Setiap 29 Juni, bangsa Indonesia memiliki hari khusus bagi keluarga. Tiga puluh satu tahun lalu tanggal tersebut, pemerintah menetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Makna terdalam dari peringatan ini tak lain untuk mengingatkan seluruh anak bangsa, bahwa keluarga merupakan wahana utama dan pertama dalam konteks pembangunan bangsa.
semarak.co-Kuat keluarga, kuat pula bangsa. Demikian pula sebaliknya. Mengambil salah satunya, momentum kembalinya para pejuang dari medan laga melawan kolonial penjajah ke dalam pelukan keluarga, menandai penetapan hari itu, untuk selanjutnya dikenang dalam sebuah peringatan bertitle Hari Keluarga Nasional.
Delapan Fungsi Keluarga mendasari salah satu upaya BKKBN dalam menjalankan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana). Termasuk pula Percepatan Penurunan Stunting (PPS).
Mengutip rilis humas BKKBN Pusat dari WAGroup Jurnalis BKKBN, Kamis (20/6/2024), berikut ke-8 Fungsi Keluarga dimaksud: Fungsi Agama, Sosial Budaya, Cinta Kasih, Perlindungan, Reproduksi, Sosialisasi dan Pendidikan, Ekonomi dan Pembinaan Lingkungan.
Seturut dengan kebutuhan pembangunan keluarga, Percepatan Penurunan Stunting menjadi program yang mengemuka di BKKBN sejak Peraturan Presiden No.72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting diterbitkan.
Presiden mengamanatkan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana PPS, dibawah supervisi atau arahan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Pengarah PPS. Hasil capaiannya masih berproses dalam penghitungan lebih lanjut.
Yang pasti tren penurunan stunting terus bergulir di sejumlah daerah. Persoalan stunting memang krusial karena sangat mengganggu upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Selain akan berdampak pada tumbuh kembang, kecerdasan dan kesehatan nantinya, meminjam pernyataan Kepala BKKBN, dokter Hasto, orang dengan stunting di masa bayi berpotensi memiliki penghasilan 22 persen lebih rendah dari orang yang tidak stunting.
“Lalu, bagaimana bisa mereka menanggung orang tuanya kelak. Ini menjadi masalah bangsa ini ke depan,” ujar dokter Hasto dalam beberapa pertemuan yang telah digelar.
Bukan sebatas itu saja. Pada gilirannya kasus stunting juga dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan per kapita daerah. Utamanya dalam menghadapi bonus demografi yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini.
Karena hal tersebut, seluruh potensi anak bangsa perlu berkolaborasi membuat program pencegahan, penanganan dan penurunan stunting sesegera mungkin. Salah satu intervensi penting adalah memperhatikan kualitas remaja perempuan, terutama sisi asupan gizi.
Jika tidak mendapatkan edukasi dan asupan gizi dengan benar, di masa depan mereka berpotensi melahirkan bayi-bayi stunting baru. Sesungguhnya ada empat kunci utama untuk mengenyahkan stunting menuju terwujudnya keluarga berkualitas di negeri tercinta ini.
Empat kunci itu adalah merencanakan usia pernikahan, merencanakan kelahiran, mengatur jarak kelahiran, merawat bayi dengan memberikan ASI eksklusif selama dua tahun.
Satu di antaranya adalah menjaga jarak kelahiran antar anak, setidaknya berjarak tiga tahun. Mengapa? Bila kurang dari itu, ibu berpotensi melahirkan bayi stunting. Mengambil momentum peringatan Hari Keluarga Nasional tahun ini, sangat diharapkan akan semakin banyak keluarga Indonesia yang semakin berkualitas.
Keluarga yang tenteram, mandiri dan bahagia. Keluarga tenteram, mandiri dan bahagia merupakan indikator yang diukur dalam Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga). Provinsi Aceh berada di urutan pertama keluarga paling bahagia di Indonesia saat ini berdasarkan indeks tersebut.
Selamat memperingati Hari Keluarga Nasional ke-31 Tahun 2045. Sebuah Hari dimana bangsa ini berkomitmen untuk menuju Generasi Emas, Indonesia Emas di 2045.
Di bagian dirilis humas BKKBN berikutnya, tahun 2024 merupakan tahun ketiga pelaksanaan Audit Kasus Stunting (AKS). Sejumlah pihak terkait telah banyak belajar bagaimana penanganan terhadap kasus stunting.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti mengatakan, dimulai tahapan verifikasi kasus, menilai kasus sampai menentukan intervensi yang tepat. Juga evaluasi intervensi yang diberikan, apa tepat sasaran dan mampu memberi dampak untuk lebih baik.
“Kasus yang diangkat adalah kasus kompleks dengan penyakit penyerta dan faktor risiko berat butuh penanganan yang tepat,” ujar Nopian mewakili Kepala BKKBN saat membuka kegiatan Aksi Pasti II Tahun 2024 yang dilaksanakan secara hybrid, Rabu (19/06/2024).
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN dr. Irma Ardiana mengatakan, dalam Aksi Pasti ini ada dua kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memaparkan hasil AKS. Kabupaten Banjarnegara dan Boyolali telah terpilih melalui seleksi tingkat provinsi sampai nasional atau pusat.
