Kementerian PPPA Ajak Masyarakat Peduli Keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus

para pembicara diskusi tentang anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Kementerian PPPA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menggelar diskusi terkait Anak Berkebutuhan Khusus bertemakan “Menjadi Disabilitas Bukan Hambatan”. Acara berlangsung di auditorium Kementerian PPPA, Jakarta Pusat, Jumat (9/2) ini, mengajak masyarakat untuk lebih peduli akan keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Asisten Deputi Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus Kementerian PPPA Indra Gunawan mengatakan, ABK dapat mandiri dan mempunyai kelebihan dengan anak lainnya apabila mendapat kesempatan, baik melalui pendidikan, pelayanan kesehatan, serta kesempatan-kesempatan lainnya. Dengan adanya kesempatan tersebut, ABK akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara lebih optimal.

“Disabilitas bukan suatu hambatan jika mereka diberikan akses di masyarakat. Sampai saat ini masalah ABK menjadi persoalan bersama, sehingga yang utama dibutuhkan adalah pendekatan terdapat orang tua dan keluarga. Dari sanalah kita perlu melakukan pendampingan dan penguatan terlebih dahulu ke orang tua dan keluarganya,” ucap Indra membuka diskusi.

“Kementerian PPPA mengajak masyarakat untuk mengembalikan hak anak berkebutuhan khusus dan mendapat akses yang sama dengan anak-anak lainnya. Pandangan masyarakat biasanya orang sudah men-jugde orang yang punya anak cacat sebagai kutukan, sehingga yang kita lakukan terlebih dahulu ada penguatan kepada orang tua,” imbuhnya.

Kepala Sekolah Yayasan Pendidikan Dwituna (YPD) Rawinala Budi Prasojo mengatakan, dibutuhkan sosialisasi dan pencegahan prefentif guna melindungi para anak berkebutuhan khusus tersebut. “Upaya prefentif yang perlu ditekankan, bagaimana menciptakan suasana lingkungan mulai dari keluarga ramah terhadap anak,” ujar Budi.

Penguatan menjadi penting, lanjut Indra, karena selama ini orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus masih tertutup dan tidak memberikan kesempatan kenapa mereka. “Tidak selamanya ABK menjadi disabil dan tidak mandiri, semua bisa diatasi dengan support orang tua, masyarakat, dan sekolah,” ujarnya.

Memang hingga kini stigma masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus masih dianggap sebagai kelompok anak yang dipinggirkan dari pergaulan. Tak sedikit masyarakat awam yang menganggap anak berkebutuhan khusus merupakan kutukan dari Tuhan hingga menjadi sebab penyakit menular.

Hal ini yang membuat lingkungan keluarga diharapkan hadir sebagai benteng pertama membangun kemandirian anak berkebutuhan khusus. Memberikan ruang untuk membangun kepercayaan diri dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Pasalnya, semakin terkekang dalam lingkungan keluarga hingga terisolasi dari lingkungan sosial maka dari segi mental sang anak akan terus terdesak. Akibatnya, proses adaptasi sosial menjadi terlambat.”Masalah di orangtuanya dulu yang harus diselesaikan. Awalnya orangtua memang tak mudah menerima. Tapi, perlu diingat, kalau orangtua malu punya anak disabilitas, didiamkan terus di rumah, nanti anaknya tidak berkembang,” sambung Budi.

Trik Atur Emosi Ibu

Ibu dengan anak berkebutuhan khusus merasa canggung saat menghadapi permasalahannya. Emosinya sering kali tidak stabil karena mereka takut akan cibiran masyarakat sekitarnya. Semuanya dapat diatur dengan cara kelola emosi. Seorang ibu harus pintar menghadapi masalahnya agar tetap nyaman beraktivitas.

Apalagi sentuhannya menjadi bagian penting dalam keluarga. Ibu harus pintar mengendalikan emosi dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Dalam mengatur emosi, ada beberapa trik yang harus dilakukan oleh seorang ibu. Ibu harus memperbanyak sharing dan melakukan beberapa hal lainnya seperti yang dipaparkan Konsultan Kemuning Kembar Anggiastri Hanantyasari Utami, dilansir okezone.com (28/8/2017)

Mengambil napas

Ketika sedang emosi berat menghadapi anak-anak di rumah, ibu bisa mengambil napas sejenak. Jangan malah membangun emosi yang membuatnya semakin marah. Ambil jarak sejenak dari sang anak, atur napas sejenak supaya perasaan lebih tenang. Cara ini diklaim dapat menenangkan emosi negatif ibu yang sedang meledak-ledak.

Sharing

Hal kedua yang harus dihadapi seorang ibu saat mengendalikan emosi menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus yakni sharing. Ceritakan masalah ibu dengan orang terdekat. Bila dalam keluarga tidak mendukung, ibu dapat cerita sesama ibu yang menghadapi masalah sama. Hal ini dianggap lebih meringankan beban ibu karena bisa berbagi dan didengar kisahnya.

Membangun rasa percaya diri

Ibu juga harus lebih percaya diri dengan dirinya sendiri. Jangan malah merasa canggung, malu atau sekalipun takut dicibir masyarakat. Berikan energi yang baik kepada anak dan keluarga. Bila rasa percaya diri itu tinggi, dijamin ibu kuat menghadapi masalah dan mengendalikan emosinya dengan cara yang mudah.

Jangan membangun stigma

Menjadi ibu dengan anak berkebutuhan khusus membuat ibu merasakan stigma. Tak seharusnya ibu berpikiran demikian. Anda harus berpikir positif dan mencari dukungan dalam membangun rumah tangga, termasuk saat merawat anak-anak yang butuh cinta kasih ibu sepanjang waktu. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *