Oleh Virdika Rizky Utama *)
semarak.co-Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dalam politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menandai perubahan signifikan dari fokus awal mereka untuk kegiatan sosial sejak didirikan pada 1926.
Keterlibatan tadi memunculkan kekhawatiran mengenai kesetiaan NU pada khittah 1926, prinsip, dan pedoman aslinya. Perubahan itu pula berpotensi memengaruhi pandangan sekitar 100 juta pengikut NU terkait dengan organisasinya.
NU secara historis dikenal sebagai simbol moderasi agama serta keharmonisan sosial di Indonesia dengan fokus pada promosi toleransi dan dialog antaragama. NU memang memiliki keterkaitan dengan dunia politik, terutama melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan untuk menyalurkan aspirasi politik warga NU atau sebagai wadah NU politik.
Keterlibatan NU dalam politik, seperti terlihat dalam dukungan kepada pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Gus Imin dari PKB. Itu merupakan bagian dari peran politik yang lebih luas dan berkembang dari NU. Dukungan itu juga termasuk dari lembaga pendidikan Islam, seperti Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, dan mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Sirodj.
Hubungan Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya dengan Presiden Jokowi serta dukungan tidak langsungnya kepada pasangan Prabowo-Gibran mengindikasikan pergeseran dari netralitas tradisional NU.
Meskipun Gus Yahya menegaskan PBNU tetap tak terlibat politik praktis dan menginstruksikan pejabat NU yang terlibat politik untuk mengambil cuti, Sekretaris Jenderal PBNU Syaifullah Yusuf alias (Gus Ipul) tetap aktif dalam politik dan tak cuti.
Laporan berbagai media menyatakan relawan Gus Ipul mendukung kampanye Prabowo-Gibran yang menimbulkan pertanyaan tentang komitmen NU terhadap ketidakberpihakan. Tak hanya itu, Gubernur Jawa Timur yang Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa turut mendukung Prabowo-Gibran menunjukkan bagaimana tokoh agama dapat memengaruhi politik.
Hal itu berpotensi menimbulkan alienasi di kalangan anggota NU yang mengharapkan netralitas politik organisasinya. Di lain pihak, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga menarik NU ke dalam dunia politik.
Mahfud MD yang merupakan anggota NU dan sering dikaitkan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membuat sebagian anggota NU bingung dan ragu tentang dukungan terbuka kepada dirinya.
Ada pula dugaan bahwa struktur kepemimpinan NU di berbagai tingkat telah dimobilisasi untuk mendukung pasangan Prabowo-Gibran, situasi yang dapat memperburuk perpecahan internal dalam tubuh NU.
Salah satu Ketua PBNU Yenny Wahid menunjukkan pergeseran kepemimpinan NU ke arah politik dengan bergabung di tim kampanye Ganjar-Mahfud. Penggunaan pengaruhnya di NU untuk tujuan politik mencerminkan tren keterlibatan politik mendominasi komitmen NU terhadap kesejahteraan agama dan sosial.
Keterlibatan politik ini berisiko mengasingkan pengikut NU yang beragam dan mengurangi kekuatan inti organisasi dalam pluralisme. Dukungan untuk kandidat politik tertentu dapat memecah belah organisasi secara internal dan mengurangi peran pemersatunya.
Selain itu, politisasi NU berbahaya bagi perannya sebagai mediator dan pembangun perdamaian. Tradisionalnya, NU telah menjembatani kesenjangan sosial dan mempromosikan kerukunan antaragama. Namun, keterlibatan dalam politik mengancam peran itu karena keberpihakan politik dapat dianggap sebagai dukungan terhadap ideologi atau kepentingan tertentu.
Keberpihakan pemimpin NU pada faksi politik tertentu menunjukkan adanya penggunaan otoritas agama untuk kepentingan politik yang bertentangan dengan komitmen NU sebelumnya dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas pemimpinnya.
Keterlibatan tokoh seperti Gus Ipul dan Khofifah mengindikasikan konflik kepentingan yang dapat merusak reputasi NU sebagai penjaga nilai Islam dan keadilan sosial. Keterlibatan NU dalam politik, khususnya melalui tokoh-tokoh seperti Gus Ipul dan Khofifah bisa mengalihkan fokus organisasi dari misinya dalam bidang pendidikan dan sosial.
NU memiliki jaringan sekolah-sekolah Islam, program sosial, dan bimbingan keagamaan yang penting, dan keterlibatan politik bisa mengurangi sumber daya serta perhatian dari kegiatan-kegiatan ini.
