Badan Intelijen, Sayap Politik Partai atau Alap-alap Capres?

Pradipa Yoedhanegara. foto: internet

Oleh Pradipa Yoedhanegara *)

semarak.co-Beredarnya Dokumen “Pakta Integritas Bersama”, antara Kabinda Papua dengan Pj Bupati Sorong yang berisi, agar Kepala Daerah yang diangkat akan mendukung Capres Ganjar Pranowo dalam Kontestasi Pilpres 2024 merupakan bentuk “abuse of power” Badan Intelijen Negara, karena telah berubah menjadi Sayap Organisasi Politik Partai dan Alap-alap (Kaki Tangan) Capres tertentu.

Bacaan Lainnya

Abuse Of Power tersebut terjadi sebagai akibat dari minimnya pengetahuan Kabinda Papua tersebut dalam ilmu inteligen, dan juga faktor lemahnya Kepemimpinan Kepala BIN ditahun Politik, Sebagai akibat terjadinya perang urat syaraf antara Pihak Istana dengan Partai Moncong Putih yang mencalonkan Ganjar Pranowo, sedangkan Putra Presiden Jokowi melanggeng maju sebagai Cawapres Prabowo Subiyanto.

Dibocorkannya Dokumen Pakta Integritas tersebut ke Publik, bisa saja dijadikan sebagai alat oleh Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, dalam hal ini Presiden Jokowi untuk bisa sesegera mungkin untuk melengserkan Kepala BIN Jenderal Pol, Budi Gunawan, dari jabatannya saat ini, karena dianggap sebagai Kepanjangan tangan Ketum Partai Moncong Putih.

Kabinda Papua yang notabene merupakan pejabat tinggi Struktural aktif, tampaknya kurang memahami fungsi Intelijen yang terkadang disebut juga dengan “Data Aktif” atau “Intelijen Aktif”, yang mempunyai tugas mengumpulkan informasi; mengenai rencana, keputusan, dan kegiatan suatu pihak, yang penting untuk ditindak-lanjuti atau dianggap berharga dari sudut pandang organisasi pengumpul intelijen, bukan malah membuat dokumen tertulis dengan mendukung Capres tertentu.

Intelijen dibawah Jenderal Polisi Budi Gunawan selayaknya bukan hanya berurusan bagaimana dukung-mendung Capres, atau hanya mengamati partai politik Oposisi Pemerintahan Jokowi, akan tetapi BIN juga harusnya memiliki kemampuan untuk menegakkan hak-hak Kedaulatan Nasional di wilayah lautan dari pelanggaran lalu-lintas ilegal, serta pelanggaran wilayah udara Indonesia dari ancaman Narkotika, Terorisme, ilegal fishing, ilegal maining, dan ancaman bahaya lainnya terkait maraknya Penyelundupan TKA ilegal yang masuk melalui perbatasan wilayah teroterial kita.

Diera “digital society”, Badan Intelijen banyak menghadapi tantangan yang datang dari dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah proxy war yang dapat menyebabkan ancaman disintegrasi Bangsa. Untuk itu menghadapi era digital society seperti saat ini Intelijen Negara, harusnya fokus dalam meningkatkan resources (sumber daya manusia) dalam menghadapi eskalasi politik ditahun politik, sebagai dampak pesatnya perkembangan tekhnologi dan hausnya publik akan informasi ditahun politik, apalagi menjelang pemilihan presiden pada 2024 mendatang.

Kembali pada polemik Pakta Integritas Kabinda Papua dan PJ Bupati Sorong, bisa juga menjadi manfaat bagi Organisasi Badan Intelijen. Seperti dalam peribahasa Inggris yang mengatakan “in the case of adversity, there is always an opportunity”, (ditengah kekacauan selalu terdapat peluang).

Peluang tersebut bisa jadi adalah perbaikan dalam Reorganisasi Intelijen agar semakin hari menjadi semakin baik dan berkwalitas, tidak seperti saat ini yang terkesan badan intelijen merupakan alat politik atau kepanjangan tangan dari Partai Politik, maupun Capres tertentu.

Z.A. Maulani organisasi intelligence is knowledge yang secara generik menurut jargon militer dapat diartikan sebagai “Intelligence Is For Knowledge”, yaitu bermakna ilmu pengetahuan, dimana sebagai sebuah organisasi intelijen wajib mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi didalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat banyak dan kedaulatan NKRI sebagai sebuah bangsa.

Pitut Suharto”, salah seorang Maestro Intelijen ditanah air dalam sebuah ceramahnya di Cilendek bogor diawal 2009; yang menegaskan kalau Intelijen Negara Bukanlah, Partisan Parpol dan Alat Kekuasaan Kelompok, karena itu Politik Intelijen adalah Politik Negara dan Bukan Politik Kekuasaan”.

Dari statemen seorang Pitut Suharto jelas bahwa Intelijen itu, “tidak boleh berpolitik”, dan politik yang dilakukan oleh intelijen adalah untuk kepentingan bangsa dan negara dan bukan untuk menjadi corong parpol ataupun kepanjangan tangan penguasa maupun kepanjangan tangan Capres tertentu.

Jadi, ”Intelijen yang benar”, seharusnya “netral” dan tidak terjebak ataupun menjebakkan diri dalam pusaran politik kekuasaan, karena akan berdampak tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dimasa mendatang.

Untuk itu dimasa yang akan datang, sebaiknya pucuk pimpinan BIN dipegang oleh orang yang memiliki Visi kebangsaan dan memiliki jiwa nasionalisme, yang bukan hanya berorientasi kepada persoalan politik semata. Apalagi sampai memiliki “syahwat politik”, untuk dapat menjadi penguasa dengan menggunakan kendaraan Intelijen Negara.

Semoga dikemudian hari tidak lagi ada penyalahgunaan kekuasaan dengan dalih apapun yang dilakukan oleh Badan Intelijen. Sebab BIN bukan merupakan organisasi sayap partai politik maupun alap-alap Capres.

Intelijen dari tingkat atas, hingga tingkatan paling bawah harusnya bisa menjadi netral dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang, karena Intelijen merupakan Pilar penjaga persatuan NKRI, jadi sudahi saja upaya dukung-mendukung Capres tertentu, dan dukung mendukung Parpol tertentu.

Intelijen akan terus ada meski terjadi pergantian pucuk pimpinan Republik ini, untuk itu Intelijen harus berani merubah paradigma dengan berani menolak masuk dalam pusaran Politik Praktis elit kekuasaan. Wallahul Muwaffiq ila aqwamith thariq wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 24 November 2023

🙏PYN🙏

Pos terkait