Aksi Protes RUU Ekstradisi Warga Hong Kong Oleh Tiongkok Berlanjut

Penguasa Hong Kong menyeru semua pihak agar tenang menjelang pawai pro-demokrasi tahunan, Senin (1/7/2019) di tengah kemarahan meluas terkait dengan rancangan undang-undangan (RUU) ekstradisi warga Hong Kong oleh Tiongkok.

Orang-orang yang akan turun ke jalan diperkirakan dalam jumlah besar setelah protes-protes bulan ini menentang proposal tersebut. Lebih satu juta orang berunjuk rasa beberapa kali selama tiga pekan belakangan untuk menunjukkan kemarahan dan rasa frustrasi mereka kepada pemimpin Hong Kong dukungan Beijing Carrie Lam.

Aksi tersebut memperlihatkan tantangan terbesar dari rakyat kepada pemimpin China Xi Jinping sejak ia naik ke tampuk kekuasaan tahun 2012. China juga sedang menghadapi perang dagang dengan Washington, ekonomi yang goyah dan ketegangan di Laut China Selatan.

Penyerahan Hong Kong, bekas koloni Inggris kepada Beijing tahun 1997, diperingati tiap tahun dan beberapa tahun belakangan ditandai dengan kesedihan yang mendalam. Para warga Hong Kong melihat aksi-aksi unjuk rasa berkali-kali diadakan menentang kendali China Daratan.

Pada 12 Juni, warga Hong Kong turun ke jalan-jalan mengadakan aksi protes terhadap rancangan undang-undang yang mengizinkan orang-orang dikirim ke daratan China untuk diadili.

Demonstrasi itu memicu polisi menembakkan gas air mata dan peluru-peluru karet dekat jantung pusat keuangan Hong Kong. Asap-asap membubung di antara gedung-gedung pencakar langit tertinggi di dunia di kota itu.

Sekretaris Ketua Hong Kong Matthew Cheung menyerukan semu pihak agar tenang menjelang pawai Senin dan mengatakan di blognya pada Ahad bahwa pemerintah sudah belajar dari kesalahan-kesalahannya.

“Sangat penting untuk memulihkan ketertiban dan ketenangan sosial sesegera mungkin, menstabilkan lingkungan bisnis dan membawa Hong Kong kembali ke jalurnya,” kata Cheung.

Lam, yang meminta maaf atas pergolakan tersebut, tak terlihat di depan publik sejak 18 Juni, menangguhkan RUU Ekstradisi itu setelah protes-protes yang sangat ricuh dan terbesar di Hong Kong terjadi dalam beberapa dekade, tetapi tidak memenuhi tuntutan untuk membatalkannya.

Para pegiat juga menuntut pemerintah membatalkan semua tuduhan terhadap mereka yang ditangkap dalam protes-protes, menuduh polisi bertindak berlebihan dan menghentikan sebutan demonstrasi sebagai huru-hara, yang dapat menyebabkan mereka yang ditangkap dijatuhi hukuman penjara lebih berat.

Tetapi dalam aksi mendukung polisi, ribuan orang berkumpul di tengah hujan deras dan panas terik, sebagian mengibarkan bendera China dan menyelenggarakan upacara mengheningkan cipta. Polisi memperkirakan 53 ribu orang mengikuti pawai pada Minggu (30/6/2019).

Ribuan demonstran berbaris dalam sebuah aksi yang menandai penyerahan Hong Kong dari Inggris ke pemerintah Tiongkok, di Hong Kong, Senin (7/1/2019) berujung bentrok dengan aparat keamanan.

Seperti diketahui, kota semi otonom itu diguncang demonstrasi bersejarah selama sebulan terakhir. Di mana para demonstran menuntut penarikan RUU yang akan memungkinkan ekstradisi warganya ke daratan Tiongkok.

Ketegangan terjadi di Pusat Konvensi dan Pameran Hong Kong ketika upacara resmi untuk merayakan pindahnya kedaulatan ke Tiongkok berlangsung. Ratusan pengunjuk rasa bertopeng yang kebanyakan adalah generasi muda, berpakaian hitam dan menggunakan helm keselamatan serta kacamata, menguasai tiga jalan utama di Hong Kong.

Beberapa orang bahkan memasang penghalang logam dan plastik untuk menutup jalan. Barisan polisi anti huru hara dengan helm dan perisai menghadapi demonstran di Harcourt Road dan beberapa jalan sekitar.

Seseorang mengatakan pada the Guardian, ia terkena semprotan merica oleh polisi di pagi hari saat ia berada di antara ratusan demonstran yang maju menuju garis polisi. Teman-temannya mengoleskan air ke kulitnya yang merah dan masih sakit.

“Kami beruntung tidak terluka serius karena polisi menggunakan tongkat untuk memukul. Kami melindungi diri kami dengan payung,” katanya.

Di Lung Wo Road, beberapa demonstran menggali batu bata dan membangung barikade sementara dari pagar besi di pinggir jalan. Meskipun Hong Kong dikembalikan dari pemerintahan Inggris ke Tiongkok pada 1 Juli 1997, Hong Kong masih dikelola secara terpisah di bawah pengaturan yang dikenal sebagai satu negara, dua sistem.

Kota ini menikmati hak dan kebebasan yang tidak terlihat di daratan otokratis itu, tapi banyak warga khawatir Beijing sudah mengingkari perjanjian itu. Pada Senin pagi, pemerintah mengumumkan upacara pengibaran bendera yang biasa dilakukan di depan pelabuhan kota, dipindahkan ke dalam ruangan. Keputusan itu diambil kemungkinan untuk menghindari kerusuhan di luar. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *