Calon presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menghadiri kampanye akbar di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam orasinya, capres Anies menyebut, Indonesia tak boleh dikuasai oleh satu keluarga saja. Indonesia bukan milik seseorang dan tidak ingin negara diatur sepereti keluarga.
semarak.co-Selain itu Anies yang maju Pilpres 2024 bersama Muhaimin Iskandar ini juga tidak ingin Indonesia menjadi negara kekuasaan. Hukum bisa diubah-ubah sesuai kepentingan yang sedang berkuasa.
“Kita tidak ingin negara ini diatur seperti keluarga. Ini bukan negeri milik seseorang, ini bukan negeri milik keluarga, ini adalah negeri milik seluruh rakyat Indonesia,” sindir Anies dalam orasinya di Yogyakarta, Selasa (23/1/2024) dilansir detik.com, 23 Januari 2024 13:14 WIB.
Negara hukum itu, terang Anies lagi, penguasa diatur hukum. Sedangkan negara kekuasaan, penguasalah yang mengatur hukum. “Kita tidak ingin jadi negara kekuasaan, di mana hukum ditekak-tekuk sesuai kepentingan penguasa. Hukum diubah-ubah sesuai kemauan pemegang kekuasaan,” lanjut Anies.
Masyarakat harus ingat, lanjut Anies, negeri ini bukan milik keluarga dan diatur semaunya. “Kita tidak ingin negara ini diatur seperti keluarga. Ini bukan negeri milik seseorang, ini bukan negeri milik satu keluarga,” ulang Anies di Lapangan Jambidan, Bantul, Yogyakarta, Selasa (23/1/2024).
Anies merasakan, negara tengah berada di persimpangan jalan. Dia tak ingin Indonesia menjadi negara yang dikuasai kelompok tertentu. “Ini adalah negeri milik seluruh rakyat Indonesia. Kita ingin mempertahankan jangan sampai jadi negara kekuasaan,” ucap Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan bahwa negara harus berdiri berdasarkan asas hukum. Negara hukum sejatinya penguasa diatur oleh hukum. Sedangkan negara kekuasaan, penguasa mengatur hukum.
“Kita tidak ingin menjadi negara kekuasaan dimana hukum di tekak tekuk sesuai kepentingan penguasa. Hukum diubah-ubah sesuai dengan pemegang kekuasaan, betul? Dan kemudian praktik-praktik pelanggaran dibiarkan,” ujar Anies.
Anies sendiri di hari yang sama mengalami gangguan saat akan menggelar acara Desak Anies yang salah satu bagian kampanyenya. Menyusul izin acara di Museum Diponegoro Sasana Wiratama, Yogyakarta, dicabut oleh pengelola secara mendadak.
“Kita merasakan selama ini bagaimana negeri ini berada di persimpangan jalan, betul? Kita tidak ingin negara ini diatur seperti keluarga. Ini bukan negeri milik seseorang, ini bukan negeri milik satu keluarga. Ini adalah negeri milik seluruh rakyat Indonesia,” kata Anies di Lapangan Jambidan, Bantul, Selasa (23/1/2024).
Entah Anies menyindir siapa, tak ada yang disebut. Apakah Jokowi yang anak sulungnya, Gibran menjadi cawapres berpasangan dengan Ketua umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo? Anies kemudian menyinggung soal negara kekuasaan yang tidak boleh muncul di negeri ini.
“Kita ingin mempertahankan jangan sampai jadi negara kekuasaan. Ini bedanya, nih, di negara hukum penguasa diatur oleh hukum. Di negara kekuasaan, penguasa mengatur hukum. Hhukum sebagai panglima justru digunakan penguasa tak semestinya. Semua demi kepentingan mereka,” sindirnya.
Dilanjutkan Anies, “Kita tidak ingin menjadi negara kekuasaan di mana hukum ditekak-tekuk sesuai kepentingan penguasa. Hukum diubah-ubah sesuai dengan pemegang kekuasaan, betul? Dan kemudian pratik-praktik pelanggaran dibiarkan.”
Kampanye ini menurut Anies tidak hanya dihadiri oleh kader partai pengusung dan pendukung. Terdapat beberapa kelompok masyarakat yang hadir sambil membawa bendera berlogo Ka’bah yang identik dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Mereka ikut menyatakan dukungan kepada Anies. Awalnya, Anies sedang mengabsen kehadiran kader partai pengusung dan partai pendukung yang hadir. “Kita sebut urut abjad yaa, huruf abjad yaa, NasDem, PKB, PKS, Ummat,” kata Anies yang diikuti peserta yang hadir dari absen ini terkuak ada atribut PPP.
