Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) dan menjadi salah satu persoalan yang harus diatasi juga oleh Indonesia agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat terealisasi. Dengan cara menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi serta kemiskinan ekstrem pada 2030.
semarak.co-Adalah Papua Tengah, daerah otonomi baru (DOB) yang dibentuk dari provinsi induk Papua pada tahun 2022, bisa menjadi potret sebuah wilayah yang mencoba bangkit dari sederet tantangan yang dihadapi. Salah satunya masalah stunting.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Provinsi Papua Tengah merupakan yang tertinggi di Indonesia, sebesar 39,4%. Prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 21,5%.
Upaya untuk bangkit dari keterpurukan itu mendapat perhatian serius pemerintah cq. BKKBN RI. Sebagai Koordinator Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia meluncurlah Kepala BKKBN dr Hasto dan tim menuju Papua Tengah untuk meninjau situasi di provinsi itu.
Kepala BKKBN dr Hasto mengungkapkan, sebenarnya kunjungan saya ke sini lebih kepada pesan Pak Presiden untuk meningkatkan kualitas SDM. dr Hasto menekankan pada pertemuannya bersama 8 Bupati pemerintah daerah kabupaten dan pemerintah Provinsi Papua Tengah bahwa Pembangunan SDM adalah sangat penting.
“Jadi, orang Papua harus meningkat kemampuannya. Makanya, ini yang menjadi fokus Pak Presiden pada kami BKKBN untuk kemudian arah dari keluarga berencana itu untuk menjadi keluarga berkualitas,” ujar dr Hasto dirilis humas usai acara WAGroup Jurnalis BKKBN, Selasa (9/4/2024).
Inilah yang menjadi pesan dari Presiden bahwa kita harus meningkatkan kualitas SDM. Stunting menjadi penting karena akhir-akhir ini penilaian kualitas manusia tidak cukup dengan Human Developmen Index/Indeks Pembangunan Manusia (IPM) saja.
Tetapi Bank Dunia menjelaskan dengan sangat jelas bahwa, ternyata yang sangat berhubungan dengan kualitas SDM adalah Human Capital Index. Dan Human Capital Index berhubungan dengan stunting.
Stunting bisa diamati dari pertumbuhan anak. “Tapi, tidak berarti bahwa pendek pasti stunting, tetapi stunting pasti pendek. Dan anak stunting bisa jadi kemampuan perkembangan otaknya tidak maksimal,” tandas dr Hasto pada banyak kesempatan.
Apa hubungannya dengan Keluarga Berencana (KB)? Sebetulnya, yang berhubungan langsung adalah birth spacing atau jarak kelahiran. Pregnancy to pregnancy interval. Makin dekat jarak kelahiran antar anak, maka semakin tinggi angka stuntingnya.
BKKBN tidak berbicara dua anak cukup, tetapi jarak anak harus diatur dengan rentang tiga tahun. Karena itu, penggunaan alat kontrasepsi tidak disarankan menggunakan kondom yang tingkat kegagalannya mencapai 25%.
“Bagi pasangan muda sangat disarankan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan Implan. Mengatur jarak itu penting sekali untuk mencegah stunting dan juga autism,” imbuh dr Hasto dalam sambutan.
“Jadi angka autism meningkat ketika birth to birth interval, pregnancy to pregnancy intervalnya terlalu dekat. Karena anak kurang mendapatkan perhatian, akhirnya autism. Inilah yang membuat kualitas SDM kita rendah,” demikian dr Hasto menambahkan.
Angka stunting di Papua Tengah berdasarkan hasil survei memang masih sangat tinggi. Akan tetapi, diharapkan dengan dukungan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan kesehatan lainnya oleh Rumah Sakit Umun Daerah Nabire, kondisi ini bisa teratasi segera.
Tentu saja perhatian khusus dari Menteri Kesehatan sangat diharapkan. Adalah Kabupaten Nabire yang juga mendapat perhatian dokter Hasto. Pasalnya, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi stunting di kabupaten tersebut berada pada posisi 17,1%. Merupakan yang terendah di daerah Papua Tengah.
Untuk itu, diharapkan Nabire menjadi ‘best practice, untuk daerah sekitarnya. Ada Kabupaten Paniai, Dogiyai, Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya dan Mimika. Ini adalah hal yang sangat serius karena kembali lagi kepada SDM. Papua Tengah merupakan daerah di Papua dengan sumber daya alam yang melimpah.
Namun begitu, mengutip Prof. Emil Salim tentang SDM dan SDA, dr Hasto mengingatkan penting sekali jauh-jauh hari kualitas sumber daya manusia ditingkatkan sebelum sumber daya alam suatu wilayah habis. Karena itu, dalam kesempatan kunjungannya ke Timika, Papua Tengah, dokter Hasto bertemu juga dengan perwakilan PT. Freeport Indonesia.
dr Hasto meminta sebagian CSR Freeport dialokasikan untuk peningkatan kualitas SDM Papua dalam bentuk beasiswa bagi putra putri Papua. Ujung dari beasiswa itu adalah menurunnya prevalensi stunting seiring meningkatnya kualitas SDM Papua. Terutama bagi delapan kabupaten di Papua Tengah.
Freeport pun menyatakan komitmennya kepada kepala BKKBN. Menandai komitmen itu, perusahaan tambang raksasa yang mengeksplorasi tembaga, emas dan perak itu akan menyerahkan bantuan sebesar US$3,5 juta untuk program penanganan stunting.
Di bagian rilis humas lain, prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, tercatat sebesar 12,6% dari total 9.888 jumlah balita yang ada. Penurunan prevalensi ini berkait kerja massif petugas Tim Pendamping Keluarga di lapangan.
