Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyiapkan naskah akademik untuk mengusulkan peningkatan status Direktorat Pesantren menjadi Direktorat Jenderal (Dirjen) Pesantren di Kemenag.
semarak.co – Karena itu, Kemenag berupaya keras mendorong untuk pembentukan Ditjen Pesantren ini. Rencana pembentukan Ditjen Pesantren Kemenag dinilai pantas naik level menjadi Dirjen atau Eselon I.
Mengingat tugas dan fungsinya yang strategis sehingga dihadiran Dirjen Pesantren Kemenag ini diharapkan menjadi kado istimewa dari Presiden Prabowo Subianto saat puncak Hari Santri 2025, pada 22 Oktober 2025.
Namun diketahui rencana lama ini masih tertahan. Pemerintah menunggu evaluasi menyeluruh dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terhadap naskah akademik yang diajukan.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) H Romo Muhammad Syafii berharap Ditjen Pesantren ini bisa menjadi kado istimewa saat perayaan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2025. Itu jika rampung di Kementerian PANRB sehingga bias disahkan bertepatan Hari Santri Nasional.
“Alangkah berbahagianya kalau kemudian Dirjen Pesantren itu diwujudkan pada saat kita memperingati Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober nanti,” harap Wamenag Romo Syafi’i dalam acara Dialog Media Pesantren dan Kehadiran Negara di Antara Heritage Center kawasan Pasar Baroe, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025).
Romo Syafi’i mengungkapkan, progres pembentukan Dirjen Pesantren telah memasuki tahap pembuatan naskah akademik yang akan diserahkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini.
Diakui Romo Syafii, rencana pembentukan Dirjen) Pesantren di Kemang belum bisa dilanjutkan ke tahap final. Prosesnya masih menunggu evaluasi menyeluruh dari Kementerian PANRB.
“Prosesnya itu kan, kita mulai dari membuat naskah akademik, kenapa dibutuhkan Dirjen Pesantren dan ini diserahkan kepada Menteri PANRB,” tutur Romo Syafii, sapaan akrab Wamenag.
Kemudian ada update yang harus disempurnakan, diserahkan kembali. Ya Menteri PANRB saat ini, Rini meminta agar naskah akademik itu dievaluasi secara menyeluruh agar lebih mudah diselaraskan dengan ketentuan kelembagaan yang berlaku.
“Menpan-RB ingin ada semacam evaluasi menyeluruh terhadap naskah akademik itu untuk kemudian mereka lebih mudah mengelaborasinya,” imbuh Wamenag Romo Syafii di acara yang sama.
“Direktorat Pesantren bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam saat ini sedang memenuhi syarat-syarat kelembagaan yang diminta Kementerian PANRB,” demikian Wamenag Romo Syafii menambahkan.
Syafii menyebut, baik Menteri Agama (Menag) maupun Menteri PANRB memiliki visi yang sama untuk memajukan pendidikan pesantren melalui pembentukan Dirjen tersendiri.
“Pesantren adalah ibu kandung lahirnya Republik ini. Maka sudah seharusnya kita memperkuat kelembagaannya melalui Dirjen tersendiri,” ujar Wamenag Romo Syafii.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Amin Suyitno menyebut, proses ini sudah tertunda selama lima periode menteri dan berharap bisa terealisasi di era Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar.
“Kita sudah intens terkait pembahasan dengan Kementerian PANRB, termasuk penyampaian analisis jabatan dan beban kerja (anjab-abk). Jumlah pesantren di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 42 ribu dengan hampir 11 juta santri,” tutur Suyitono dalam konferensi pers Road to Hari Santri 2025.
Angka ini menunjukkan perlunya kelembagaan yang lebih kuat untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis pesantren. “Prosesnya kan itu kita mulai dari membuat naskah akademik. Ini akan diserahkan kepada Menteri PANRB,” imbuhnya.
Kemudian ada update yang harus disempurnakan, diserahkan kembali. Update terakhir, kata Menteri PANRB Rini ingin Kemenag mengevaluasi secara menyeluruh terhadap naskah akademik itu sehingga Kemenpan RB lebih mudah mengelaborasinya dengan ketentuan yang ada.
Wamenag Romo memastikan di internal Kemenag upaya pemenuhan syarat-syarat yang diminta Kementerian PANRB terus digenjot. Menurut dia, perubahan status ini sangat penting mengingat tiga fungsi pesantren, yakni pendidikan, dakwan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Saya melihat baik Menteri PANRB maupun Menteri Agama sama-sama memiliki keinginan yang sama untuk memajukan pendidikan di pesantren dengan cara melahirkan Dirjen Pesantren.
