Oleh Prof. Eggi Sudjana *)
semarak.co-Allah Subhannahu Wa Ta Ala berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ٣٦
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” [QS: Al Isro (17): 36]
Saya tidak lagi berharap akan ada putusan yang berkeadilan dari lembaga MK, itu sudah clear. Karena mustahil, MK sebagai lembaga hukum di bawah otoritas politik, bisa mengadili kecurangan politik pada penyelenggaraan Pemilu 2024.
Pada akhirnya, MK akan memutus menolak permohonan dan melegitimasi kecurangan. Namun, dalam proses mengadili perkara, saya juga benar-benar kecewa. MK telah menunjukan sikap jumawa/arogan, bukan sebagai lembaga pengadilan, tapi lembaga superior yang merasa lebih dan berada diatas kedudukan para pihak (pemohon, termohon, pihak terkait).
MK telah mendudukan ruang sidang sengketa Pilpres sebagai ruang MK, bukan ruang para pihak untuk menggali dan menemukan keadilan. MK telah melawan hukum acara persidangan dengan memberikan hak eklusif pada hakim MK untuk mendalami fakta persidangan dan menghalangi pihak lainnya untuk menggali dan menemukan fakta keadilan.
Contohnya saja saat MK, akhirnya memanggil 4 Menteri Jokowi (Muhadjir Efendi, Risma Triharini, Sri Mulyani dan Airlangga Hartanto). 4 Menteri ini dihadirkan atas permintaan Pemohon dari kubu 01 dan 03. Kedudukan menteri ini sebagai saksi.
Tapi mengapa, hanya hakim MK yang boleh bertanya dan menggali keterangan dari para menteri? Kenapa kuasa hukum pemohon, baik dari 01 dan 03, tidak diperkenankan mendalami keterangan saksi dari para menteri tersebut?
Kepentingan dihadirkannya 4 menteri adalah untuk membuktikan adanya kecurangan Pemilu melalui politik penyalah gunaan wewenang Presiden. Yakni, penggelontoran dana bansos untuk kepentingan elektabilitas Prabowo Gibran, sebanyak 560 .360.000.000.000.
Fakta adanya hubungan bansos dengan meningkatnya suara atau dukungan ke Prabowo Gibran, itu Harus digali. Suara Prabowo Gibran itu besar karena bansos, itu harus didalami. Yang berkepentingan untuk menggali dan mendalami tentu saja kubu 01 dan 03 selaku Pemohon yang juga membuat posita dan petitumnya.
Bagaimana fakta bisa terungkap, kalo kuasa hukum pemohon 01 dan 03 tidak boleh bertanya pada saksi 4 menteri? Sejak kapan, hukum acara persidangan tidak membolehkan para pihak menggali keterangan saksi dan hanya menjadi hak ekslusif hakim MK?
Ini sudah melampaui hukum acara dalam persidangan. Oleh karena itu terbukti, saat pertanyaan itu hanya dari MK, materi pertanyaannya ya datar datar saja, normatif tidak subtantif juga tidak ada pertanyaan yang punya tujuan untuk mengungkap fakta politik gentong babi yang menjadi salah satu dasar posita permohonan pemohon.
Ini kan sama aja sandiwara MK hanya memanggil menteri untuk formalitas, seolah MK bertindak adil. Faktanya, pemanggilan menteri hanya untuk melengkapi sandiwara atau DRAKOR = Drama Kotor persidangan di MK, karena yang boleh memeriksa menteri hanya hakim MK.
Ini benar-benar dagelan persidangan yang mendown great pihak Advokat 01 dan 03 jadi nothing, kalau pihak termohon dan terkait mah malah senanglah. Belum lagi Hakim Arif Hidayat, membuat dikotomi kepala pemerintahan dan kepala Negara, sebagai dalih untuk tidak memanggil Jokowi.
Lebih lucunya, berdalih Presiden simbol negara maka MK tak layak memanggil Presiden untuk diambil keterangannya di persidangan. Sejak kapan Presiden adalah simbol negara? Apakah, sekelas hakim MK Arif Hidayat tidak pernah membaca Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan?
Kalau pernah membaca, apa dasarnya Arif Hidayat mengklasifikasi Presiden sebagai simbol Negara? Soal Jokowi tidak dihadirkan sebagai saksi juga aneh, seolah Jokowi hanya berstatus Presiden. Padahal, selain Presiden Jokowi juga berstatus warga negara karena untuk menjadi Presiden haruslah WNI.