Kegiatan politik Gus Ipul yang berlanjut dan peran ganda Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur sekaligus Ketua Muslimat menunjukkan potensi konflik kepentingan. Mereka masih berperan dalam NU sambil aktif dalam politik, yang bisa membahayakan netralitas NU.
Sebaliknya, Yenny Wahid yang mengambil cuti dari perannya di PBNU untuk terlibat dalam politik, menunjukkan kesadaran akan potensi konflik antara keterlibatan politik dan tanggung jawabnya di NU.
Langkah itu menunjukkan upaya pemisahan antara aspirasi politik dan peran organisasi, meskipun masih mencerminkan tantangan antara agama dan politik dalam NU. Politisasi NU juga bisa memengaruhi organisasi keagamaan lain di Indonesia, serta mendorong tren entitas keagamaan terlibat dalam politik praktis.
Hal itu bisa memperdalam perpecahan dalam masyarakat dan menantang prinsip sekuler demokrasi Indonesia. NU perlu menilai kembali arahnya dan menegaskan kembali peran nonpartisan sebagai lembaga keagamaan dan sosial.
Organisasi ini harus mengutamakan pemahaman agama, kesejahteraan social, dan persatuan nasional daripada ambisi politik. Saat terpilih sebagai Ketua Umum PBNU pada 2021, Gus Yahya berkomitmen menjaga NU dari politik praktis.
Namun, keterlibatan aktif NU dalam Pemilu 2024 justru menyimpang dari komitmen ini, serta menimbulkan pertanyaan tentang kesetiaan NU pada nilai intinya. Keterlibatan politik ini, khususnya para petinggi PBNU yang diduga memerintahkan untuk mendukung Prabowo-Gibran, juga mengancam kemampuan NU untuk mengawasi pemerintah secara objektif.
NU sebagai bagian dari masyarakat sipil seharusnya berperan menjadi pengawas pemerintah, menjaga kewaspadaan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, dan mendukung kesejahteraan rakyat. Keterlibatan politik saat ini membahayakan peran ini dan berisiko meningkatkan sektarianisme serta menantang sifat sekuler dan demokratis Indonesia.
Penting bagi NU untuk menilai kembali keterlibatan politiknya dan kembali fokus pada misi utamanya, yaitu membangun masyarakat yang harmonis, toleran, dan beragam. NU harus tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip moderasi agama, kesejahteraan social, dan persatuan nasional, guna menjaga integritas organisasi dan demokrasi Indonesia.
*) Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University
Terkait artikel ini ada berita yang bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan terhadap pendapat penulis opini di atas dengan judul: Mengejutkan! Rais PCNU Semarang Ungkap Amanat PBNU: Pilpres Satu Putaran, Pilih 02.
Mengutip hajinews.co.id, 22/01/2024, Rais Syuriyah Pengurus Cabang NU (PCNU) Kota Semarang Jawa Tengah KH Hanief Ismail mengatakan amanat dari PBNU yang disampaikan beberapa waktu lalu di Magelang, Jawa Tengah terkait Pilpres 2024.
Dia mengutip amanat itu, menyatakan petunjuk PBNU agar Pilpres 2024 berlangsung 1 putaran dan nominasi tinggi untuk adalah pasangan calon (paslon) nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Alasannya, Prabowo-Gibran dalam sejumlah survei selalu paling unggul dibanding dua paslon lain yakni paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Gus Imin atau akrab disapa pasangan AMIN dan paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Tanggal 7 Januari yang lalu seluruh Jawa Tengah, pengurus NU, dan DIY, dikumpulkan di Magelang Jawa Tengah. Kemudian dari PBNU menyampaikan amanatnya, yaitu dalam rangka menyelamatkan bangsa Indonesia dari hal-hal yang tidak baik maka dalam Pilpres yang akan datang menyuruh warga NU Sa’mina wa Athona, memenuhi, menaati, dan mengikuti petunjuk PBNU ketika Pilpres yang akan datang,” kata KH Hanief di sela acara Sarasehan Kyai Aswaja Kota Semarang bertajuk dua kata Sa’mina Wa Atha’na Untuk Indonesia Maju di wilayah Semarang Utara, Minggu Malam (21/1/2024).