Dengan jumlah pesantren yang mencapai 42 ribu dan 11 juta santri, terlalu kecil lingkupnya jika hanya diurus direktorat. Sebab, secara kewenangan, direktorat juga memiliki keterbatasan. Direktorat hanya mengurusi kegiatan.
Sedangkan Dirjen ruang lingkupnya program. Maka itu, pesantren tidak bisa terkungkung dalam direktorat yang kini berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis).
Menteri Agama (Menag) periode 2014–2019 Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan, pembentukan Dirjen Pesantren sangat relevan dalam menjaga moderasi beragama sekaligus mendukung kemandirian pesantren.
“Apalagi, sebelum negara Indonesia merdeka pesantren sudah ada dengan varian yang sangat beragam. Agama itu build in dalam negara kita, menjadi sumber kontribusi bagi bangsa. Maka kehadiran Ditjen Pesantren sangat relevan karena menyangkut masa depan moderasi beragama di Indonesia,” ucap Lukman.
Pesantren memiliki 3 fungsi utama. Pertama, rinci Lukman, Fungsi Pendidikan yang mendalami ilmu keagamaan keislaman. Kedua, Fungsi Dakwah. “Dakwah harus dipahami secara luas. Jangan sempit bahwa dakwah hanya ceramah, khotbah,” papar Lukman dalam sesi dialog dengan media.
Dakwah itu luas sekali pengertiannya, yakni mengajak kepada kebaikan, menebarkan kemaslahatan. Fungsi ketiga pesantren adalah Pemberdayaan Masyarakat. Lukman mengatakan sejak dulu pesantren selalu hadir membangun ekonomi masyarakat sekitarnya.
“Atas dasar itulah kemudian pemerintah sepakat menetapkan Hari Santri. Itulah kenapa pesantren diatur tersendiri dalam regulasi setingkat undang-undang. Ini artinya negara merekognisi, mengakui kehadiran pesantren dengan kontribusinya, sumbangsihnya selama ini terhadap Negara,” ucapnya.
Pengakuan negara tersebut, kata dia, sekaligus proteksi terhadap eksistensi keberadaan dan independensi pesantren itu sendiri. Lantas apa urgensi dan relevansi negara harus hadir dalam mengurusi pesantren.
Menurut Lukman, negara berkepentingan pesantren tetap berjaya. Sebab paham keagamaan, paham keberislaman mayoritas masyarakat Indonesia adalah paham yang moderat. Salah satu jiwa pesantren adalah nasionalisme.
“Semua pesantren punya kecintaan kepada tanah air yang luar biasa. Jadi adanya Ditjen Pesantren menjadi relevan dan memiliki tingkat urgensi yang tinggi karena realitas Indonesia,” tandas Lukman sebelum Wamenag Romo Syafii tiba di tempat acara.
Kesempatan sama, Direktur Pesantren Kemenag Basnang Said menjelaskan, inisiasi pembentukan Dirjen Pesantren sudah dimulai sejak 2017. “Sejumlah fraksi di DPR seperti PPP dan PKB mendorong lahirnya UU Pesantren,” terang Basnang dalam paparan bersama Lukman sebelum Wamenag Romo Syafii tiba.
Namun sampai sekarang, Ditjen Pesantren belum terbentuk karena dianggap belum memenuhi syarat. Ia mengakui, dengan status saat ini menyulitkan pihaknya menjalankan tiga fungsi pesantren, meskipun sudah amanat undang-undang.
“Selama ini, fungsi yang berjalan hanya pendidikan. Sedangkan fungsi dakwah dan pemberdayaan, kerap terkendala dengan aturan dan fungsi Direktorat Pesantren. Sehingga penggunaan anggaran kegiatan berpotensi menjadi temuan BPK,” terang Basnang.
Kembali Wamenag Romo Syafii menilai bahwa pengesahan Direktorat menjadi Direktur Jenderal atau Dirjen akan menjadi momen bersejarah karena pesantren memiliki peran penting dalam perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan.
Dengan adanya Ditjen Pesantren, ia berharap pesantren bisa lebih efektif dalam mengisi kemerdekaan. Hari ini, kita ingin Dirjen Pesantren bisa lebih efektif mengisi kemerdekaan. Jumlah pesantren dan santri saat ini signifikan yang menunjukkan perlunya kelembagaan lebih kuat untuk mengakomodasi kebutuhan pesantren.
Pesantren adalah ibu kandung lahirnya Republik ini. Maka sudah seharusnya kita memperkuat kelembagaannya melalui Ditjen tersendiri. Pesantren telah banyak bahkan sebelum zaman kemerdekaan telah bersama-sama berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa.
