Kemenko PMK Bergerak Cepat: Identifikasi Masalah dan Dampingi Keluarga Balita Raya yang Meninggal Cacingan

Staf Khusus Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Bidang Mobilisasi Sumberdaya Bencana Mayjen TNI (Purn) Mochammad Luthfie Beta (ropi hitam) mengunjungi kediaman almarhumah Raya 3 tahun 9 bulan, balita yang meninggal akibat diagnosa infeksi meningitis TB dan helmintiasis di Desa Cinaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat malam (22/8/2025). Foto: humas PMK

Staf Khusus Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Bidang Mobilisasi Sumberdaya Bencana Mayjen TNI (Purn) Mochammad Luthfie Beta mengunjungi kediaman almarhumah Raya 3 tahun 9 bulan, balita yang meninggal akibat diagnosa infeksi meningitis TB dan helmintiasis di Desa Cinaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat malam (22/8/2025).

Semarak.co – Kunjungan ini merupakan tindak lanjut arahan Menko PMK Pratikno, pasca Rapat Tingkat Menteri terkait penanganan penyakit dan peningkatan kualitas kesehatan balita yang digelar, Jumat pagi (22/8/2025) serta Rapat Koordinasi bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat sehari sebelumnya.

Bacaan Lainnya

“Malam ini pukul 19.38 kami tiba dari Jakarta atas arahan Pak Menko PMK. Kami diberi tugas untuk meninjau langsung dan mengidentifikasi kejadian yang dialami balita Raya,” ujar Luthfie Beta dirilis humas Kemenko PMK usai acara melalui WAGroup Media PMK, Sabtu (23/8/2025).

Luthfie Beta menyampaikan, kasus penyakit yang menimpa almarhumah Raya menjadi alarm penting bahwa masalah kesehatan anak tidak bisa dianggap sepele. Situasi ini tidak boleh terulang kembali, karena menyangkut masa depan generasi penerus bangsa.

“Pemerintah pusat ingin memastikan hadir di setiap permasalahan yang ada di masyarakat, karena kalau masyarakat tidak kuat, bangsa ini pun tidak akan bisa apa-apa,” imbuh Luthfie Beta yang dalam kunjungan itu meninjau kondisi rumah keluarga almarhumah yang memprihatinkan dan kurang layak huni.

Rumah berdiri di lahan rawan longsor dengan fasilitas sanitasi yang tidak layak, rumah yang minim sirkulasi udara, serta berdekatan dengan kandang ternak. Menurutnya, hal tersebut perlu segera dibenahi.

Langkah ke depan, rumah ini akan dibongkar dan dibangun secara permanen termasuk WC Komunal dan sanitasi layak yang bersumber dari dana Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting). Namun karena lahannya labil dan rawan bencana, kami sarankan ada pertimbangan serius sebelum pembangunan.

Dari sisi sanitasi juga harus dibenahi, termasuk pemindahan kandang ternak. Luthfie menambahkan, pembangunan rumah akan dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar, melibatkan aparat Masyarakat, TNI/Polri secara swakelola.

Serta memperhatikan aspek legalitas lahan tempat rumah yang akan dibangun. Rencana awal, rumah sehat sederhana berukuran 7 X 5 m². Selain itu, perlu mitigasi rawan longsor dengan pembangunan talud (dinding penahan tanah) dan perbaikan akses jalan menuju rumah.

Ia juga menyoroti kondisi keluarga korban. Ayah dan ibu Raya saat ini masih menjalani perawatan di RS Bandung, sementara kakak almarhumah (7) mengalami gangguan kesehatan dan perlu pendampingan berkelanjutan, baik dari sisi gizi maupun pendidikan.

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir perwakilan Kemendukbangga, camat, kepala desa, perwakilan TNI/Polri, dan perangkat daerah setempat untuk menindaklanjuti langkah penanganan. Kemenko PMK juga menyerahkan bantuan berupa 25 paket sembako serta peralatan sekolah.

Kehadiran Kemenko PMK secara cepat bukan hanya untuk menyampaikan duka cita, tetapi juga memastikan adanya solusi nyata dengan membangun rumah yang lebih layak, memperbaiki sanitasi, serta menata lingkungan agar sehat dan aman bagi tumbuh kembang anak.

Sebelumnya diberitakan tempo.co, 20 Agustus 2025 | 20.49 WIB, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menjelaskan penyebab cacing seberat sekitar satu kilogram bisa ada di dalam tubuh anak. Belakangan, viral balita perempuan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang meninggal akibat mengalami cacingan. Dicky mengatakan cacing bisa masuk ke tubuh manusia melalui penularan telur atau larva.

