Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamenekraf) Irene Umar mendukung pameran Nyala: 200 Tahun Perang Diponegoro yang digelar Kementerian Kebudayaan. Dia menilai sejarah penting sebagai sumber inspirasi bagi pengembangan kekayaan intelektual lintas media yang relevan.
Semarak.co – Irene menyatakan, pameran ini membuktikan bahwa sejarah bukan hanya bisa dikenang, tapi juga dihidupkan kembali melalui karya-karya kreatif yang relevan dengan zaman.
“Para seniman dan kurator yang terlibat adalah pelaku ekraf, dan ini menjadi bukti nyata bahwa seni adalah medium yang kuat untuk menghubungkan masa lalu dan masa depan,” katanya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Kemenekraf Siaran Pers, Selasa (22/7/2025).
Pameran Nyala: 200 Tahun Perang Diponegoro itu dipersembahkan Kementerian Kebudayaan melalui Museum dan Cagar Budaya dan berlangsung hingga 15 September 2025 di Galeri Nasional Indonesia.
Pameran ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia serta memperingati dua abad pecahnya Perang Jawa (1825–1830) peristiwa monumental yang menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme.
Irene menyatakan. seni dan sejarah adalah dua fondasi penting pengembangan subsektor ekonomi kreatif. Dia melihat potensi besar kisah Perang Diponegoro untuk dikembangkan menjadi kekayaan intelektual (intellectual property/IP) yang bisa menjangkau lintas media dan generasi.
“Melalui sinergi lintas sektor, sejarah seperti Perang Diponegoro bisa menjadi inspirasi lahirnya gim, film, hingga karya visual yang diminati generasi muda. Inilah kekuatan ekraf, bukan hanya melestarikan budaya, tapi mengembangkannya menjadi sesuatu yang hidup dan berdaya saing,” kata Irene.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan, Perang Diponegoro merupakan salah satu perang terbesar dalam sejarah Indonesia. Dia mengapresiasi para seniman dan kurator yang terlibat dalam pameran ini.
Pameran ini bukan sekadar pengingat sejarah, tapi juga undangan bagi generasi muda untuk terlibat aktif—bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai kreator yang menjadikan jejak masa lalu sebagai inspirasi karya masa kini.
“Kita hadir di sini bukan sekadar mengenang nyala fisik dari Perang Diponegoro, tapi juga nyala budaya—semangat perlawanan, identitas, dan kebangsaan. Lewat karya seni dan artefak sejarah, kita bisa menyampaikan kembali nilai-nilai perjuangan kepada generasi muda,” ujar Fadli Zon. (hms/smr)