema pengupahan dari sisi pekerja. “UU Cipta Kerja juga tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 maupun PP Nomor 78 Tahun 2015,” ucap Ida. (net/pos/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *