Air Mata dan Nyawa Rakyat Jelata

Dosen UNK dan pengamat politik Ubedillah Badrun. foto: internet

Oleh Ubedilah Badrun *)

semarak.co-Di tengah hiruk-pikuk Pemilu 2024 yang penuh gimmick dan dramaturgi ada baiknya beri ruang dan sedikit waktu untuk merenung. Sebab sesunguhnya merenung adalah jendela batin untuk memetakan problem, anomali dan paradox dalam kehidupan sosial kita, dalam kehidupan kebangsaan kita.

Bacaan Lainnya

Ada banyak problem sosial yang menggambarkan fenomena paradox, misalnya ada entitas sosial yang serba kecukupan dan berlebihan, di saat yang sama ada entitas sosial lainya yang hidup serba kekurangan. Dalam situasi itu kita memerlukan kepekaan untuk merespon dan peduli, apalagi ketika institusi negara telah abai terhadap mereka yang menderita, mereka yang kesepian.

Derita dan Kematian dalam Sepi

Hidup dalam situasi sosial ekonomi yang terbatas, bukan karena tidak mau bekerja tetapi karena pekerjaan tak bisa memberi kesejahteraan, bahkan seringkali diputus sepihak oleh mereka yang berkuasa. Tidak lagi berada dalam keramaian bisingnya mesin pabrik, dan hiruk pikuk para pekerja, dia telah menjadi sepi. Seperti tIdak ada lagi harapan.

Tak ada tempat sesama untuk bergantung. Baik kepada keluarga, atau saudara yang kondisinya ternyata juga tak jauh berbeda. Tidak ada jalan lain kecuali jalan sunyi, sepi dan air mata. Dalam situasi beban ekonomi yang berat dan hidup sosial yang sepi, seringkali menjadi faktor untuk memilih jalan pintas mengakhiri hidup atau bunuh diri.

Tidak banyak di antara kita yang membuka ruang batin untuk melihat data dan fakta sosial tentang semakin banyaknya masyarakat yang memilih mengakhiri hidup secara tragis itu. Faktanya data angka bunuh diri di Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini jumlahnya melonjak naik sangat drastis.

Pada tahun 2021 ada 629 kasus bunuh diri, tahun 2022 terdapat 902 kasus bunuh diri, dan tahun 2023 ada 1.214 kasus bunuh diri (Puskinas Polri, 2023). Grafiknya naik. Mayoritas kasus bunuh diri dilakukan karena beban ekonomi yang berat.

Fakta Menyayat Hati

Mungkin anda dan kita semua masih ingat dengan Kristianto Billy (27 tahun), pemuda Kasongan-Kalimantan Tengah yang gantung diri di kamar rumahnya pada malam (2022), dua tahun setelah rame-rame UU Omnibus Law Ciptaker diprotes dan disahkan secara terburu-buru oleh DPR saat itu (2020).

Kisahnya mengiris hati sebab dia bunuh diri karena tidak terima dirinya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau diberhentikan dari pekerjaannya secara sepihak. Padahal pagi harinya baru saja dia bercerita kepada pamannya tentang kondisi ekonominya yang berat karena telah di PHK.

Sehari kemudian di daerah dan tahun yang sama, kisah menyayat hati itu terjadi lagi, namanya Leno B Jinu (49 tahun) yang setiap pagi bekerja menjala ikan ditemukan gantung diri dipinggir sungai. Ia bunuh diri ditengah kondisi ekonominya yang sulit sembari merawat istrinya yang terkena kanker kista.

Tragedi bunuh diri juga terjadi lagi, kali ini satu keluarga di Malang, Jawa Timur terjadi pada 2023. Dalam insiden tersebut, seorang ayah tewas bersama istri dan satu anaknya yang berusia 13 tahun.

Sebelum mengakhiri hidup, sang Ayah yang menghadapi masalah ekonomi dan banyak utang menulis pesan, “Kakak jaga diri. Papa, mama, adik pergi dulu. Nurut uti, kung, tante, dan om. Belajar yang baik. Love you kakak,” pesan sang Ayah bernama Wahab kepada anak pertamanya yang masih hidup, dengan derai air mata sang anak membacanya.

Tragedi kematian keluarga terjadi kembali. Empat anak usia dini di sebuah rumah kontrakan yang terletak di Gang Roman, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Desember 2023 juga telah meninggalkan duka mendalam.

Bermula ketika sang Ayah (P) dan istrinya (D) tidak lagi bekerja, hingga mengalami problem ekonomi serius. Sejak itu, sejumlah permasalahan muncul hingga berujung kematian 4 anaknya yang berusia 6 tahun,4 tahun ,3 tahun dan 1 tahun. Beban ekonomi yang berat dan problem keluarga membuatnya kehilangan rasionalitas hingga mengakhiri hidup anak – anaknya yang masih balita.

Awal Januari 2024, MJ (31), warga Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ditemukan gantung diri tepat di tempat pencucian mobil sekitar pukul 07.00 WIB. Anak muda itu diketahui baru saja sehari bekerja di bengkel cucian mobil (car wash) di Kota Jambi. DIa bunuh diri karena beban ekonomi yang juga berat disusul kemudian masalah rumah tangganya.

Faktor Ekonomi dan Tiadanya Solidaritas Organik

Sosiolog Emile Durkheim (1858-1917) dalam bukunya berjudul Suicide (1897) mengemukakan bahwa salah satu tipe bunuh diri adalah bunuh diri Anomik, yaitu suatu praktik bunuh diri akibat kegagalan pembangunan ekonomi dan pembagian kerja yang tak mampu menghasilkan solidaritas organik.

Kesenjangan sosial ekonomi yang tinggi antara kaya dan miskin, banyaknya kelompok ekonomi rentan dan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku, oleh Emile Durkheim (1897) keadaan ini disebut anomie. Dari keadaan anomie inilah muncul segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah tindakan bunuh diri.

Faktanya di Indonesia, kesenjangan sosial ekonomi masih terus menganga, kelas menengah rentan (aspiring middle class) angkanya mencapai lebih dari 115 juta (World Bank, 2023). Secara sistemik ini bisa dilihat sebagai fakta persoalan serius pembangunan di Indonesia.

Situasi rentan ini dampak sosialnya sampai ke ranah psikologi sosial yang berat di derita masyarakat. Ada penderitaan sosial ekonomi yang berat yang menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya.

Episode Besar dan Air Mata Darah

Kisah tragis Kristisnto Billy dan Leno B Jinu di Kalimantan, keluarga Wahab di Malang, Keluarga Panca di Jakarta Selatan, kisah MJ di Jambi dan kisah derita lainya yang tak bisa diceritakan, adalah air mata dan nyawa rakyat jelata yang menjerit ditengah keramaian elit berebut kekuasaan, keramaian elit mengabaikan moralitas dan konstitusi.

Bahkan ada yang berpesta menumpuk kekayaan karena privilage sebagai keluarga penguasa. Ya..Air Mata dan Nyawa  Rakyat Jelata masih sering diabaikan dalam hiruk pikuk politik. Rakyat jelata masih terus menjerit berharap ada episode besar yang membawanya pada kemakmuran. Di manakah tuan episode besar itu? Apakah harus menunggu air mata darah kembali menetes? ….

*) Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

 

sumber: fnn.co.id, Senin, 29 Januari 2024 17:48:39 di WAGroup DKI JAKARTA FORNAS (postSelasa30/1/2024/deasynarulita)

Pos terkait