Himpunan Pengusaha Kahmi (HIPKA) bersama Slamet Quail Farm (SQF) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menginisiasi pengembangan peternakan burung puyuh di sejumlah pondok pesantren guna memperkuat praktek kewirausahaan di kalangan santri dan pondok pesantren.Peluncuran Pemberdayaan Ekonomi Umat berbasis Pesantren ini berlangsungg di Pondok Pesantren Sunan Gunung Jati Ba’alawy, Semarang Sabtu (12/5)
Wakil Ketua Umum HIPKA Subandriyo mengemukakan, program pengembangan kewirausahaan pesantren yang digagas kalangan pesantren berbasis Thoriqoh Nagsabandiah itu sendiri meliputi Santri Bertani, Santri Beternak dan Santri Berdagang. Santri bertani dengan fokus pada komoditi vanili, edamame, katuk dan jagung, sementara Santri beternak untuk komoditi burung puyuh, penggemukan sapi, pembibitan domba serta budidaya lele.
Hadiri Ketua Jam’iyah Ahlith Thariqoh Al Mu’tabaroh an Anahdliyah (JATMAN), Habib Luthfi bin Yahya, Rektor IPB Arief Satria, Direktur Medco Energy Budi Basuki, Direktur SQF Slamet Wuryadi, perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Otoritas Jasa Keuangan, Pemprov Jawa Tengah, serta para utusan dari sekitar 620 pesantren dari Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY dan Jawa Barat.
“Sedangkan Santri Berdagang fokusnya adalah memasarkan produk-produk yang dihasilan program santri bertani dan santri beternak baik untuk konsumsi di lingkungan pesantren maupun masyarakat umum,” ujar KH Muhammad Masroni, pengasuh Pondok Pesantren Sunan Gunung Jati Ba’alawy, Semarang, dalam rilisnya, Minggu (13/5).
Rektor IPB Arief Satria mengemukakan, IPB memiliki sumberdaya untuk mendukung pengembangan ekonomi pesantren baik untuk bidang pertanian maupun peternakan. “Pesantren sudah memiliki lahan yang akan digunakan untuk pertanian dan peternakan. Untuk burung puyuh bahkan pasarnya sudah ada,” tutur Arief.
Slamet Wuryadi menjelaskan SQF dan HIPKA akan memberikan pelatihan dan pemagangan budidaya puyuh kepada para satri dari kalangan pondok pesantren yang siap membuka peternakan puyuh. Targetnya, para santri dapat menguasai teknik budidaya mulai dari pembibitan, perawatan sampai pemasaran secara menyeluruh.
“Dengan menerapkan SOP (standard operating procedure) yang sudah kami kembangkan maka budidaya puyuh menjadi sangat layak dijalankan dalam skala UMKM, termasuk di kalangan pondok pesantren,” urai Slamet yang juga Ketua Umum Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia (APPI) tersebut.
Telur Puyuh Sehat
Mengenai pasar telur dan burung puyuh, Slamet menjelaskan dari ribuan peternak puyuh skala UMKM yang ada saat ini, masih kekurangan produksi untuk menyuplai pasar. Karena itu, pihaknya juga bersedia menjadi penjamin pasar (off taker) bagi produksi telur puyuh dari pesantren.
“Meskipun kami dihajar oleh adanya kampanye yang menyebutkan telur puyuh itu tidak sehat dan pantang dikonsumsi, namun kenyataannya permintaan pasar puyuh terus meningkat. HIPKA berharap agar usaha di bidang peternakan burung puyuh ini hanya diperuntukkan UMKM dengan membatasi korporasi besar agar tidak masuk ke industri tersebut,” ujarnya.
Slamet menjelaskan bahwa nilai nutrisi tiga butir telur puyuh setara dengan satu butir telur ayam. Terlebih kandungan nutrisi telur puyuh sangat bagus untuk dikonsumsi oleh anak pada masa pertumbuhan. “Makanya telur puyuh ini juga sangat bagus untuk dikonsumsi para santri,” imbuhnya.
Selama ini, kata Subandiriyo, ada informasi yang distortif mengenai telur dan daging burung puyuh yang disebutkan sebagai makanan tidak sehat dan perlu dihindari. “Padahal kandungan nutrisi telur dan daging puyuh itu sehat dan bermanfaat bagi tubuh manusia sebagiama sudah dibuktikan dengan hasil uji Lab dari IPB, UGM, PT Sucofindo dan BPPT yang menunjukkan puyuh itu sehat untuk dikonsumsi,” ungkapnya.
Mengenai pengembangan kewirausahaan, Subandriyo menambahkan bahwa salah satu misi HIPKA adalah menumbuhkan masyarakat wirausaha untuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Untuk itu, HIPKA terus mendorong keberpihakan pemerintah pada pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi di Indonesia.
“Melalui jejaring HIPKA di seluruh Indonesia, kami mendorong lahirnya UMKMK baru di seluruh Indonesia pada berbagai tingkatan. Mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi maupun di tingkat pusat. Salah satunya melalui pelatihan kewirausahaan, sebagaimana yang dilaksanakan di pondok pesantren,” ungkapnya.(lin)