Alasan Nebeng Jet Pribadi Teman

Grafis satire terkait alasan anak bungsu Presiden Joko Widodo si Kaesang Pangareb yang berdalih nebeng naik jet pribadi teman saat diduga terjerat kasus gratifikasi. Foto: ist

Oleh Agustinus Edy Kristianto *)

semarak.co-Alasan “nebeng jet pribadi teman” bisa jadi dipakai untuk mengalihkan perhatian publik dan secara politik menyeret sejumlah pejabat/keluarganya, yang juga pernah naik jet orang (seperti Megawati Soekarnoputri dan Mahfud MD).

Bacaan Lainnya

Dengan argumen “kasusnya relatif mirip” mau dibentuk persepsi bahwa naik jet pribadi bagi pejabat atau keluarganya itu belum tentu korupsi. Maka dibilanglah oleh Mulyono, “semua orang sama di mata hukum.”

Artinya kalau si pisang dianggap korupsi, berarti pejabat/keluarga lain yang naik jet pribadi juga korupsi. Masalahnya bukan cuma soal nebeng—meskipun saya mendukung suara kreatif yang ‘mengolok-olok’ soal jet pribadi di medsos.

Sering kali hukuman sosial jauh lebih ampuh (dulu seorang penegak hukum yang tengah berkasus pernah berkata ke saya kalau dia tidak terlalu takut proses hukum, yang dia takut justru kalau cucunya sampai baca berita tentang kasusnya di koran).

Yang terpenting, orang harus sadar nepotisme dan perdagangan pengaruh itu dilarang. Kalau demi pisang hal itu mau diperbolehkan, aturan di UU 28/1999 dan UU 7/2006 tentang Konvensi Antikorupsi Internasional harus dicabut.

Munafik namanya kalau larangannya ada tapi kita berdalih segala macam untuk membenarkan perbuatan itu. Kalau argumennya adalah kasus yang “relatif mirip” maka padanan kasus pisang adalah kasus Choel Mallarangeng—saat itu adik Menpora Andi Mallarangeng.

Choel dan pisang sama-sama adik, sama-sama bukan penyelenggara negara tapi kakaknya adalah penyelenggara negara. Persoalan Peninjauan Kembali (PK) Choel pada akhirnya dikabulkan sehingga hukumannya dipangkas enam bulan, itu soal lain.

Yang jelas, kalau hukum berlaku sama maka pisang juga seharusnya layak diadili. Benar-salahnya biar diputus oleh pengadilan. Bukan oleh juru bicara atau Istana Negara. Pertanyaannya, apa ‘underlying’ kasusnya?

Kalau Choel, pemberian uang dan sejenisnya dianggap berhubungan dengan proyek Hambalang yang berada di bawah anggaran Kemenpora, si pisang apa? Sangat patut dicurigai kasus yang berkaitan dengan kepentingan si pemilik jet.

Yakni Garena—pengembang game yang berada di bawah induk SEA Limited (SE) di Singapura—yang sejak 2021 menjadi sponsor klub yang mayoritas sahamnya dimiliki pisang, yaitu Persis Solo.

Kakak pisang menjabat Wali Kota Surakarta pada 26 Februari 2021 – 19 Juli 2024. Sejumlah pemberitaan menyebutkan setidaknya pisang empat kali naik jet milik Garena itu selama kakaknya menjabat.

Pada 23 April 2021, sebagai Wali Kota Surakarta, kakak pisang menandatangani Nota Kesepahaman dengan Shopee (anak perusahaan SE lainnya) yang salah satu poinnya adalah menjadikan tanah milik Pemkot Solo menjadi kantor Shopee dan lokasi gaming.

Bisa diasumsikan, Nota itu secara langsung atau tidak langsung memberikan keuntungan bagi pihak Shopee dan pemilik game Free Fire (Garena). Menurut Laporan Keuangan SE Tahun 2023, pendapatan Free Fire tahun lalu US$2,2 miliar (Rp33 triliun).

Sementara itu pemasukan terbesar SE tetap dari ecommerce yakni US$9,7 miliar (Rp146,5 triliun). SE perusahaan publik yang listing di bursa Singapura, Frankfurt, dan New York.

Sama seperti kasus Hambalang, harusnya tugas KPK-lah untuk menyelidiki tipikornya. Sama seperti kasus Hambalang—di mana saya bertindak sebagai salah satu pelapor—dalam kasus pisang, sudah ada laporan masyarakat juga, salah satunya dari MAKI.

Perkara tidak selesai dengan hanya mengembalikan Rp90 juta x 4 tiket jet yang dipakai pisang dkk, itu pun jika dianggap KPK sebagai gratifikasi.

Masalahnya adalah dugaan keberadaan Gang Ye (eksekutif sekaligus beneficial owner SE) dalam perjalanan jet bersama pisang dan segala dugaan pemberian fasilitas tidak terbatas hanya jet tetapi juga kesepakatan sponsorship dengan Persis Solo dsb berhubungan dengan kebijakan pemerintah yang dijabat kakaknya itu dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Bahkan mungkin ada juga berkaitan bukan hanya dengan kebijakan kakaknya melainkan lebih strategis lagi adalah kebijakan bapaknya. Dulu, Choel mengembalikan Rp7 miliar ke KPK dan pengembalian itu dipertimbangkan oleh hakim PK di MA sebagai hal yang meringankan sehingga hukumannya dipangkas enam bulan.

Jika hukum berlaku sama maka pisang pun layak diadili. Silakan membela diri, mengembalikan uang, selfie dan sebagainya di pengadilan.