“Kita pasti ingat Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 yang memberikan spirit yang sangat menentukan pergerakan rakyat Indonesia ketika penjajah ingin kembali menguasai Indonesia yang baru berdikari,” ujar Romo Syafii yang politisi Partai Gerindra pimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Dikatakannya, rencana ini juga sejalan dengan perhatian Presiden Prabowo terhadap pesantren. “Presiden Prabowo, seperti kita ketahui sangat memberikan perhatian yang luar biasa terhadap dunia pendidikan, tak terkecuali pesantren,” tegas mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra.
Selain adaptif, sambung Romo Syafii, Presiden Prabowo juga menginginkan pesantren menjadi lebih baik. Salah satu upayanya adalah meningkatkan status Direktorat menjadi Direktorat Jenderal (Ditjen) dan juga membuka prodi baru, Manajemen Pesantren.
“Peningkatan status ini akan berdampak signifikan terhadap infrastruktur pesantren. Melalui peningkatan status Direktorat Pesantren menjadi Ditjen Pesantren agar alokasi dana infrastruktur pesantren, Sumber Daya Manusia juga dapat meningkat,” katanya.
Selain itu, langkah ini diiringi dengan penguatan kurikulum di perguruan tinggi keagamaan. “Kementerian Agama juga sedang menyiapkan peraturan agar perguruan tinggi keagamaan Islam, negeri maupun swasta membuka prodi baru manajemen pesantren,” ungkapnya.
Romo Syafii menekankan pentingnya kolaborasi untuk mewujudkan rencana ini. “Saya kira itu langkah-langkah strategis yang sudah kita upayakan untuk realisasi dalam waktu yang dekat ini. Pesantren ada dan sudah berkontribusi pada masyarakat bahkan sejak sebelum Indonesia,” tuturnya.
Dilanjutkan Romo Syafii, “Banyak pahlawan bangsa dari kalangan pesantren. Jumlah pesantren di Indonesia mencapai lebih dari 42 ribu dengan hampir 11 juta santri. Angka ini sangat signifikan sehingga perlu kelembagaan yang lebih kuat untuk mengakomodasi kebutuhan pesantren.”
Dialog Media yang digelar Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag dalam rangka peringatan Hari Santri ini mengusung tema Pesantren dan Kehadiran Negara menghadirkan narasumber Menteri Agama (2014-2019) Lukman Hakim Saifuddin, Direktur Pesantren Basnang Said, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Thobib Al Asyhar.
Pemilihan tanggal 22 Oktober untuk pembentukan Dirjen Pesantren Kemenag akan menjadi momen bersejarah karena berkaitan dengan eksistensi pesantren dalam mencetuskan kemerdekaan. Pasti menjadi momen yang sangat bersejarah karena terkait dengan eksistensi pesantren dalam mencetuskan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.
“Kami ingin dengan Dirjen Pesantren lebih efektif mengisi kemerdekaan seperti itu. Saya bersyukur, Direktorat Pesantren dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag sangat serius untuk memenuhi syarat yang disampaikan oleh Menteri PANRB Rini,” klaimnya.
Diketahui pesantren memiliki tiga fungsi utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Namun hingga kini, yang paling menonjol baru fungsi pendidikan. Ia menilai negara perlu memperkuat peran pesantren sebagai basis dakwah moderat dan pemberdayaan masyarakat.
“Karena itu, menempatkan pesantren hanya di bawah direktorat pendidikan dianggap terlalu sempit. Pesantren adalah ibu kandung lahirnya Republik ini. Maka sudah seharusnya kita memperkuat kelembagaannya melalui Dirjen tersendiri,” terang dia.
Ia menambahkan, pembentukan Dirjen Pesantren sekaligus menjadi komitmen Kementerian Agama dalam mengembangkan pendidikan keagamaan dengan lebih baik, lebih terarah, dan lebih sesuai dengan kebutuhan zaman.
“Dengan kelembagaan yang kuat, pesantren diyakini tidak hanya akan berperan dalam pendidikan, tetapi juga menjadi motor dakwah moderat dan pemberdayaan masyarakat. Ke depan program-program afirmasi pemerintah seperti makan gratis dan cek kesehatan gratis bagi santri terus diperluas,” ujarnya.
Dengan penguatan kelembagaan, pesantren diyakini dapat berperan lebih besar dalam membangun bangsa melalui pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina juga menyatakan dukungan terhadap percepatan pembentukan Ditjen Pesantren.
Selly menilai keberadaan Ditjen ini sangat strategis untuk meningkatkan kecerdasan anak bangsa dan seharusnya sudah dibentuk sejak lama, mengingat UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren telah menjadi landasan hukum yang kuat. (net/smr)