Selain Hindari Konflik, Menteri ATR/BPN Nusron Sebut Pemasangan Patok Bisa Tandai Batas Tanah APL dan Non-APL

Menteri ATR/ BPN Nusron Wahid mengawali Pencanangan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS) di Purworejo, Jawa Tengah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, menilai pemasangan patok bukan hanya bisa menghindari konflik pertanahan, namun juga mendukung penataan ruang yang berkelanjutan.

Semarak.co – Salah satu program Kementerian ATR/BPN yaitu pemasangan patok tanda batas. Selain untuk menandai batas bidang tanah masing-masing, juga bertujuan membedakan mana batas kawasan hutan dan mana yang termasuk Areal Penggunaan Lain (APL) atau non-hutan.

Bacaan Lainnya

“Penandaan batas fisik yang jelas antara APL dan non-APL diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan dan pemanfaatan lahan,” ujarnya pada acara Pencanangan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS) di Purworejo, Jawa Tengah, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Kamis (7/8/2025).

Dari total luas daratan Indonesia yang mencapai 190 juta hektare, sekitar 120 juta hektare di antaranya merupakan kawasan hutan, sedangkan sisanya 70 juta hektare adalah APL. Nusron menyampaikan terkait penguasaan dan pemanfaatan tanah.

Kawasan hutan, garis pantai, dan sempadan sungai masuk ke dalam kategori milik negara (common property), bukan milik pribadi (private property). Oleh karena itu, pemanfaatan lahan di kawasan-kawasan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai aturan.

“Kalau ada yang berjualan atau mendirikan warung di sempadan sungai, itu seharusnya tidak diperbolehkan. Namun, kenyataannya banyak yang seperti itu. Bahkan banyak disertipikatkan, terutama di Jawa Barat, dan akhirnya menyebabkan banjir,” ucap Nusron.

Dengan pemasangan patok yang didorong melalui GEMAPATAS, Kementerian ATR/BPN berharap masyarakat semakin sadar pentingnya batas tanah yang jelas. Hal itu demi menjaga tertib pertanahan sekaligus mendukung penataan ruang yang berkelanjutan.

GEMAPATAS Akselerasi PTSL Terintegrasi dalam ILASPP

Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS), diyakini akan menjadi langkah percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terintegrasi melalui Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) tahun 2025.

“Pencanangan GEMAPATAS bukan sekadar seremonial, melainkan tonggak penting mengawali akselerasi pelaksanaan PTSL yang terintegrasi melalui ILASPP yang pengukurannya direncanakan mulai dilaksanakan pada Agustus ini,” ujar Sekretaris Dirjen  Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Sesditjen SPPR) Yoga Suwarna.

GEMAPATAS 2025 menargetkan pengukuran dan pemetaan bidang tanah seluas 682.016 hektare atau sekitar 2 juta bidang tanah. Program ini tak hanya menyasar aspek teknis pengukuran, tetapi juga mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dalam menata batas tanah secara legal dan jelas.

Menurut Yoga, GEMAPATAS memiliki tiga tujuan utama, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memasang dan menjaga tanda batas tanah yang dimiliki; mencegah potensi konflik dengan tetangga terkait batas tanah; serta sebagai langkah awal pengamanan aset dalam aspek kepemilikan tanah.

“Sebagai bagian dari gerakan ini, masyarakat diimbau untuk memasang patok tanda batas sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997,” jelas Sesditjen SPPR.

Pencanangan GEMAPATAS dilaksanakan secara serentak di 22 kabupaten pada 8 provinsi, yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

“GEMAPATAS ini bukan sekadar ajakan, tapi merupakan gerakan kolektif menuju kepastian hukum atas tanah yang berkeadilan dan berkelanjutan,” pungkas Yoga Suwarna. (LS/YZ/RT/SMR)

Pos terkait