Hanief mengatakan PBNU berharap Pilpres 2024 berlangsung dalam satu putaran saja agar tidak menghabiskan banyak anggaran negara. PBNU waktu itu mengatakan, satu, untuk mengamankan Pilpres bisa satu putaran saja. Jika dua putaran, negara akan menghabiskan anggaran Rp30 triliun.
“Uang yang segitu kalau digunakan untuk pembangunan bangsa dan kesejahteraan bangsa akan sangat bermanfaat. Dari situlah PBNU ambil sikap, harus membantu satu putaran sukses,” ujar KH Hanief dilansir sumber: hajinews.co.id – 23/01/2024.
Melihat perkembangan hasil survei ini, lanjut dia, maka 02 memiliki nominasi tinggi. Maka warga NU diminta memilih 02 supaya betul-betul terjadi 1 putaran. Tidak dua kali bahkan apalagi chaos nanti. Dia menambahkan, NU harus tetap mengemban misi yaitu menjaga negara dan agama.
KH Hanief menambahkan, pilihan mendukung paslon nomor 02 bukan saja demi mengamankan capres, tapi demi mengamankan negara dan bangsa. “Iya jadi instruksi untuk mengamankan negara dan bangsa,” imbuhnya.
Semata-mata bukan amankan capres, sambung KH Hanief lagi, amankan bangsa dan negara supaya Pilpres jangan jadi sarana terpecah belahnya. “Satu putaran diharapkan bisa membuat suasana bangsa negara kondusif,” terang dia.
Soal dugaan arahan amanat atau dawuh dari PBNU itu sebelumnya sempat pula diungkap Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir dalam wawancara yang disiarkan via Youtube beberapa waktu lalu. Dalam potongan video wawancara Gus Nadir yang tersebar di media sosial mengatakan, bila PBNU mengumpulkan seluruh pengurus mulai dari tingkat cabang dan wilayah seluruh Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan Gus Yahya dan Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar turut hadir pada pertemuan tersebut. Dihubungi terpisah, Gus Nadir menjelaskan pertemuan tersebut digelar di Hotel Bumi Surabaya sekitar tanggal 7 Januari 2024 lalu. Ia mengatakan informasi yang didapatkannya tak cuma dari satu orang saja.
“Mungkin sekitar tanggal 7. Setelah Haul Gus Dur di Tebuireng. Kemudian saya dengar ada pertemuan itu. Saya sendiri kan enggak hadir ya. Saya bukan pengurus lagi. Tapi itu saya dapat informasi. Enggak cuma satu yang ngomong. Banyak, bahkan kalimatnya diucapkan sama,” kata Gus Nadir, Kamis (18/1/2024).
Gus Nadir mengatakan kesaksiannya tersebut sekadar untuk menjaga muruah NU. Baginya, tindakan mengumpulkan pengurus NU di pelbagai tingkatan dapat menciderai muruah organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
“Tapi subtansinya bagaimana PBNU mengumpulkan pengurus wilayah dan cabang di struktur itu untuk mendukung paslon tertentu apapun alasan di belakang itu. Bahwa sikap seperti itu yang berpotensi bisa mencederai muruah NU,” kata dia yang pernah menjadi pimpinan PCINU Australia-Selandia Baru tersebut.
Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf menegaskan pernyataan, Gus Nadir soal pengumpulan pengurus daerah untuk memenangkan paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hanya prasangka semata dan tak ada bukti.
“Yang diutarakan Pak Nadirsyah itu saya kira prasangka saja, tidak ada kenyataannya dan tidak ada bukti apapun bahwa itu terjadi. NU memiliki parameter secara keorganisasian tidak terlibat dalam kampanye dan proses dukung mendukung dalam Pilpres,” kata pria yang akrab disapa Gus Yahya itu di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Meski begitu, ia mengatakan jika warga NU memiliki pendapat pribadi merupakan haknya masing-masing. Ia kembali menegaskan lagi bila NU secara kelembagaan tak terlibat dalam Pilpres. Sementara itu terkait pernyataan Rais Syuriah PCNU Kota Semarang KH Hanief Ismail, mengutip CNNIndonesia.com belum mendapatkan keterangan resmi dari PBNU.
“Bagaimana keterkaitan antarpribadi masing-masing. Tapi NU secara kelembagaan jelas tidak terlibat ya? Nah kalau ada prasangka ya silakan saja, wong saya tidur saja diprasangkai orang,” canda Gus Yahya. (net/hji/smr)
sumber: opini di hajinews.co.id – 23/01/2024 di WAGroup dan berita hajinews.co.id – 23/01/2024 di WAGroup