Beberapa Puisi Karya Rumi

Maulana Jalaluddin Rumi dalam grafis. Foto: intenet

Rumi: Tradisi dan Intuisi

semarak.co-Oleh | Senin, 12 September 2016 | 21:00 WIB

Bacaan Lainnya

Telinga adalah perantara, mata adalah pencinta yang menyatu dengan sang kekasih;

mata adalah karunia nyata, sedangkan telinga hanya memiliki kata-kata yang menjanjikannya.

Dalam mendengar ada perubahan sifat; dalam melihat, ada perubahan hakikat.

Jika pengetahuanmu tentang api ditentukan oleh kata-kata semata, coba matangkan dengan api!

Tiada kepastian intuitif sampai engkau terbakar,

jika kau hasratkan kepastian itu duduklah dalam api!

Apabila telinga semakin peka, ia bakal menjadi mata;

apabila sebaliknya, kata-kata terperangkap dan tak dapat mencapai hakikat –n (Rumi)

 

Rumi: Perasaan dan Pikiran

Oleh: – | Minggu, 11 September 2016 | 21:00 WIB

Zaid dipukul keras dari belakang. Baru saja ia mau membalas,

Yang memukulnya berteriak, “Biarkanlah aku bertanya dahulu: pertama jawablah, sudah itu pukullah aku.

Aku memukul kudukmu, dan terdengar bunyi tamparan.

Sekarang aku bertanya ramah kepadamu

Apakah suara itu disebabkan oleh tanganku atau oleh lehermu. O kebanggan bangsawan?”

Zaid menjawab, “Rasa sakit yang kuderita membuatku tiada waktu untuk memikirkan masalah ini.

Pikirkan sendiri: oranng yang merasa kesakitan tidak dapat memikirkan masalah seperti ini.”

[Rumi]

 

Rumi: Ruh Alam Semesta

Oleh : – | Sabtu, 10 September 2016 | 21:00 WIB

Alangkah luasnya dunia rahasia menggelinding,

Lautan Pikiran yang mengelilingi melingkar!

Bagai mangkuk yang di atasnya tubuh kita mengapung cepat,

Hanya untuk memenuhi, tenggelam, dan akhirnya hilang

Tanpa percik gelembung dari Lautan yang melambungkan ke atas.

Ruh yang tidak dapat engkau lihat, ia datang sangat dekat.

Rasakanlah Kehadirannya! Jangan jadi kendi

Penuh air, namun bibirnya kering kerontang;

Atau seperti penunggang kuda tanpa peduli jauh menunggang,

Namun tak pernah melihat kuda yang di bawah pahanya.

 

Rumi: Tujuan Penciptaan

Oleh: – | Jumat, 9 September 2016 | 21:00 WIB

Hikmah Tuhan menciptakan dunia supaya segala sesuatu yang ada dalam pengetahuan-Nya menjadi tersingkap.

Tuhan menimbulkan di atas dunia rasa sakit ketika melahirkan agar apa yang Dia ketahui menjadi terungkap.

Engkau tak dapat sejenak pun berdiam diri,

engkau tak dapat istirahat sampai berbagai hal yang baik atau buruk keluar dari dirimu.

Semua hasrat untuk berbuat ini ditakdirkan agar akhirnya kesadaran batinmu jelas tampak.

Bagaimana yang nyata, yaitu tubuh, dapat diam jika benang, yakni pikiran, menariknya?

Dunia ini dan dunia sana tak henti-hentinya melahirkan:

setiap sebab adalah ibu, akibatnya adalah sang anak.

Jika akibat lahir, ia pun menjadi sebab dan melahirkan berbagai akibat yang menakjubkan.

Sebab-sebab ini adalah generasi-generasi,

namun ia membutuhkan suatu penglihatan yang sangat tajam untuk melihat mata rantainya.

[Rumi]

 

Rumi: Dunia Waktu

Oleh: – | Kamis, 8 September 2016 | 21:00 WIB

Setiap saat engkau mati dan kembali.

“Dunia ini hanya sekejap,” sabda Nabi.

Pikiran kita adalah anak panah yang dibidikkan oleh-Nya:

Bagaimana ia akan tetap tinggal di udara? Ia akan kembali lagi kepada Tuhan.

Setiap saat dunia diperbaharui kembali,

dan kita tidak menyadari perubahannya yang tak pernah berhenti.

Hidup pun senantiasa mengalir baru,

meski dalam tubuh tampak kemiripan bentuk yang berkesinambungan.

Karena cepatnya ia tampak berkesinambungan,

bagai kembang api yang engkau putar dengan tangan.

Waktu dan masa adalah gejala yang dihasilkan oleh cepatnya Tindakan Tuhan,

Bagaikan puntung berapi yang cekatan diputar menimbulkan ilusi lingkaran api panjang.

[Rumi]

 

Rumi: Hakikat dan Penampakan

Oleh: – | Rabu, 7 September 2016 | 21:00 WIB

Cahayalah yang membuat warna dapat dilihat: di malam hari

Merah, hijau, dan coklat muda hilang dari pandanganmu.

Maka lewat kegelapan engkau pun mengenal cahaya:

Segala yang tersembunyi, oleh kebalikannya dapat tampak.

Karena tak ada kebalikan bagi Tuhan, Dia, melihat segala, menyangkal

Diri-Nya selalu bagi penglihatan yang nisbi.

Dari rimbun yang gelap bagai singa bercahaya,

Tubuh dari Jiwa yang tak tampak meloncat ke dalam cahaya.

Ketika gelombang pikiran dari Laut Hikmah yang dalam

Muncul, ucapan dan suara dipakai untuk mengungkapkan dirinya

Mengalir indah berkilauan,

Kemudian turun dan bercampur dengan gelombang yang jatuh.

Begitu segala yang indah binasa, untuk diperindah kembali

Oleh keindahan Yang Maha Esa, asal dari segala yang indah,

[Rumi]

Pos terkait