Ditambahkan dr Irma, adapun Kabupaten Banjarnegara memaparkan tentang praktik baik kasus stunting pendampingan calon pengantin (catin) dan ibu hamil dan Kabupaten Boyolali pada ibu pasca persalinan dan bayi di bawah dua tahun (baduta).
Ada yang menarik dalam pemaparan kedua kabupaten. Kabupaten Boyolali memberi contoh salah satu kasus yang terjadi pada anak baduta stunting dengan berat badan 6 kg di usia 18 bulan. Setelah dilakukan pengukuran, anak tersebut tidak hanya kurang berat badan tetapi juga tinggi badan sangat kurang.
Setelah dilakukan pengecekan ternyata anak tersebut sulit menelan saat diberi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Juga ada keterlambatan gerak kasar, bahasa, sosial, kemandirian, pernah dirawat inap dan pernah dipasang NGT selama dua bulan yang kemudian tidak dilanjutkan kontrolnya.
Diketahui juga imunisasi yang diterima anak tersebut tidak lengkap dan memiliki gerd (karena sering muntah). Setelah diintervensi, anak tersebut akhirnya berhasil naik berat badan, sudah dapat berjalan, bisa berbicara, makan sudah naik dari tiga sendok menjadi 10-15 sendok.
Dan tetap dilakukan pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga dan pemerintah desa juga aktif melakukan perawatan rutin terhadap anak tersebut. Di Kabupaten Banjarnegara kasus yang di highlight adalah kasus ibu hamil dengan usia resiko kehamilan, yakni 40 tahun dengan terindikasi anemia.
“Setelah dilakukan intervensi, ibu tersebut dapat melahirkan dengan selamat, dalam kondisi sehat, termasuk bayi yang dilahirkan, dan diminta kepada si ibu untuk memaksimalkan pemberian ASI,” papar dr Irma dalam sambutan.
Kabupaten Banjarnegara memiliki inovasi yang telah dilakukan di tahun 2023 yaitu pelaksanaan AKS yang didukung 14 dokter spesialis kandungan yang turun ke 22 kecamatan. Di tahun 2024, tidak hanya dokter spesialis kandungan tapi ditambah 13 dokter spesialis anak.
AKS 5 Pasti
Ada yang berbeda dengan AKS tahun 2024. Sebelumnya di tahun 2023, AKS mengusung Petik Aksi (Praktik Baik Audit Kasus Stunting). Di tahun ini menjadi Aksi Pasti (Audit Kasus Stunting Indonesia untuk 5 Pasti).
“5 Pasti dapat terimplementasi yaitu pastikan keluarga target sasaran sudah ditetapkan sesuai risiko stunting, pastikan setiap keluarga target sasaran masuk daftar sasaran intervensi, pastikan keluarga sasaran memperoleh pelayanan, setiap sasaran memanfaatkan program intervensi sesuai peruntukannya dan memastikan apa yang sudah kita lakukan tercatat dan terlaporkan,” kata dr. Irma.
“Di tahun 2024 kami melakukan penyesuaian AKS, di tahap 2, 3 dan 4, tidak terlalu banyak tetapi focus dengan bagaimana pendampingan yang dilakukan. Di tahap 2 ada limitasi jumlah kasus yang diaudit, kertas kerja yang sudah direvisi, form juga sudah per auditee agar lebih spesifik,” imbuhnya.
Dilanjutkan dr Irma lagi, “Di tahap 3, proses pelaporannya bagaimana peran BKKBN provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memastikan 5 Pasti dijalankan dengan baik. Di tahap 4, memastikan bahwa kita betul melakukan evaluasi kepada form auditee dan menceklis apakah status risiko membaik.”
Realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) untuk AKS sendiri masih sangat rendah, hanya sebesar 4.89% (data aplikasi Morena per 8 Juni 2024). Menurut data dari tools monitoring satgas, 31 Mei 2024, tahap 1 sudah tercapai 100%, 508 kabupaten/kota sudah melaksanakan AKS tahap 1.
Sebanyak 340 kabupaten/kota (66.1%) sudah melaksanakan AKS Tahap 2. Tahap 3 dan 4 masih sangat rendah, hanya 33 kabupaten/kota (6.6%) yang sudah melaksanakan AKS, dan sebanyak tiga kabupaten/kota (0.6%) sudah melaksanakan AKS Tahap 4.
Dokter Irma menaruh harapan pembelajaran praktik baik dari Aksi Pasti ini dapat menjadi rujukan kabupaten/kota bagaimana mengimplementasikan AKS secara berkualitas. Hadir Wakil Bupati Boyolali Wahyu Irawan, Pj. Bupati Banjarnegara, Muhammad Masrofi Hadi juga Hendro Cahyono, Kepala Dispermades PPKB Banjarnegara, dr. Susanto Rahmad, Koordinator Tim Pakar AKS Banjarnegara.
Turut hadir dr. Ratri S Survivaliba, MPA, Kepala DP2KBP3A Kabupaten Boyolali; dr. Haris Sukastyo, Sp.OG, Ketua Tim Pakar AKS Kabupaten Boyolali; Dr. dr. Lucy Widasari, M.Si, pakar kesehatan dan gizi; Muhammad Kodir, Program Officer Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting Pusat. (smr)