Tim Hukum Tom Lembong Laporkan Hakim PN Tipikor ke MA dan KY, Hakim Alfis Disorot

Tom Lembong ditemani istri saat keluar Rutan Cipinang usai mendapat abolisi dari Presiden Prabowo. Foto: internet

Tim Hukum mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong melaporkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Semarak.co – Laporan ini menindaklanjuti persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Adapun mejelis hakim saat itu dipimpin Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika didampingi dua Hakim Anggota Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan.

Bacaan Lainnya

Pengacara Tom Zaid Mushafi mengakui kebenaran diajukannya laporan itu sekaligus merinci alasan langkah Tim Kuasa Hukum tom Lembong membuat laporan itu. Sedikitnya ada 3 alasan utamanya, yaitu terkait pelanggaran etik dan sikap hakim, laporan dibuat sebelum Tom mendapat abolisi, dan sikap Hakim Alfis.

“Betul, kami melanjutkan laporan-laporan kami sebelumnya mengenai dugaan tindakan hakim yang imparsial, dan secara jelas Hakim Anggota Alfis terlihat ingin menghukum Tom Lembong selama pemeriksaan saksi di persidangan,” kata Zaid saat dihubungi, Minggu (3/8/3025).

  1. Dugaan pelanggaran etik dan sikap hakim tidak imparsial

Zaid menjelaskan, laporan tersebut merupakan kelanjutan dari keberatan tim hukum atas dugaan pelanggaran etik dan sikap tidak imparsial yang ditunjukkan hakim selama persidangan.

“Tidak jarang hakim anggota bernama alfis menyimpulkan dgn tidak mengedepankan sikap persumption of innocence melainkan dgn sikap persumtion of guilty,” ujar Zaid seperti dilansir dilansir IDN Times melalui laman berita msn.com, Minggu malam (3/8/2025).

  1. Sikap hakim Alfis menjadi salah satu poin penting dalam laporan

Meski laporan ditujukan kepada seluruh anggota majelis hakim, Zaid menyebut, sikap hakim Alfis menjadi salah satu poin penting dalam laporan mereka ke lembaga pengawas yudisial. “Kami melaporkan semua hakim majelis pemeriksa, tetapi salah satu poin pentingnya adalah sikap hakim Alfis,” ujarnya.

  1. Laporan ini dilaporkan sebelum dan sesudah Tom Lembong mendapat abolisi

Zaid menegaskan, laporan ini dilaporkan sebelum dan sesudah Tom Lembong mendapat abolisi Presiden Prabowo Subianto. “Sebelum dan setelah kami tetap melaporkannya, karena Pak Tom dan Pak Ari komitmen harus ada perbaikan proses penegakan hukum Indonesia,” ujar Zaid.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai keputusan yang diambil Presiden Prabowo Subianto dengan memberikan abolisi kepada mantan Mendag Tom Lembong sudah tepat. “Nah di sinilah saya menyatakan salut kepada Prabowo mengambil keputusan yang tepat terhadap Tom Lembong,” kata Said di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8/2025).

Menurut Said, memberi abolisi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab, dengan pemberian tersebut, berarti pemerintah mengakui kesalahannya. “Dan itu jarang sekali diberikan, kenapa? Karena pemahaman saya, ini memang butuh keberanian seorang pemimpin untuk mengambil. Karena wilayahnya abu-abu dan menyalahkan dirinya,” jelas dia.

Namun Said menilai, Tom adalah orang yang benar sehingga pemerintah memang perlu memberikan pelindungan. “Bahwa orang benar itu harus dilindungi oleh penguasa dan menegaskan bahwa Tom Lembong adalah orang benar. Dan saya berharap orang-orang yang benar seperti Tom Lembong akan dibebaskan juga, akan dipulihkan juga oleh Presiden Prabowo ke depan,” tambah dia.

Pakar hukum tata negara Refly Harun juga menekankan, abolisi berarti dalam catatan sejarah hidup Tom Lembong, kasus ini dianggap tidak pernah ada. “Ia bukan lagi pesakitan. Ia adalah orang bebas yang secara eksplisit dinyatakan tidak bersalah,” ucap Refly.

Diketahui abolisi terhadap Tom Lembong masih menjadi perbincangan. Said Didu menyebut abolisi ini adalah koreksi dari Presiden Prabowo Subianto terhadap proses hukum Tom Lembong yang divonis 4,5 tahun penjara.

Said Didu bersama Eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Eks Gubernur Jakarta Anies Baswedan hingga mantan Wakapolri Komjen (Purn) Ogresono beberapa kali hadir di sidang perkara importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta.

“Pemberian abolisi kepada Tom Lembong jarang sekali diberikan ke siapa pun karena abolisi pada dasarnya adalah koreksi Presiden terhadap proses hukum yang salah sehingga harus dihentikan. Artinya Presiden Prabowo menyadari bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong salah dan harus dihentikan,” kata Said kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).

