Komunitas Salihara Gelar Final Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024: Interpretasi Kritis dari Generasi Muda Pembaca Sastra

eposter utama Final Debat Sastra 2024. Foto: humas Salihara

Setelah melalui proses seleksi yang panjang sejak Maret 2024, Komunitas Salihara telah menetapkan 3 kelompok dari 40+ pendaftar untuk mengikuti Final Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024. Proses seleksi dilakukan 27 Agustus 2024 oleh tiga dewan juri, yakni Feby Indirani, Kiki Sulistyo, dan Ronny Agustinus.

semarak.co-Ketiganya memutuskan bahwa kelompok-kelompok di bawah ini terpilih untuk menjadi finalis dalam Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024, Sebagaimana dirilis humas Komunitas Salihara melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Kamis (26/9/2024), berikut data pesertanya:

Bacaan Lainnya
  1. Kelompok Mayapada, SMA Negeri 8 Jakarta

Judul Makalah: “Antroposentrisme: Kaitan Moralitas Manusia Terhadap Hegemoni Alam pada Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”

  1. Kelompok Pasukan Akhir Tahun (SMA ABBS Surakarta, SMK Negeri 2 Depok, SMA Warga Surakarta)

Judul Makalah: “Menembus Hutan dan Menjelajahi Karakter: Membandingkan Tema, Tokoh, dan Hal Hal yang Membentuk Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda”

  1. Kelompok Tiga Serumpun, SMA Santo Fransiskus Asisi

Judul Makalah: “Pascakolonial: Interpretasi Selera dan Kuasa dalam Novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Karya Luis Sepúlveda dan Novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis”.

Sebelumnya, Komunitas Salihara membuka pendaftaran 15 Maret 2024 dengan acuan untuk membandingkan novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda (Chili) dengan Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis (Indonesia).

Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena keduanya ditulis di saat negeri masing- masing—Indonesia dan Chili—diperintah oleh diktator militer—Soeharto di Indonesia dan Pinochet di Chili.

Selain itu dari konteks juga keduanya bercerita antara lain tentang hubungan manusia dengan alam hutan, ekosistemnya, dan persoalan yang timbul akibat peradaban modern—suatu masalah yang menjadi semakin urgen belakangan ini.

Fokus perbandingan yang diminta adalah penggarapan sastrawi atas tema pembangunan dan ekologi, dan penggarapan atas tokoh-tokoh cerita.

Penting juga untuk melihat apakah ide (tema atau pesan cerita) dan bentuk (bahasa, metafora, plot, dll.) berjalin seimbang sehingga novel ini nikmat dibaca. Makalah terpilih dilihat dari mutu argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan.

Bagi umum yang ingin melihat keseruan Final Kompetisi Debat Sastra 2024 bisa hadir secara daring di Komunitas Salihara, Sabtu (28/9/2024) pukul 13:00 WIB dengan melakukan registrasi di tiket.salihara.org.

Final debat dan Pengumuman pemenang Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024 serta pemenang makalah favorit diumumkan di Komunitas Salihara dan disiarkan di kanal YouTube Peta Sastra Indonesia pada 28 September, 17:30 WIB.

Di tahun ini Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024 didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2023.

Tentang Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta dan Harimau! Harimau!

Ditulis oleh: Kurator Edukasi dan Gagasan Komunitas Salihara, Zen Hae Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda adalah dua novel tentang konflik manusia dengan harimau.

Yang pertama berlangsung di hutan Sumatra, yang kedua di belantara Ekuador. Harimau dalam hal ini mewakili kekuatan alam liar yang terusik oleh ulah manusia, baik karena pemukiman, penambangan maupun perburuan yang telah menjadi tradisi panjang masyarakat setempat.

Sumber makanan harimau menipis dan membuatnya kelaparan. Itulah kenapa sang harimau menuntut balas, memangsa manusia. Sebaliknya, korban-korban yang berjatuhan menjadi alasan manusia untuk memburu harimau. Pada akhirnya, sang harimau mati di tangan para pemburu. Dengan begitu, salah satu kekuatan alam telah ditaklukkan.

Kedua novel ini sama-sama memberikan pelajaran betapa pentingnya merawat alam dan menghormati apa-apa yang ada di dalamnya. Tanpa kesadaran ini maka perusakan alam (dalam hal ini: perburuan dan penambangan) akan terus terjadi.

Dua pengarang, dengan cara masing- masing, telah menunjukkan betapa konflik antara manusia dan harimau hampir selalu dimulai dari terancamnya sang harimau oleh manusia. Manusia yang kelewat rakus menjarah hasil

hutan akan menanggung akibat kemarahan para penghuni rimba raya. Tetapi, manusia selalu dimenangkan dalam konflik ini. Membandingkan kedua novel ini berarti membandingkan juga dua budaya dalam melihat alam dan rimba raya.

Termasuk cara pandang masyarakat dalam melihat ancaman harimau. Antara yang melihatnya dengan cara pandang realistis-pragmatis dan yang melihatnya dengan bumbu mitos harimau jadi-jadian.

Antara cara pengarang yang tangkas dan penuh humor dan pengarang yang bertele-tele dan penuh petuah. Antara sapuan erotisme yang samar-samar dan maksud politik jahat. (smr)

Pos terkait