Hindari Gap, Kemenag Optimalkan Komunikasi Daerah dengan Pusat

Direktur Bina Haji Kemenag Khoirizi

Fungsi Subdit Advokasi Haji, Kementerian Agama (Kemenag) menjadi ujung tombak komunikasi dengan kantor wilayah di daerah. Karena, selama ini komunikasi tersebut belum berjalan optimal. Komunikasi tersebut meliputi kebijakan hingga akomodasi. Ke depan, Subdit Advokasi haji ini dapat mengurai hambatan dan masalah di daerah.

Dirjen Pembinaan Haji dan Umrah, Kemenag Nizar mengatakan, apabila daerah telah memahami soal itu, tidak ada gap antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada tahap awal, dikatakan Nizar Subdit Advokasi Haji akan memberikan edukasi dan pembinaan kepada para stakholder.

“Regulasi banyak terhenti di kabupaten/ kota saja, sementara pemda tidak mengetahuinya. Contohnya: Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2017 dan PMA Nomor 20 Tahun 2016. Banyak di daerah yang belum memahami. Jadi kami tidak hanya memberikan bantuan hukum untuk jamaah haji saja. Tetapi lebih luas, yakni melakukan pembinaan kepada semua pihak,” terang Nizar saat membuka desiminasi advokasi haji di Bogor, Senin (9/4).

Di bagian Kemenag mengklaim telah mengeluarkan sertifikasi untuk 3000 an petugas bimbingan manasik haji. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah 5100 di tahun 2019 nanti. “Asumsi kami 204 ribu jamaah haji reguler dibagi 45 per rombongan akan muncul 5100 pembimbing manasik haji,” ujar Direktur Bina Haji, Kemenag Khoirizi kepada wartawan di tempat yang sama.

Untuk menerbitkan sertifikasi, kata dia, Kemenag telah bekerja sama dengan 10 Universitas Islam Negeri (UIN) yang memiliki program pendidikan (Prodi) dakwah atau komunikasi khusus menejemen haji. “Hingga hari ini kami sudah melibatkan 10 UIN di Medan, Makassar, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Riau dan UIN Mataram,” bebernya.

Menurut Khoirizi, yang menjamin kualitas, mutu dan profesionalitas pembimbing manasik haji dari UIN. Sementara tugas Kemenag hanya mengeluarkan legalitasnya. “Apabila UIN mengeluarkan sertifikasi tanpa dilegalisir oleh Kemenag itu tidak sah, sebaliknya juga Kemenag tidak bisa mengeluarkan sertifikasi untuk pembimbing tanpa mengikuti sertifikasi 10 hari,” ungkapnya.

Kemenag akan memberikan keleluasaan kepada pembimbing dalam kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) untuk mendirikan bimbingan belajar (Bimbel) manasik haji. Layanan manasik sebelum diberikan oleh kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) dan kantor wilayah (Kanwil) Kemenag. “Kami (Kemenag,Red) akui tidak mampu memberikan layanan manasik bagi calon jamaah haji (Calhaj),” ujar Kasubdit Advokasi Haji, Kemenag Abdurrozak.

Batas ideal bimbingan manasik di KBIH sebanyak 45 orang Calhaj. Jumlah KBIH saat ini 1500, sementara kebutuhan KBIH sebanyak 3000 KBIH. “Kalau 1 KBIH 450 Calhaj, ya sudah tidak ideal,” katanya.

Syarat pembimbing untuk mendirikan Bimbel manasik haji adalah mengantongi sertifikasi. Untuk mendapatkan, menurutnya seorang pembimbing harus mengikuti uji kompetensi dari Kemenag. “Untuk pengawasan Bimbel, nanti dari kantor wilayah (Kanwil) dan perguruan tinggi. Karena sertifikasi mereka yang mengeluarkan,” tutupnya. (ipo/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *