Politikus Partai Demokrat Andi Arief menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak konsisten menolak wacana perpanjang masa jabatan Presiden dan penundaan pemilu 2024. Sebelumnya Jokowi mengatakan bahwa dirinya tunduk dan taat pada konstitusi.
semarak.co-Namun isu perpanjang masa jabatan, kata Jokowi, tidak bisa dilarang karena bagian dari Demokrasi. Andi Arief menilai, Jokowi punya ambisi besar untuk melanjutkan jabatannya dengan cara amandemen konstitusi.
“Pak Jokowi plintat-plintut. Penjelasannya soal isu perpanjangan jabatan malah makin memperlihatkan inkonsistensi. Ambisi besar bapak malah terlihat, jika konstitusi diubah keinginan menambah jabatan memang ada. Begitu membaca penjelasan Pak Jokowi. Ada apa denganmu?” ujar Andi Arief di twitter pribadinya, Sabtu 5 Maret 2022 seperti dilansir wartaekonomi.co.id/Minggu, 06 Maret 2022, 17:10 WIB.
Andi Arief kemudian mengumpamakan ucapan Jokowi yang ambisi melanjutkan kekuasaan dengan merubah amandemen. “Saya mau berkuasa lagi, tolong ubah konstitusi. Kira-kira gitu,” ucap Andi Arief memberi ilustrasi.
Di bagian lain Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga berpandangan bahwa klarifikasi soal aktor dibalik penundaan pemilu ini penting. Sebab, sosok Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan ialah pensiunan tentara dengan pangkat terakhir Jenderal bintang empat.
Jadi tentara itu harusnya taat konstitusi, sindir Jamiluddin, Menteri Koordiantor Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan dirasa perlu menjelaskan secara utuh dan gamblang soal dugaan dirinya merupakan aktor di balik wacana menunda Pemilu 2024.
Luhut mantan tentara tentu diyakini taat konstitusi. Selama menjadi tentara ditanamkan untuk mengawal Pancasila dan UUD 1945. Hal itu sudah menjadi harga mati bagi setiap prajurit TNI,” ujar Jamiluddin kepada Kantor Berita Poltik RMOL, Rabu malam (3/3/2022) seperti dilansir repelita.com -2022-03-03,20:06 WIB.
Mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini menekakan bahwa klarifikasi langsung dari Luhut sangat diperlukan guna meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo. “Sebab, nama Luhut tidak hanya terkait dengan dirinya sendiri. Setiap gerak gerik politik Luhut kerap dikaitkan dengan Jokowi. Seolah apa yang dilakukan Luhut dipersepsi masyarakat sebagai restu Jokowi,” kata Jamiluddin.
Oleh sebab itu, lanjut Jamiluddin lagi bahwa untuk mencegah persepsi liar Luhut perlu secara terbuka mengklarifikasi semua spekulasi terkait dirinya, khususnya dugaan keterlibatannya dalam penundaan pemilu. Klarifikasi itu juga akan dapat sedikit meredakan kegaduhan politik di tanah air.
Berikutnya Mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman semasa Presiden Jokowi periode I, Rizal Ramli memberikan kritik pedas terkait munculnya usulan penundaan pemilu 2024. Sebagaimana diketahui, belum lama ini muncul pernyataan para ketua umum partai politik yang mengusulkan pemilihan umum (Pemilu) 2024 ditunda.
Bukan tanpa alasan, menurut Rizal Ramli pemerintah tidak becus untuk mensejahterakan rakyat sehingga pemilu 2024 perlu dipercepat untuk mengganti pemimpin yang lebih baik.
“Logika itu justru harus dibalik, pemerintah yang gak becus, yang membiarkan korupsi dan KKN terjadi secara masif, yang bikin rakyat hidup susah itu justru harus dipercepat, diselesaikan, bukan diperpanjang,” kata Rizal Ramli seperti dikutip Kabar Besuki dari Youtube Refly Harun pada 4 Maret 2022.
