PT Adhi Karya (Adhi) mengklaim proyek pembangunan kereta api ringan atau Light Rapid Transit (LRT) tahap I secara keseluruhan mencapai 17%. Progres proyek tersebut meliputi relasi Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, dan Cawang-Dukuh Atas. Tahun ini kontraktor pelat merah ini masih mengerjakan struktur lintasan dari LRT. Selain itu, perseroan tahun ini juga akan membangun sistem persinyalan LRT.
Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengatakan, untuk dari Cibubur-Cawang sudah 37%, Bekasi Timur-Cawang 17%, Cawang-Dukuh Atas 3%. Jadi secara akumulitif 17%. Tahun depan fokus struktur, item track box, railway system isinya power supply, telecommunication system, signal system. Tahun ini, pihaknya, mulai masuk ke track works dan railway system.
Railway system akan memakan waktu banyak dan biaya besar karena menyangkut kelistrikan, sistem telekomunikasi, scada, persinyalan, dan platform screen doors. Meski belum mencapai seperlima pembangunan, Budi optimis proyek LRT tahap I akan selesai akhir Desember 2018 dan akan diuji coba 3 sampai 4 bulan.
Seperti diketahui, pembangunan LRT sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Kereta Api Ringan atau Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Dalam aturan itu disebutkan bahwa PT Adhi Karya Tbk ditunjuk sebagai badan usaha yang akan membangun prasarana LRT.
Untuk tahap pertama pembangunan LRT, nilai investasi ditaksir sekitar Rp 11,9 triliun atau separuh dari total proyek LRT yang dibangun Adhi Karya, yakni Rp 21,7 triliun. Pada tahap pertama pembangunan LRT mencakup tiga trase, yaitu Cibubur-Cawang sepanjang 13,7 kilometer, Cawang-Dukuh Atas sepanjang 10,5 kilometer (Tahap I A) dan Bekasi Timur-Cawang sepanjang 17,9 kilometer (Tahap I B).
“Saat ini perseroan masih menyelesaikan terkait lahan milik warga seluas 5 hektar di Bekasi Timur. Pembebasan lahan di Bekasi Timur akan dilakukan secepatnya dengan rapat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Badan Pengawas Keuangan (BPK), dan Kementerian Perhubungan. Lahan tersebut akan dibangun perseroan untuk Depo kereta LRT. Tinggal untuk Depo. Rencananya hari Senin ada rapat dengan Pemprov Jabar untuk finalisasi pembebasan itu. Diharapkan akhir bulan ini udah selesai,” ujar Budi saat mendampingi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di lokasi proyek LRT, kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (4/8).
Pemerintah dan Adhi Karya langsung menyiapkan perencanaan pembangunan tahap kedua. Tim Adhi Karya tengah mendesain proyek LRT tahap kedua pada lintasan Cibubur – Bogor. Menurut Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017, Adhi Karya memang ditugaskan untuk pembangunan LRT Jabodebek.
“Saat ini survei untuk penggambaran trase mulai dilakukan dan ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Tahap dua kita coba parallel. Dana untuk pembebasan lahan juga tidak menjadi kendala yang signifikan lagi. Hanya saja kendalanya yakni pembangunan depo untuk daerah Bekasi Timur yang masih membutuhkan proses finalisasi lahan,” ujarnya.
Direktur Operasi Adhi Karya Pundjung menggambarkan garis sempadan jalan masih luas untuk rencana lintasan Cibubur – Bogor sehingga berpotensi untuk membangun jalur di tanah, tidak melayang. Alhasil, akan terjadi pengurangan biaya untuk pembangunan konstruksi.
“Pembangunan tahap kedua rencananya akan diprioritaskan untuk lintasan pelayanan Cibubur – Bogor sepanjang 25 kilometer dengan 3 stasiun. Selain itu, akan dibangun juga lintasan pelayanan Dukuh Atas – Senayan sepanjang 7,8 kilometer dengan 3 stasiun, dan lintasan pelayanan Palmerah – Grogol sepanjang 5,7 kilometer dengan 3 stasiun,” rinci Pundjung.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan LRT bisa menampung lebih dari 400 ribu penumpang. Ini naik dari asumsi sebelumnya 250 ribu dengan menggunakan fix block dari awal penggunaan sistem persinyalan moving block yang dipilih pemerintah jumlah kapasitas penumpang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan struktur pendanaan kereta ringan Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek) yang minim menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah menarik minat perusahaan investasi asal Amerika Serikat Blackrock untuk ikut menanamkan modal.
“Struktur pendanaan proyek tersebut menarik berkat perhitungan matang dengan tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) yang tinggi. Saya ingin menginformasikan, Blackrock saja, salah satu manajer keuangan dunia yang punya kapitalisasi 5 triliun dolar AS itu sudah ingin masuk sini, ingin membiayai proyek ini. Karena ini sangat menarik,” katanya.
Mantan Menko Polhukam itu menuturkan struktur pendanaan dengan IRR tinggi itu diperoleh dari penggunaan teknologi persinyalan “moving block” yang memungkinkan rangkaian kereta bisa mengangkut lebih banyak penumpang. Ia bahkan menyebut hitungan penambahan penumpang dapat menghemat biaya total hingga Rp6 triliun.
Fixed block yang diubah menjadi moving block itu menambah penumpang dari 260 ribuan per hari menjadi 475 ribu orang per hari. Akibatnya penghematan dilakukan di sana sini oleh tim, maka tim ini saya lihat bisa hemat Rp6 triliun,” ujarnya.
Efisiensi yang ada, juga dinilai membuat proyek tersebut sangat komersial ditambah dengan keterlibatan bank komersial dan jaminan pemerintah. Kendati demikian, Luhut mengaku Blackrock masih mengkaji untuk masuk dalam pembiayaan proyek tersebut. Ia pun mengatakan perusahaan itu bisa masuk ke proyek mana saja karena itu artinya pemerintah bisa mengurangi proyek-proyek yang menggunakan anggaran negara.
“Mereka sih (masuk) mana saja selama mereka lihat pemerintah buat model bisnis seperti ini. Kami sendiri senang karena selama ini kami sangat banyak gunakan APBN. Dengan begini APBN bisa terkurangi dan kita bisa dapat leverage financing di luar,” rincinya.
Proyek dengan struktur pendanaan minim APBN itu, lanjut Luhut, diharapkan nantinya bisa diterapkan untuk proyek serupa di wilayah padat penduduk seperti Bandung, Surabaya, Makassar, Semarang, atau Medan. “Tidak perlu terlalu banyak mengandalkan APBN lagi, ini sukses, orang sudah melirik,” tutupnya.
Proyek LRT Jabodebek dikerjakan oleh Adhi Karya sebagai kontraktor dan PT KAI (Persero) sebagai investor sekaligus operator. Dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut mencapai Rp26,7 triliun yang terdiri atas anggaran negara melalui penyertaan modal negara (PMN) dan kredit perbankan. Pemerintah menanggung sekitar Rp9 triliun dan sisanya didapatkan dari kredit perbankan dari Bank AMndiri, BRI, BNI, CIMB Niaga dan BCA. (lin)