PT Kimia Farma (KAEF) berencana membangun pabrik farmasi dan produk kesehatan di Jeddah, Arab Saudi. Sebelumnya, Kimia Farma telah mengakuisisi Dawaa Medical Limited Company (Dawaa), anak usaha Marei Bin Mahfouz (MBM). Rencana tersebut dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan bisnis secara anorganik. Setidaknya, terdapat 6-7 perusahaan yang tengah dijajaki untuk diakuisisi, tapi targetnya 4 perusahaan dan tahun ini minimal ada 2 perusahaan farmasi yang akan diakuisisi.
Direktur Utama Kimia Farma, Honesti Basyir mengatakan, kalau proses perizinan selesai tahun ini, harapannya awal tahun depan pembangunan sudah mulai bisa dilakukan. Dengan catatan, hasil studi kelayakan bisa dilakukan. Bulan depan, kata Honesti, tim manufacturing akan ke sana, karena masalah perizinan ini yang paling lama. Kalau selesai tahun ini, termasuk studi kelayakannya, awal tahun depan langsung kita bangun.
“Pemilihan Arab Saudi sebagai negara tujuan ekspansi, tidak terlepas dari target Kimia Farma untuk menembus pasar Timur Tengah dan Afrika. Obat yang tersertifikasi Arab Saudi akan dengan mudah diterima di negara-negara Timur Tengah dan Afrika. Targetnya untuk menjadi hub masuk ke Timur Tengah dan Afrika,” kata Honesti di Bandung pada acara Fituno 10K Run Challenge di Balai Kota Bandung, Jalan Wastu Kencana, Kota Bandung, Minggu kemarin (25/3).
Karena, kata dia, standar obat dari lembaga sertifikasi Arab Saudi sudah diakui negara-negara Timur Tengah dan Afrika yang mayoritas penduduknya muslim. Selain itu, kata dia, peluang juga datang dari cenderung lambatnya pembangunan industri hulu di Arab Saudi. Kondisi itu membuat pemerintah Arab Sausi gencar menarik investasi dari luar, termasuk Indonesia.
Honesti pun ingin menggarap potensi pasar haji dan umrah yang cukup besar. “Itu lah mengapa sebelumnya kami sudah mengakuisisi apotik dan dalam proses penjajakan untuk akuisisi klinik dan rumah sakit,” katanya.
Seperti diketahui, Kimia Farma baru saja mengakuisisi 60 persen saham Dawaa Medical Limited Company. Penyertaan modal Kimia Farma di Dawaa mencapai 38 juta riyal Arab Saudi atau setara sekitar Rp 133 miliar.
Kimia Farma Dawaa, kata dia, secara efektif akan beroperasi pada Maret 2018. Sebagian besar apotik Kimia Farma Dawaa berlokasi di Makkah, Madinah, dan Jeddah. “Target utamanya adalah untuk melayani kebutuhan farmasi haji dan umrah. Pasar farmasi di Saudi Arabia pada 2020 diprediksi mencapai 20 miliar dolar AS. Itu belum termasuk peluang untuk menggarap pasar Afrika dan negara Timur Tengah lainnya,” tutupnya.
Fituno 10K RUN challenge digelar Kimia Farma untuk memperkenalkan produk suplemen herbal terbaru Kimia Farma. Kegiatan yang diikuti 3.000 peserta tersebut juga ditargetkan Honesti Basyir untuk memasyarakatkan gaya hidup sehat di tengah masyarakat. “Melihat respons masyarajat yang luar biasa, kami berharap ini bisa menjadi ajang tahunan yang akan kami gelar di Kota Bandung. Kegiatan ini memperebutkan total hadiah Rp 240 juta,” tuturnya.
Di bagian lain Honesti mengatakan, perseroan menganggarkan dana belanja modal atau capex (capital expendicture) hingga Rp 3,5 triliun. Ini untuk menunjang sejumlah langkah strategis perseroan di sepanjang 2018. “Capex ini di antaranya untuk semakin memantapkan langkah dari ekspansi ke Arab Saudi. Kita ingin Arab Saudi jadi hub untuk masuk Afrika, tak hanya pasar Timteng,” tandasnya.
Untuk dalam negeri, Kimia Farma menganggarkan dana belanja modal sebesar Rp 1,2 triliun. Di antaranya dana tersebut digunakan untuk membangun pabrik bahan baku di Cikarang, Bekasi dan Banjaran, Kabupaten Bandung. “Capex sebesar itu berasal dari loan dengan porsi hingga 70 persen di samping sindikasi dan surat utang jangka menengah (medium term note). Sisanya dana sendiri,” katanya.
Langkah itu paralel dengan rencana lainnya mengakuisisi sebuah rumah sakit yang beroperasi di tiga kota Arab Saudi yakni Mekah, Madinah, dan Jeddah. Pasalnya, RS tersebut akan diproyeksikan melayani musim haji. Untuk keperluan tersebut, mereka akan memanfaatkan jaringan Dawaa. Sebelumnya, dengan akuisisi tersebut, menjadikan Kimia Farma mempunyai 31 dari 90 outlet di tiga kota tersebut. “RS ini rencananya kita kelola sendiri, makanya kita berkoordinasi dengan Kemenkes. Karena ini kerjasamanya untuk RS haji, sebagai pusat pelayanan bagi hajinya di Madinah dan Mekah,” katanya.
Sekretaris Perusahaan KAEF Ganti Winarno mengakui, KAEF mulai mengatur strategi untuk mengantisipasi pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, bila rupiah terus melemah, maka dapat dipastikan harga impor bahan baku industri berpeluang naik besar.
“Sebagian besar industri masih bergantung pada impor. Sehingga kondisi pelemahan rupiah terhadap dollar AS ini harus segera diantisipasi. Salah satunya kami melakukan penjadwalan pembelian bahan baku dengan supplier termasuk juga harga dan jumlah yang akan dibeli setiap industri pasti sudah melakukan mitigasi risiko untuk pengembangan bisnis. Termasuk salah satunya adalah risiko kurs,” terang Ganti terpisah.
Sebelumnya dikabarkan KAEF mencari sejumlah pendanaan eksternal untuk membiayai kebutuhan ekspansi tahun ini. Perusahaan farmasi pelat merah itu baru saja menerbitkan surat utang jangka menengah alias medium term note (MTN) senilai Rp 600 miliar. MTN tahap kedua itu memiliki tenor tiga tahun dengan kupon 7,75% per tahun. Hasil penerbitan MTN akan digunakan untuk memenuhi belanja modal (capex) dan belanja operasional (opex) KAEF. Pefindo telah menyematkan peringkat AA- untuk surat utang tersebut. (lin)