Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat kunjungan kerja ke Sekolah Cendekia Harapan, Bali, untuk meninjau pemanfaatan kecerdasan buatan dan coding yang terintegrasi dengan seluruh proses pembelajaran di sekolah.
Semarak.co – Atip turut mencoba penerapan AI dalam sistem kartu identitas digital sekolah yang terintegrasi dengan data aktivitas peserta didik, seperti akses masuk-keluar sekolah dan penggunaan fasilitas selama kegiatan belajar.
Ia menilai bahwa inovasi yang diterapkan Sekolah Cendekia Harapan merupakan Langkah yang sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Saya mengapresiasi sekolah ini telah melakukan pemanfaatan kecerdasan artifisial dan coding dengan baik. Kedua hal tersebut sejatinya telah berintegrasi dengan semua mata pelajaran, dan tidak mengekslusifkan salah satu mata pelajaran,” ujarnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Mitra BKHumas Fortadik, Kamis (30/10/2025).
Pendekatan ini tentunya sangat tepat dengan menempatkan keduanya sebagai sebuah alat pendukung, seperti pengerjaan tugas sekolah dan pengawasan dalam sistem ujian,” ujar Atip Latipulhayat.
Dia menambahkan, teknologi seharusnya hadir untuk memperkuat proses belajar, bukan menjadi tujuan akhir dari pendidikan itu sendiri. Penerapan AI dan coding menjadi sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran yang menempatkan teknologi sebagai alat bantu untuk memperdalam pemahaman dan menumbuhkan daya kritis siswa,
“Sekolah Cendekia Harapan menjadi contoh bagaimana inovasi dan kolaborasi dapat mendorong sekolah beradaptasi dengan kemajuan teknologi tanpa meninggalkan nilai kemanusiaan. Melalui integrasi coding dan AI, sekolah diharapkan mampu membentuk generasi kritis, kreatif, serta siap menghadapi tantangan era digital,” pungkasnya.
Ketua Yayasan SMP Cendekia Harapan Lidia Sandra, mengungkapkan salah satu praktik baik penerapan AI dan Coding dalam bentuk Live In Program. Program ini melatih peserta didik untuk dapat hidup mandiri dan berkontribusi di masyarakat.
Para siswa dilatih tinggal di desa tanpa gadget dan uang saku, bekerja bersama keluarga asuh, serta mengidentifikasi masalah nyata di lingkungan tempat tinggal untuk kemudian mencari solusi berbasis teknologi.
“Paradigma lama membaca, menulis, dan berhitung kini bergeser menjadi human literacy, technology literacy, dan data literacy . Pergeseran ini bukan sekadar menambah konten, tetapi rekonstruksi mendasar tentang apa yang harus dikuasai generasi mendatang,” jelas Lidia.
Penerapan AI dan Coding juga turut dijelaskan oleh salah satu guru sekaligus pembuat sistem teknologi, Timothy Dillan. Menurutnya, tantangan dalam penerapan AI dan coding di sekolah berada pada perlunya panduan nasional tentang kolaborasi manusia dan AI yang dapat membantu guru merancang pembelajaran dan asesmen yang seimbang.
“Kami sudah menyusun panduan internal berbasis siklus Plan–Do–Check–Act (PDCA), namun kami juga masih memerlukan dukungan sebagai panduan berupa video pembelajaran atau asisten AI dari Kemendikdasmen,” tuturnya.
Salah satu hasil penerapan AI dan coding tersebut adalah aplikasi “Taman Bersih”, karya Asha Kayana Putri Jolly, siswi kelas VIII. Di depan Atip, Asha mempresentasikan bagaimana teknologi digunakan untuk membantu masyarakat menjaga kebersihan lingkungan. Aplikasi tersebut ia bangun bersama dalam platform Thunkable dengan bantuan dari guru pendamping.
Ia mengungkapkan bahwa pelajaran coding di sekolah membuatnya lebih siap melanjutkan ke jenjang kuliah di luar negeri dan bekerja lebih cepat. Dari beberapa proyek yang dibuatnya juga telah menghasilkan uang dan menjadi contoh praktik baik AI di sekolah.
“Di aplikasi itu kita dapat mengunggah foto terkait pengelolaan sampah, mulai dari klasifikasi jenis sampah dan bagaimana cara mendaur ulang sampah tersebut. Aplikasi tersebut juga dibantu oleh ChatGPT sebagai sumber jawaban pembantu masyarakat,” ucap Asha.