Rizal Ramli mengatakan bahwa pemerintah harus sadar diri untuk mundur jika kinerjanya justru membuat rakyat menderita. Menurutnya, selaku kepala pemerintahan, Presiden Jokowi juga harus sadar diri untuk mundur dan mempercepat pemilu jika banyak rakyat yang justru menderita dan sengsara selama masa kepemimpinannya.
“Jadi kalau presidennya itu gak becus, pemerintahannya sangat korup dan tidak mampu mensejahterakan rakyat, dan malah bikin rakyat hidup sulit, yang ada itu pemilu dipercepat bukan diperpanjang,” ujar Rizal Ramli yang mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian era Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Rizal Ramli mengatakan bahwa jika seorang pemimpin tidak becus mensejahterakan rakyatnya maka wajib hukumnya untuk pemilu dipercepat. “Dengan harapan kalau pemilu dipercepat akan terpilih pemimpin yang lebih baik, yang lebih hebat dan legitimasinya lebih hebat sehingga bisa memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial,” ujarnya.
Pemimpin yang gak becus memperbaiki keadaan, nilai Rizal, yang bikin rakyat susah itu wajib dipercepat pemilunya. Ia juga menegaskan bahwa usulan memperpanjang masa jabatan atau menunda pemilu 2024 sangat bertentangan dengan konstitusi. Menurutnya, selain mempercepat pemilu 2024, pemerintah juga harus merubah sistem pemilu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di kepemimpinan sebelumnya.
“Harus ada perbaikan proses pemilunya sendiri, karena kalau hanya sekedar pemilu tanpa perbaikan sistem itu hanya pengulangan dari kejahatan pemilu sebelumnya. Salah satunya threshold harus nol, jadwal pemilu harus pemilihan Presiden dulu baru pemilihan DPR 3 bulan kemudian, supaya kita ngikutin sistem presidensial, dan juga harus ada audit dari sistem IT,” ujarnya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Johanes Tuba Helan mengemukakan bahwa pelaksanaan Pemilu tidak bisa ditunda. Johanes mengatakan, tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan Pemilu serentak 2024.
Penundaan pemilu hanya mungkin dilakukan jika negara dalam keadaan darurat. “Tetapi Indonesia sekarang ini dalam keadaan baik-baik saja,” kata John Tuba Helan dikutip SeputarTangsel.Com dari Antara pada Selasa 8 Maret 2022 yang dilansir repelita.com-2022-03-08,15:16 WIB dari Pikiran Rakyat.com.
Dia mengemukakan hal itu menanggapi wacana penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 yang diusulkan Wakil Ketua DPR dari PKB Muhaimim Iskandar. Ia mengatakan penundaan Pemilu 2024 mungkin bisa dilakukan apabila negara dalam kondisi darurat akibat peperangan maupun bencana yang merata di seluruh wilayah Tanah Air.
John Tuba Helan menambahkan makna dari pelaksanaan pemilu sekali dalam lima tahun yaitu masa kepemimpinan nasional baik legislatif maupun eksekutif adalah lima tahun. “Maka bila masa jabatan habis di tahun 2024 harus diganti melalui Pemilu sehingga tidak ada ruang memperpanjang masa jabatan di luar mekanisme pemilu,” jelasnya.
Secara konstitusi, kata dia, Pasal 22 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Artinya, pemilu yang lalu di tahun 2019 dan selanjutnya di tahun 2024 dan sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk menunda pelaksanaan pemilu.
Dalam hubungan dengan itu, kata dia, wacana penundaan pemilu tidak dilandasi alasan yang mendasar dan tidak akan terlaksana. Konstitusi telah mengatur masa jabatan legislatif dan eksekutif lima tahun. Pihak yang mengemukakan wacana itu penundaan pemilu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati,” katanya. (net/pel/smr)
sumber: repelita.com dari rmol di WAGroup PAMEKASAN GERBANG SALAM (postRabu9/3/2022/ok)