Menurut Said, sikap dan posisi Presiden Prabowo tentang hal ini adalah tepat. “Saya mengikuti beberapa kali sidang Thomas Lembong dan sangat terlihat bahwa kasus ini sarat pesanan politik dalam hal ini politik Joko Widodo,” ujarnya.

Ia menambahkan, di kasus importasi gula, tidak ada niat jahat dari Tom Lembong. Juga tak ada aliran dana. Kasus Tom Lembong sama sekali tidak ditemukan niat jahat (mensrea), tidak ada kerugian negara, tidak ada aliran dana tapi dihukum. Sementara 6 Mendag lain lakukan impor gula dan lebih besar tapi tidak diproses.

Proses hukum Tom Lembong dimulai 2023 saat Joko Widodo masih berkuasa. Said menjelaskan, abolisi terhadap Tom dan amnesti terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto adalah pelurusan penegakan hukum di masa sebelumnya. Sehingga keputusan Prabowo menurutnya memotong campur tangan Jokowi.

“Terlepas dari apakah pemberian Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti ke Hasto adalah bargaining politik atau untuk pelurusan penegakan hukum yang selama ini dibelokkan oleh Joko Widodo untuk kekuasaannya,” imbuhnya.

Dilanjutkan dia, “Bahwa pemberian tersebut memotong campur tangan mantan Presiden Joko Widodo dalam penegakan hukum karena sangat jelas bahwa kedua kasus tersebut adalah pesanan rezim Joko Widodo.”

Harapan Kasus Lain

Said Didu berharap abolisi terhadap Tom Lembong bisa menjadi acuan Presiden untuk memperhatikan kasus lain. Salah satunya yang menyangkut para aktivis. “Kita berharap agar Presiden Prabowo melanjutkan pelurusan penegakan hukum yang salama ini digunakan oleh rezim Joko Widodo untuk melanggengkan kekuasaan dan membangun dinasti,” ujarnya.

“Jika Presiden Prabowo ingin meluruskan penegakan hukum sebagaimana kita harapkan – sebaiknya Presiden juga melakukan tinjauan terhadap para aktivis yang sudah dikriminilisasi oleh rezim Jokowi,” demikian Said Diduk menambahkan.

Menurutnya, masih banyak aktivis yang pernah dikriminalisasi dan dipidanakan karena alasan politik. Mereka antara lain:

1) Syahganda Nainggolan

2) Jumhur Hidayat

3) Eddy Mulyadi

4) Anton Permana

5) Ruslan Buton

6) Ibu Mery (Lampung)

7) dll

“Kasus lain adalah pemenjaraan Ustaz Habib Rizieq Shihab yang saat ini sangat terkesan kesalahannya dicari-cari saat Covid yang dipenjara dengan tuduhan membuat kerumunan. Kasus yang lebih besar adalah pembunuhan di KM 50.”

Hal yang sedang berproses juga harus diluruskan oleh penegak hukum menurut Said Didu antara lain adalah, “Satu, gejala kriminalisasi terhadap aktivis yang mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi. Lalu kasus kriminalisasi PIK-2 terhadap rakyat Banten yang mempertahankan haknya seperti kasus Charlie Chandra yang sedang berlangsung di PN Tangerang.”

Apa perbedaan abolisi dan amnesti, berikut ini penjelasannya;

Pemberian abolisi dan amnesti diatur dalam UUD 1945 Pasal 14 UUD ayat 2 yang berbunyi: Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Abolisi adalah penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan/baru akan berlangsung. Abolisi diberikan kepada terpidana perorangan.

Abolisi di Indonesia relatif jarang diberikan dibandingkan amnesti, karena biasanya terkait dengan kasus-kasus sensitif yang memiliki implikasi politik atau sosial besar. Amnesti adalah, pengampunan/penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang/sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Berikut ini tokoh yang pernah mendapatkan abolisi dan Amnesti:

  1. Sri Bintang Pamungkas

Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, abolisi diberikan kepada Sri Bintang Pamungkas, aktivis buruh yang dijerat pasal subversi karena perjuangannya membela hak-hak buruh. Abolisi ini diberikan sebagai simbol rekonsiliasi politik pasca-reformasi.

  1. Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong

Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Abolisi tersebut diberikan Presiden pada 31 Juli 2025. Dia merupakan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) di era Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tom Lembong diadili lantaran diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

3. Hasto Kristiyanto

Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto pada 31 Juli 2025. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP ini diduga terlibat dalam kasus suap pergantianantar waktu (PAW) anggota DPR yang menyeret nama Harun Masiku.

  1. Din Minimi

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti kepada Din Minimi, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kembali angkat senjata pascaperjanjian damai Helsinki. Amnesti diberikan Jokowi pada 2016 sebagai bagian dari upaya perdamaian di Aceh. (net/idn/msn/smr)

Pos terkait