USA here we go!

Alasan “nebeng jet pribadi teman” bisa jadi dipakai untuk mengalihkan perhatian publik dan secara politik menyeret sejumlah pejabat/keluarganya, yang juga pernah naik jet orang (seperti Megawati dan Mahfud MD).

Dengan argumen “kasusnya relatif mirip” mau dibentuk persepsi bahwa naik jet pribadi bagi pejabat atau keluarganya itu belum tentu korupsi. Maka dibilanglah oleh Mulyono, “semua orang sama di mata hukum.”

Artinya kalau si pisang dianggap korupsi, berarti pejabat/keluarga lain yang naik jet pribadi juga korupsi. Masalahnya bukan cuma soal nebeng—meskipun saya mendukung suara kreatif yang ‘mengolok-olok’ soal jet pribadi di medsos.

Sering kali hukuman sosial jauh lebih ampuh (dulu seorang penegak hukum yang tengah berkasus pernah berkata ke saya kalau dia tidak terlalu takut proses hukum, yang dia takut justru kalau cucunya sampai baca berita tentang kasusnya di koran).

Yang terpenting, orang harus sadar nepotisme dan perdagangan pengaruh itu dilarang. Kalau demi pisang hal itu mau diperbolehkan, aturan di UU 28/1999 dan UU 7/2006 tentang Konvensi Antikorupsi Internasional harus dicabut.

Munafik namanya kalau larangannya ada tapi kita berdalih segala macam untuk membenarkan perbuatan itu. Kalau argumennya adalah kasus yang “relatif mirip” maka padanan kasus pisang adalah kasus Choel Mallarangeng—saat itu adik Menpora Andi Mallarangeng.

Choel dan pisang sama-sama adik, sama-sama bukan penyelenggara negara tapi kakaknya adalah penyelenggara negara. Persoalan Peninjauan Kembali (PK) Choel pada akhirnya dikabulkan sehingga hukumannya dipangkas enam bulan, itu soal lain.

Yang jelas, kalau hukum berlaku sama maka pisang juga seharusnya layak diadili. Benar-salahnya biar diputus oleh pengadilan. Bukan oleh juru bicara atau Istana Negara. Pertanyaannya, apa ‘underlying’ kasusnya?

Kalau Choel, pemberian uang dan sejenisnya dianggap berhubungan dengan proyek Hambalang yang berada di bawah anggaran Kemenpora, si pisang apa? Sangat patut dicurigai kasus yang berkaitan dengan kepentingan si pemilik jet.

Yakni Garena—pengembang game yang berada di bawah induk SEA Limited (SE) di Singapura—yang sejak 2021 menjadi sponsor klub yang mayoritas sahamnya dimiliki pisang, yaitu Persis Solo.

Kakak pisang menjabat Wali Kota Surakarta pada 26 Februari 2021 – 19 Juli 2024. Sejumlah pemberitaan menyebutkan setidaknya pisang empat kali naik jet milik Garena itu selama kakaknya menjabat.

Pada 23 April 2021, sebagai Wali Kota Surakarta, kakak pisang menandatangani Nota Kesepahaman dengan Shopee (anak perusahaan SE lainnya) yang salah satu poinnya adalah menjadikan tanah milik Pemkot Solo menjadi kantor Shopee dan lokasi gaming.

Bisa diasumsikan, Nota itu secara langsung atau tidak langsung memberikan keuntungan bagi pihak Shopee dan pemilik game Free Fire (Garena). Menurut Laporan Keuangan SE Tahun 2023, pendapatan Free Fire tahun lalu US$2,2 miliar (Rp33 triliun).

Sementara itu pemasukan terbesar SE tetap dari ecommerce yakni US$9,7 miliar (Rp146,5 triliun). SE perusahaan publik yang listing di bursa Singapura, Frankfurt, dan New York. Sama seperti kasus Hambalang, harusnya tugas KPK-lah untuk menyelidiki tipikornya.

Sama seperti kasus Hambalang—di mana saya bertindak sebagai salah satu pelapor—dalam kasus pisang, sudah ada laporan masyarakat juga, salah satunya dari MAKI. Perkara tidak selesai dengan hanya mengembalikan Rp90 juta x 4 tiket jet yang dipakai pisang dkk, itu pun jika dianggap KPK sebagai gratifikasi.

Masalahnya adalah dugaan keberadaan Gang Ye (eksekutif sekaligus beneficial owner SE) dalam perjalanan jet bersama pisang dan segala dugaan pemberian fasilitas tidak terbatas hanya jet tetapi juga kesepakatan sponsorship dengan Persis Solo dsb berhubungan kebijakan pemerintah yang dijabat kakaknya itu dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Bahkan mungkin ada juga berkaitan bukan hanya dengan kebijakan kakaknya melainkan lebih strategis lagi adalah kebijakan bapaknya. Dulu, Choel mengembalikan Rp7 miliar ke KPK dan pengembalian itu dipertimbangkan oleh hakim PK di MA sebagai hal yang meringankan sehingga hukumannya dipangkas enam bulan.

Jika hukum berlaku sama maka pisang pun layak diadili. Silakan membela diri, mengembalikan uang, selfie dan sebagainya di pengadilan.

USA here we go!

Salam. AEK *) pegiat medsos

 

sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10235939606573158&id=1311891821&set=a.4113966370116 di WAGroup TUAH SAKATO (postKamis19/9/2024/filabarlian/athen)

Pos terkait