BAZNAS Perkuat Pengelolaan Zakat Nasional Lewat Integrasi Fikih Klasik dan Kontemporer

Forum internasional "Sistem Zakat dalam Madzhab Malik: Dimensi Budaya dan Pembangunan di Tengah Tantangan Kontemporer" yang digelar di Ain Defla Aljazair. 

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mendorong penguatan sistem pengelolaan zakat nasional melalui integrasi fikih zakat klasik dan kontemporer. Langkah ini untuk memastikan pengelolaan zakat tetap berpijak pada prinsip syariah sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan.

Semarak.co – Hal tersebut disampaikan Pimpinan BAZNAS Bidang Koordinasi Nasional Achmad Sudrajat pada forum internasional “Sistem Zakat dalam Madzhab Malik: Dimensi Budaya dan Pembangunan di Tengah Tantangan Kontemporer” yang digelar di Ain Defla Aljazair.

Bacaan Lainnya

Achmad Sudrajat menyatakan, fikih zakat klasik seperti yang dikembangkan Imam Syafi’i dan Imam Malik memuat prinsip dasar yang menjadi pedoman umat Islam, sementara fikih kontemporer membantu menyesuaikan prinsip tersebut dengan kebutuhan dan perubahan zaman.

“Fikih klasik memberikan pijakan syar’i, sementara fikih kontemporer memberi ruang inovasi. Dengan keduanya, pengelolaan zakat bisa tetap sah secara agama tapi juga relevan dengan kondisi modern,” katanya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Baznas Media Center (BMC), Rabu (22/10/2025).

Ia menjelaskan, kajian fikih Imam Malik memiliki relevansi penting dalam konteks Indonesia yang mayoritas bermazhab Imam Syafi’i. Terdapat banyak titik temu antara kedua mazhab tersebut yang dapat memperkaya kebijakan dan praktik pengelolaan zakat di Indonesia secara kontekstual dan aplikatif.

Ia mencontohkan pandangan mazhab Imam Malik yang memperbolehkan pembayaran zakat sebelum genap satu tahun (haul) jika ada kemaslahatan. Prinsip ini sejalan dengan praktik zakat penghasilan di Indonesia yang bisa ditunaikan saat menerima pendapatan.

Sudrajat  menyoroti perkembangan fatwa zakat kontemporer di Indonesia. Menurutnya, sejumlah keputusan Ijtima’ Ulama MUI seperti zakat profesi, zakat saham, zakat perusahaan, hingga zakat bagi pelaku ekonomi digital seperti youtuber dan selebgram, menunjukkan bahwa hukum Islam terus berkembang seiring dengan perubahan ekonomi dan teknologi.

“Banyak sumber penghasilan baru muncul mulai dari konten kreator, influencer, hingga pelaku ekonomi kreatif lainnya dan semua itu perlu diatur secara fikih agar zakatnya jelas dan sah. Dengan demikian, zakat bisa menjangkau sektor-sektor baru tanpa kehilangan esensi spiritual dan sosialnya,” ujarnya.

Menurut Sudrajat, integrasi antara fikih klasik dan kontemporer menjadi fondasi bagi modernisasi tata kelola zakat nasional. Melalui prinsip Aman Syar’i, Aman Regulasi, dan Aman NKRI, BAZNAS berupaya memastikan bahwa pengelolaan zakat tidak hanya sah secara hukum Islam, tetapi juga sesuai peraturan negara dan memperkuat persaudaraan kebangsaan.

Sudrajat menyebutkan, penguatan fikih zakat kontemporer juga mendukung program strategis BAZNAS seperti Rumah Sehat BAZNAS, Desa Zakat, Santripreneur, dan BAZNAS Microfinance, dan program BAZNAS lainnya. Program-program tersebut menjadi bentuk nyata penerapan maqashid syariah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Dengan potensi zakat di Indonesia yang mencapai sekitar Rp327 triliun per tahun, pedoman fikih dari mazhab Imam Malik dan Imam Syafi’i, serta fatwa-fatwa kontemporer, diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan zakat mulai dari penghimpunan hingga pendistribusian,” ujarnya.

“fikih zakat klasik memberi arah, fikih zakat kontemporer memberi langkah. Bila keduanya berjalan seiring, zakat tidak hanya menjadi kewajiban individual, tetapi juga kekuatan besar dalam membangun kesejahteraan umat,” ujarnya. (hms/smr)

Pos terkait