Biasanya telur cacing terdapat pada makanan atau minuman yang terkontaminasi, misalnya, pada sayur yang tidak dicuci bersih, daging atau ikan yang tidak matang, umumnya daging babi. “Tapi ikan juga bisa. Jadi harus hati-hati juga, jangan sembarang ikan di danau dimakan ya?” ujar Dicky kepada tempo.

“Apalagi dimakan mentah atau setengah matang. Selain dari makanan, tanah atau lingkungan yang tercemar tinja bisa menjadi penyebab. Anak-anak yang sering bermain tanpa alas kaki juga rentan terkontaminasi telur cacing,” demikian Dicky menambahkan.

Dilanjutkan Dicky, “Jadi harus mencuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan ini bukan bicara Covid saja, tetapi juga sebelum makan atau setelah dari toilet. Kebiasaan cuci tangan di antaranya juga mencegah cacingan ini ya.”

Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ini menjelaskan telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di dalam usus dan menjadi larva. Kemudian larva akan berkembang biak menjadi cacing dewasa.

“Dalam kasus ekstrem, jumlahnya bisa sangat banyak sehingga cacing bisa saling menggulung dan menumpuk sampai berkilo-kilogram,” kata Dicky.

Penanggung Jawab Mutu Program Magister Administrasi Rumah Sakit di Sekolah Pascasarjana YARSI ini mengatakan dampak cacingan bisa fatal jika diremehkan. Anak-anak bisa menderita kekurangan gizi kronis atau stunting.

“Jadi cacing menyerap nutrisi dari makanan yang seharusnya diperuntukkan atau dimanfaatkan oleh tubuh anak,” ujarnya.

Anak yang menderita cacingan, kata Dicky, juga bisa menyebabkan anemia atau kurang darah, terutama jika terkena cacing tambang yang menghisap darah di dinding usus. Selain itu, cacing bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak karena anak yang menjadi stunting akan lemas dan sulit konsentrasi.

“Kemudian bisa juga terjadi sumbatan usus. Jadi kalau jumlah cacingnya terlalu banyak seperti kasus lebih dari satu kilogram cacing, ini bisa menyebabkan usus tersumbat. Bahkan, pecah yang berpotensi juga fatal atau mematikan,” kata Dicky.

Komplikasi lain, kata Dicky, cacing di dalam usus bisa bermigrasi ke organ lain seperti ke hati atau paru-paru dan mengakibatkan infeksi berat. Maka, Dicky mengatakan anak yang menderita cacingan harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.

Pasien harus diberikan obat cacing, seperti anthelmintic dan albendazol. “Ini diberikan sesuai dosis anak, berat badan. Dalam kasus berat, pemberiannya bisa diulang atau kombinasi sesuai jenis cacing,” katanya.

Menurut Dicky, apabila pada kasus komplikasi terjadi sumbatan usus berat, dimungkinkan tindakan bedah untuk mengeluarkan cacing. Dicky mengatakan kasus balita di Sukabumi menjadi pengingat bahwa cacingan masih dialami anak-anak di Indonesia.

Artinya, Indonesia masih belum maju dalam sisi kesehatan. Padahal, kata Dicky, pencegahannya sederhana, yakni dengan sanitasi diri dan lingkungan. “Kalau ada daerah ditengarai endemik cacingan, harus dilakukan pemberian obat cacing massal enam bulan sekali untuk anak usia sekolah,” kata Dicky.

Balita berusia tiga tahun asal Desa Cianaga Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi sebelumnya meninggal pada 22 Juli 2025 akibat cacingan. Dari dalam tubuhnya, ditemukan cacing hampir seberat satu kilogram yang keluar lewat lubang hidung dan anus. Cerita tentang bocah itu viral di media sosial.

Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan bocah dalam video tersebut adalah warganya. Menurut Wardi, kedua orang tua Raya diduga mengalami keterbelakangan mental sehingga kesulitan memberikan pengasuhan.

Sebelum kondisinya memburuk, bocah itu kerap bermain di kolong rumah bersama ayam. Ia kemudian mengalami demam, didiagnosis menderita penyakit paru-paru, tetapi terkendala biaya karena keluarga tidak memiliki kartu keluarga (KK) dan BPJS.

Namun belakangan kondisinya menurun setelah mengalami demam kembali dan baru diketahui mengalami cacingan saat meninggal di rumah sakit. Kisah balita ini pun mendapat perhatian Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ia menyatakan akan memberikan sanksi bagi aparat desa setempat karena dinilai lalai memantau kondisi warganya. Selain itu, ia telah menurunkan tim untuk membawa keluarga balita itu berobat. (net/hms/tpc/smr)

Pos terkait