Republik Indonesia, terang dia, didirikan oleh orang-orang terdidik. Anies menyebut orang-orang terdidik tersebut mendirikan negara bukan untuk keluarga, anak arau keturunannya. Kini Indonesia berada di persimpangan jalan, di mana ada usaha yang menginginkan republik ini menjadi negara kekuasaan.
“Yang mendirikan Republik ini adalah orang-orang yang terdidik tetapi dia mendirikan republik ini bukan untuk dirinya, bukan untuk keluarganya, bukan untuk anak turunannya, bukan untuk keponakannya, tapi dipakai untuk setiap anak bangsa,” ucap Anies saat kampanye di Stadion Mini Cikarang, Jawa Barat (Jabar), Senin (22/1/2024).
Sekarang kita sedang di persimpangan jalan, ada usaha menjadikan Republik ini negara kekuasaan. Di mana penguasa mengatur hukum. Anies mengaku fenomena ini membuatnya ingin mempertahankan dan mengembalikan Indonesia menjadi negara hukum.
Dia lalu ingin penguasa dapat dikendalikan. “Kita ingin pertahankan dan kembalikan Republik ini menjadi negara hukum di mana penguasa diatur oleh hukum bukan hukum diatur oleh penguasa. Kita ingin negara hukum. Supaya yang berkuasa pun dikendalikan,” katanya.
Ia lalu menyinggung tentang hak kebebasan berbicara, yang menurutnya banyak orang yang merasa takut untuk mengkritik kini. Anies menuturkan, ketakutan itu timbul karena khawatir akan kriminalisasi.
“Dan yang tidak kalah penting banyak yang hari ini dicekal merasa takut. Rasa takut untuk berbicara karena kalau berbicara mengkritik ujungnya kriminalisasi,” ujar Anies Baswedan yang tercatat kandidat presiden terkuat di Pilpres 2024.
Ia lalu menyebut kini sudah saatnya perubahan untuk dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. “Haruskah ini dibiarkan? Perlunya apa? Perubahan! Mari kita kembalikan kebebasan mengkritik negara di negeri ini supaya kita bisa merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya,” ujar
Tak lupa, Anies juga menyinggung netralitas aparat hingga ASN pada pemilu 2024 ini. “Kita berharap 14 Februari besok seluruh aparat negara bersikap netral. TNI, polisi dan semua perangkat termasuk Desa semua harus bertindak netral. Insya Allah 14 Februari menjadi hari perubahan Indonesia,” katanya.
Sebelumnya diberitakan mediaindonesia.com/21/1/2024 17:45, lembaga survei Charta Politika Indonesia mencatat mayoritas publik menolak praktik politik dinasti. Kesimpulan ini diambil berdasarkan hasil jajak pendapat teranyar.
Masyarakat Indonesia paling menyukai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang membumi dan mayoritas menolak politik dinasti. Hal itu berdasarkan hasil jajak pendapat atau survei Charta Politika Indonesia.
“Sebetulnya masyarakat tidak setuju dengan dinasti politik. Ada 63% responden,” kata peneliti Charta Politika Indonesia Nachrudin dalam rilis survei secara daring (dalam jaringan) atau online, Minggu (21/1/2024) dilansir mediaindonesia.com, 21/1/2024).
Nachrudin mengatakan hanya 20,2% yang menyatakan setuju terhadap politik dinasti. Sedangkan sisanya tidak tahu atau tidak menjawab. Survei tersebut juga menanyakan soal kekhawatiran responden terhadap dampak politik dinasti. Mayoritas responden takut praktik tersebut memengaruhi kualitas demokrasi”46,9%responden cemas politik dinasti menghambat demokrasi.
Responden yang mengaku tidak cemas politik dinasti menghambat demokrasi 37,7%. Sisanya tidak tahu atau tidak menjawab. Survei Charta Politika Indonesia dilakukan pada 4 Januari hingga 11 Januari 2024.
Responden survei 1.220 orang yang telah memiliki hak pilih atau berusia di atas 17 tahun.Penarikan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan wawancara tatap muka. Margin of error survei ± 2,82%. (net/dtc/med/smr)