Mengutip data dari sumber https://aksi.bangda.kemendagri.go.id/. 2023), Satgas Stunting Provinsi Maluku melalui Program Manager Bidang Program dan Kegiatan, Gabriella Catriona Taihuttu, selanjutnya menyatakan tekadnya untuk mengawal upaya penurunan stunting di kabupaten tersebut.
Pengawalan dilakukan di antaranya dengan memfasilitasi semua program tingkat kabupaten agar berjalan sesuai hasil yang diinginkan bersama. Kemudian dilakukan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terkait Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Kepuluan Aru yang dilaksanakan Satgas Stunting Maluku, dari 31 Maret hingga 3 April 2024.
Kasatgas Stunting Maluku Gabriella mengatakan, kegiatan monev ini digelar untuk mengetahui progres tiap kabupaten/kota dalam mengawal program percepatan penurunan stunting. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana tindak lanjutnya pada lini lapangan.
Sehingga dapat terlihat kinerja dan hasil dari tiap kerjasama dalam mendukung turunnya angka stunting di 2024 ini. Dalam monev kali ini tim satgas Perwakilan BKKBN Maluku melakukan diskusi dengan Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Maluku.
Pembicaraan ini menjadi titik awal pembahasan mengenai semua kegiatan Percepatan Penurunan Stunting di Kepulauan Aru serta tindak lanjut kegiatan Audit Kasus Stunting (AKS) yang akan dijalankan di 2024.
Berkenan dengan bertambahnya Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) pada tiap kecamatan, disebutkan 10 kecamatan yang ada sudah ditangani langsung PKB dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang baru.
“Tentu ini sangat menguntungkan untuk proses percepatan penurunan stunting. Dan ini merupakan aksi dari sidak stunting yang langung menyasar pada keluarga sasaran,” ujar Gabriella dirilis humas BKKBN usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Selasa (9/4/2024).
Kunjungan Rumah KRS (Keluarga Risiko Stunting) sebagai implementasi dari kegiatan pemberian bantuan kepada KRS, terutama ibu hamil dan baduta/balita, juga dilaksanakan di Kecamatan Pulau-pulau Aru, tepatnya di Desa Wangel dan Kelurahan Galadubu.
Pemberian bantuan ini diinisiasi Satgas dan dibantu PKB. Dua ibu hamil dan dua baduta diberikan bantuan telur secara langsung. Semoga ke depan PKB dapat menyiapkan data keluarga sasaran untuk bisa dipakai oleh semua stakeholdres terkait dalam pemberian bantuan langsung kepada sasaran.
Peran TPK
Dalam kesempatan yang sama juga telah dilakukan pertemuan dengan Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tentu saja ini menjadi langkah penting dalam mengawal Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa.
Gabriella menuturkan bahwa kinerja TPK bersama pihak terkait di lini lapangan sudah berjalan optimal, walaupun masih ada kendala yang dialami seperti banyaknya desa/kelurahan yang menjadi daerah tugas.
Adalah ibu Febrina Nirwaluh, salah satu TPK dari kader KB di Kabupaten Kepulauan Aru, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kelurahan Siwalima, menuturkan bahwa TPK turun langsung ke Posyandu. Untuk wilayah binaan, dia menyebut di 2023 sebanyak 18 poyandu.
Saat ini sudah ada 24 posyandu yang mereka kunjungi. Nirwaluh bersama TPK lainnya bergerak di tanggal 2 hingga 25 setiap bulannya. Mereka bermodalkan format Elsimil yang sudah di print sebagai panduan.
Mereka terus berjalan tanpa mengenal lelah untuk menemui bayi, balita, ibu hamil dan bersalin yang datang ke posyandu. “Nah, jika ada bayi balita, ibu hamil dan ibu bersalin yang tidak datang ke posyandu, TPK akan melakukan kunjungn langsung ke rumah sesuai data yang ada,” tuturnya.
Kerja ekstra keras memang kerap dilakukan Nirwaluh bersama rekan satu timnya. Betapa tidak, meski dapat ditempuh lewat darat, lokasi yang harus dikunjungi cukup jauh. Ia mencontohkan dari Kecamatan Pulau-pulau Aru ke lokasi binaan di Kelurahan Siwalima harus ditempuh dengan memakai sepeda motor sendiri.
“Lokasinya cukup jauh dan angkutan umum tidak tersedia. Akibatnya, TPK harus mengeluarkan tenaga ekstra berkendara sendiri menggunakan sepeda motor atau menggunakan ojek yang tentunya biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar menuju lokasi,” ungkap Nirwaluh.
Namun demikian, menurut Nirwaluh, kendala yang ada harus dihadapi dan dijadikan motivasi. “Karena kita tidak ingin anak-anak kita di Kabupaten Kepulauan Aru menjadi SDM yang lemah dikarenakan stunting. Sebab itu bagaimanapun caranya harus kita upayakan semaksimal mungkin,” ujarnya.
Nirwaluh masih cukup berwenang. Rekan di TPK lainnya justru dihadapkan pada medan yang lebih ekstrim. Mereka harus menempuh jalur laut. Karenanya mereka harus memantau kondisi cuaca terlebih dahulu baru bisa melakukan kunjungan. “Jadi, intinya harus banyak- banyak bersyukur dan berjuang demi anak-anak bangsa,” tutur Nirwaluh.
Nirwaluh berharap ke depan TPK dan kader dapat difasilitasi kendaraan operasional. Setidaknya untuk saat ini petugas bisa dilengkapi tanda (ID Card) serta rompi pengenal. Walaupun surat tugas sudah mereka miliki, namun terkadang saat melakukan kunjungan, masyarakat masih kurang percaya. “Bahkan, tidak mau menerima kunjungan petugas,” tutupnya. (smr)