PT Pegadaian siap merealisasikan program gadai sertifikat tanah produktif, khususnya tanah pertanian. Sertifikat tanah, milik petani ini bisa untuk mendapatkan modal usaha atau demi memenuhi kebutuhan lain yang bersifat mendesak. Karena melalui Pegadaian pula, maka sertifikat tanah tersebut dijamin tak bakal dilelang, jika belum mampu menebus. Karena konsep gadainya memakai gadai syariah dengan akad Qardh Rahn.
Itu terkait upaya perusahaan pembiayaan pelat merah ini menggandeng Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam bentuk perjanjian kerja sama (PKS) dalam hal menyinergikan data dan informasi serta pen-sertifikatan.
Selain itu, kerjasama ini untuk memperkuat payung hukum bagi Pegadaian menerima sertifikat tanah dari masyarakat untuk digadaikan. Dia mengatakan, jika terjadi risiko terburuk ketika petani tidak bisa menebus sertifikat tanah yang mereka gadaikan, maka solusinya tanah tersebut bisa disewakan agar mereka mendapatkan pemasukan.
Direktur utama Pegadaian Sunarso mengatakan, tenor sertifikasi tanah tersebut 3-5 tahun. Pihaknya juga akan melihat siklus dari petani untuk menentukan tenor ke depan. Memang kadang petani, nilai Sunarso, membutuhkan itu untuk beli traktor, beli ini dan itu. Namun fleksibilitas angsuranya tetap disesuaikan dengan siklus usahanya, apakah 3 bulan, apakah 4 bulan dan sebagainya.
“Kalau untuk gadai itu memang harus tanah yang produktif supaya menghindarkan nanti pelunasannya jangan sampai melelang tanahnya, itu berbahaya. Ini sama saja dengan dituding sertifikasi tanah untuk menjeratkan masyarakat ke utang, jangan! Jadi tanah produktif pendekatannya adalah karena yang dibiayai bukan untuk ganti nilai tanah tetapi yang dibiayai adalah kebutuhan produksi atau modal kerja produksi menjadi tanah produktif,” tutur Sunarso, di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Rabu (18/4).
Sunarso bersama Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil menjadi saksi atas penandatangan yang dilakukan Direktur Produk PT Pegadaian Harianto Widodo dan Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Sudarsono.
Permintaan yang datang pada pegadaian, lanjut di, sudah memiliki siklus waktu. Menjelang Lebaran atau pas puasa, permintaan melalui Pegadaian memang selalu tinggi. Hal ini, lanjut dia, berubah. Masyarakat akan kembali menebus barangnya. “Maka omset kembali turun. Dan setelah 1 minggu habis mudik, mereka gadaikan lagi, maka setelah Lebaran naik lagi omsetnya,” riancinya.
Sunarso menargetkan gadai tanah tahun ini mencapai Rp 2 triliun. Angka ini dinilai sudah cukup baik bila tercapat karena merupakan penawaran baru dari Pegadaian. Sedangkan target omset keseluruhan Pegadaian tahun ini bisa naik sebesar Rp 20 triliun dibanding 2017.
“Tahun lalu omset kita Rp 125 triliun, tahun ini kita pasang target Rp 145,4 triliun. Atau naik Rp 20 triliun. Untuk capai target ini, kita perluas jenis barang jaminan yang bisa digadaikan, jadi bukan hanya emas saja. Kementerian ATR juga sudah gencar mensertifikasikan tanah program pemerintah, kita ingin berperan serta untuk memonetasi aset yang idle itu,” tutur Sunarso.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil menyebutkan proses pengurusan sertifikat tanah tersebut gratis dan tidak dipungut biaya dari Kementerian ATR. Meskipun begitu, akan tetap dikenakan biaya administrasi di tingkat desa. “Dari ATR/BPN gratis, untuk ukur ini itu gratis dari BPN. Di desa saja untuk administrasinya, karena ada aturannya SKB 3 Menteri dari Menteri ATR, Mendagri, dan Menteri Desa. Ini untuk persiapan seperti materai, patok tanah, dan lainnya,” ujar dia.
Tahap pertama untuk mengerjakan sertifikat tanah merupakan tahap berat karena mengukur. Kemudian pihaknya menetapkan target, desa dan sosialisasi untuk pembuatan sertifikat tanah. Penerbitan diperkirakan pada Juni 2018. Sertifikasi masalah baru dapat dikeluarkan pada Juni, Juli dan Agustus. Diharapkan target sertifikasi tanah mencapai 7 juta tercapai pada November 2018.
“Mengerjakan sertifikat itu paling berat tahap pertamanya adalah mengukur, begitu kami tetapkan target, kemudian tetapkan desa mana, baru kemudian sosialisasi. Setelah sosialisasi, masyarakat setuju melakukan pembuatan patok, lalu mengukur. Saya mau menambahkan bahwa jangan ada yang berpikir, kita keluarkan sertifikat buat masyarakat supaya mereka jadi terjerat hutang. Justru ini membebaskan masyarakat dari rentenir, memudahkan mereka,” timpal Sofyan.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil juga ikut berpendapat, dengan sertifikat tanah ini bisa digadaikan, bukan berarti pemerintah ingin program bagi-bagi sertifikat tanah ini malah menjebak masyarakat terjebak utang. “Kemudian yang butuh dana mendesak, yang selama ini nggak punya aset yang bisa dijaminkan kita berikan sertifikat ini untuk menyelesaikan banyak masalah. Tapi dari pengalaman Pegadaian selama ini jarang sekali tanah ini dilelang,” tambah Sofyan.
Terganjal Aturan
Selama ini untuk menggadaikan sertifikat tanah masih terganjal oleh aturan yang ada. Di bank pun juga sama, sertifikat tanah sulit untuk digadaikan. “Maka kita cari yang paling memungkinkan, tidak gadai konvensional tapi akan kita kemas dalam gadai syariah dengan akad Qardh Rahn,” imbuh Sunarso.
Menurut Harianto, Pegadaian terus melakukan pengembangan produk gadai termasuk di bidang pertanahan. “Salah satunya produk Gadai Tanah yang akan segera diluncurkan setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga Fatwa Dewan Syariah Nasional. Dengan adanya kerjasama MoU dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Pegadaian melengkapi semua persyaratan yang dibutuhkan,” katanya.
Sunarso menambahkan Pegadaian akan membidik nasabah mikro terutama petani yang memiliki sawah, namun tidak memiliki agunan yang bersifat gadai atau fidusia sehingga itu bisa digunakan untuk mengakses pembiayaan. “Produk ini adalah pinjaman mikro dengan nominal Rp 10-15 juta dan nanti diberikan bagi yang yang memiliki sertifikat tanah untuk kebun, maupun sawah produktif,” tuntasnya. (lin)