Dalam hal ini, konstitusi Pasal 27 ayat 1 UUD 45 tegas menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Berdasarkan pasal ini, harusnya Jokowi diseret ke pengadilan oleh MK. Karena materi keterangan menteri soal bansos, harus pula dikonfirmasi oleh atasannya, yakni Presiden Jokowi. Kenapa MK memposisikan Jokowi spesial atau di kecualikan?
Atau sudah ada pesanan spesial dari Jokowi kepada MK, bagaimana Kita mau berharap pada MK sebagai penjaga konstitusi, untuk yang sudah jelas tertulis di pasal 27 ayat 1 UUD 45 saja tak mampu MK menegakkannya, tapi Aneh yang merasa jago/pendekar hukum yang jadi Advokatnya 01 dan 03 tidak ada yang protes malah dalam keterangan persnya merasa bahagia dan senang banget dengan kondisi obyektifnya sesungguh melecehkan jati diri mereka sebagai Advokat Jagoan.
Sisi lain apakah cara seperti ini sudah di rancang oleh MK, karena terhadap pemeriksaan DKPP juga sama, para advokat jagoan tadi tidak boleh bertanya juga??? Apakah hal demikian sudah ada deal agar Gibran bisa dilantik menjadi Wapres?
Jika ikuti pendapat Hakim Ketua MK, Suhartoyo bila ada publik/WNI yang bertanya tentang persidangan maka Hakimnya HARUS MENJAWAB UNTUK MENJELASKAN YANG DITANYAKAN ORANG ITU!
Sedih saya melihat para Kuasa Hukum pemohon, baik 01 dan 03 juga mau tunduk pada kejumawan/Arogan Hakim MK. Bahkan, diam saja ketika Bambang Widjoyanto mau diusir Arif Hidayat. Harusnya, tunjukan persamaan kedudukan sebagai penegak hukum dihadapan hakim MK.
Tunjukan, advokat juga penegak hukum seperti hakim MK sehingga hakim MK jangan sok paling hebat seenaknya mau usir advokat dari ruangan persidangan lihat pasal 5 Jo pasal 16 dari UU No 18 thn 2003 tentang Advokat.
Saya benar-benar kecewa, jauh sebelum putusan MK dikeluarkan. Karena proses sidang di MK, sudah dapat dijadikan dasar keyakinan, bahwa akhirnya putusan MK hanya akan melegitimasi kecurangan.
Proses di MK, mungkin saja hanya jadi sandiwara untuk meredam kemarahan rakyat terhadap kecurangan/kriminal pemilu dan Pilpres dan akhirnya saya gondok banget karena Rakyat pula yang kembali ditipu dan dikhianati dengan suguhan dagelan sidang di MK ini, persis seperti yang di tuliskan dalam Wahyu Allah Subhaannahu Wa Ta Ala, yaitu:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا فِيْ كُلِّ قَرْيَةٍ اَكٰبِرَ مُجْرِمِيْهَا لِيَمْكُرُوْا فِيْهَا ۗ وَمَا يَمْكُرُوْنَ اِلَّا بِاَ نْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَ
“Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya.” (QS. Al-An’am 6: Ayat 123).
Namun demikian dari sudut ajaran Islam Kita di ajarkan untuk tidak menentukan suatu keadaan akan datang apa yang terjadi, Kita sadar hanya Allaah lah yang tahu dan menentukan takdir bagi siapapun, jadi kita tetap wajib berdoa setelah optimal dalam usaha.
Inshaa Allaah berharap keajaiban dariNYA dalam PHPU di MK sekarang ini hingga 22 April 2024 ada putusan MK yang menyatakan bisa ada pemilu pilpres di ulang tanpa Gibran dan diskualifikasi terhadapnya. Untuk itu kiranya perlu munajat bareng/Istigosah mulai 16 April 2024 depan MK.
Idealnya pasangan AMIN dan Ganjar Mahfud memanggil masing-masing pendukungnya dibersamai para relawannya juga ormas-ormas Islam yang sejalan pilih 01, insya Allaah digerakkan hati nurani paraHakim MK oleh Allaah yang mampu membolak balikan hatinya paraHakim MK untuk memutuskan yang kita maksudkan tersebut. Aamiin. Salam optimis, ES.
*) Ketua Umum TPUA
sumber: WAGroup Keluarga Alumni HMI MPO (postSabtu13/4/2024/dayanlubis)