Stigma bahwa generasi milenial enggan membeli properti kian berkembang akhir-akhir ini. Melihat kondisi itu, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengadakan acara Ngobrol Properti (NGOPI) bertajuk “Kapan Beli Properti” untuk memberikan jawaban atas problematika tersebut di 57 Promenade, Jakarta, Kamis (26/4). Acara sekaligus mempertemukan generasi milenial dengan para pelaku industri di bidang properti, perbankan, dan fintech serta perwakilan dari perumus kebijakan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo mengatakan, lewat kegiatan NGOPI ini, Kadin ingin mendengar dan berdiskusi dengan generasi milenial secara langsung terkait kendala-kendala yang dihadapi mereka dalam membeli properti. Forum edukasi ini diharapkan dapat memberikan solusi taktis untuk membantu generasi milenial bisa memiliki dan berinvestasi properti.
“Dalam acara NGOPI ini, generasi milenial melemparkan banyak pertanyaan. Salah satunya adalah kapan waktu yang tepat untuk membeli properti,” ungkap Hendro.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengingatkan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan hal tersebut. “Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pembangunan infrastruktur yang intensif, dan perbaikan peringkat kemudahan berbisnis memberikan harapan pada pasar properti untuk terus bertumbuh,” ujar Rosan dalam sambutannya.
Hal tersebut, lanjut Rosan, dapat dimanfaatkan oleh pengembang bisnis properti untuk semakin cermat dalam melihat peluang dan membaca permintaan pasar khususnya generasi milenial yang biasanya menginginkan friendly, flexibility payment dan affordable.
Berdasarkan data para pengembang anggota Kadin dari realisasi penjualan sepanjang triwulan I-2018, pertumbuhan bisnis properti pada awal tahun ini masih didominasi oleh sektor hunian, baik rumah tapak maupun apartemen. Melihat kondisi tersebut, Rosan memperkirakan industri properti dapat tumbuh berkisar 5-7% di tahun 2018.
Pertumbuhan sektor tersebut didukung oleh kebutuhan akan hunian yang masih tinggi serta harus didukung sejumlah kebijakan terkait sektor properti seperti suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang rendah dan adanya upaya semua pihak terkait kendala uang muka (down payment/DP) yang saat ini dialami golongan menengah ke bawah.
Hal ini sejalan dengan hasil survei BI 2017 bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan bisnis properti itu adalah bunga KPR (20,36%), persyaratan uang muka (16,57%), pajak (16,13%), perizinan (14,45%), serta kenaikan harga bahan bangunan (11,68%), di mana lebih dari 76% konsumen masih mengandalkan kredit bank (KPR/KPA) untuk membeli rumah.
“Tantangan bagi pengembang properti adalah orientasi pengembangan harus mengarah kepada produk properti yang bisa dijangkau oleh pasar generasi milenial. Apalagi segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga sepuluh tahun mendatang sehingga berpengaruh terhadap industri ini,” imbuh Rosan.
Bank-bank pemberi kredit perumahan harus membuka diri agar bisa diakses oleh generasi milenial karena kemampuan generasi ini dalam membeli properti maksimal Rp1 miliar, di mana 17% di antaranya baru mampu membeli rumah dengan harga di atas Rp300 juta. Hal ini karena rata-rata penghasilan mereka sebesar Rp3-6 juta, sedangkan untuk membeli rumah seharga Rp300 juta, dibutuhkan income minimal Rp7,5 juta per bulan
“Diharapkan masalah generasi milenial ini bisa akomodir oleh pemerintah, sehingga bisa diterbitkan kebijakan yang mendukung generasi milenial untuk bisa memiliki properti,” kata Rosan.
BTN Dukung Masyarakat
Direktur Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Satria mengatakan, Bank BTN terus mendukung masyarakat Indonesia, khususnya generasi milenial, untuk memiliki hunian. “Saat ini, banyak bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance) menawarkan program KPR atau Pembiayaan Pemilikan Rumah dengan memberikan kemudahan seperti misalnya penetapan bunga tetap selama hingga 5 tahun, tenor yang relatif panjang hingga 20 tahun, cicilan uang muka, dan lain sebagainya,” ungkap Budi yang jadi salah satu nara sumber.
Solusi yang diberikan Bank BTN, lanjut Budi, selain memberikan program penawaran KPR yang kompetitif adalah memberikan fasilitas bagi konsumen untuk memberikan pilihan properti dalam satu portal, yaitu melalui www.btnproperti.co.id di mana pilihan hunian yang paling banyak dicari milenial pun telah menjadi stok perumahan pada portal dimaksud, yaitu apartemen dengan tipe one bedroom seluas 55 m2 atau tipe two bedrooms berukuran 62 m2.
“Memiliki suatu properti pada prinsipnya adalah lebih cepat lebih baik, karena harga properti memiliki tren kenaikan yang konsisten. Malah kenaikan harga properti lebih cepat dan tinggi dibandingkan dengan kanikan gaji seorang karwayan setiap tahunnya,” ujarnya.
Selain pertanyaan kapan waktu yang tepat untuk membeli properti, generasi milenial juga mengeluhkan kesulitan untuk mengumpulkan uang muka KPR mengingat harga properti yang terus meningkat. Menurut kalangan pengembang properti, masalah ini sebenarnya bisa disiasati oleh generasi milenial.
Direktur Utama PT Summarecon Agung Adrianto P Adhi menjelaskan, Summarecon punya segmen produk yang sangat luas, mulai dari high end, middle sampai dengan produk yang terjangkau dan pembelinya bisa investor atau end user.
“Kami juga punya banyak alternatif cara bayar, yang mungkin bisa sesuai dengan kemampuan daya beli kaum milenial. Selain harga yang terjangkau dan cara bayar yang pas untuk milenial, produk-produk kami juga sangat sesuai dengan tuntutan lifestyle para kaum milenial yang punya karakter simple, compact, dan tentunya modern. Apalagi produk kami didukung fasilitas kawasan seperti shopping mall yang sangat cocok dengan kehidupan para milenial,” kata Adrianto.
CEO Strategic Development & Services Sinar Mas Land Ishak Chandra mengatakan, generasi milenial dapat memanfaatkan beragam variasi produk dan pembiayaan yang ditawarkan pengembang.
Menurutnya, saat ini yang perlu dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan di sector properti adalah memberikan edukasi kepada generasi milenial bahwa ketika mereka memiliki keluarga, mereka akan membutuhkan rumah. Jadi, mereka harus mulai menabung dari sekarang.
“Tinggal bagaimana generasi milenial mampu mengatur keuangannya agar sesuai dengan produk properti yang dikehendaki. Mengatur keuangan harus dilakukan sejak dini dengan mengurangi pola konsumsi yang tidak terlalu penting dan mengalihkannya untuk ditabung secara rutin,” kata Ishak.
Komisaris Gradana Freenyan Liwang menjelaskan Gradana sendiri lahir dari keprihatinan atas masalah ini. Gradana memiliki konsep untuk memudahkan dan meningkatkan daya jangkau bagi masyarakat, khususnya kaum milenial. Selain itu, generasi milenial juga dimudahkan dalam pembiayaan properti seiring pesatnya perkembangan teknologi.
“Kami hadir dengan dua jenis produk pembiayaan, yaitu GraDP untuk pembiayaan Down Payment dan GraSewa bagi mereka yang belum siap atau lebih menginginkan untuk menyewa dahulu untuk pembiayaan talangan sewa,” kata Frenyan.
Country Manager Rumah.com Marine Novita menambahkan berdasarkan hasil survey Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1-2018, sebanyak 63% responden mengaku berencana membeli rumah dalam enam bulan ke depan. Dari total responden yang optimistis membeli rumah, sebesar 44% berasal dari kelompok usia 21-29 tahun, atau milenial muda. Sementara 35% lainnya berasal dari milenial tua, kelompok usia 30-39 tahun.
Hasil survei tersebut menunjukkan kesadaran generasi milenial untuk memiliki hunian sendiri sudah cukup tinggi. Namun, masih ada kendala di antaranya adalah uang muka, meskipun pemerintah telah menurunkan besaran uang muka hingga tinggal 15% untuk pembelian rumah pertama dan para pengembang banyak memberikan promo.
“Untuk itu, mereka perlu diberikan advokasi ataupun panduan langkah-langkah proses pembelian rumah yang benar maupun bagaimana cara menemukan hunian idaman yang tepat,” ujar Marine. (ita)