Oleh Pradipa Yoedhanegara *)
semarak.co-Bertemunya tiga kandidat bakal calon Presiden pada jamuan makan siang atas undangan Presiden Jokowi di Istana, layak untuk di apresiasi oleh publik, agar dapat meredakan tensi politik yang begitu eskalatif pasca drama putusan Mahkamah Konstitusi dan diterimanya pendaftaran para Capres oleh Komisi Pemilihan Umum RI.
Sikap berani yang diungkapkan oleh Capres Anies Baswedan di sela makan siang bersama Presiden Jokowi, yang menekankan pada sikap Netralitas pihak istana dan aparatur penegak hukum merupakan sikap patriotik dalam menjaga demokrasi agar tetap sehat di mata publik, meski di jawab secara normatif oleh Presiden Jokowi yang katanya akan mengumpulkan seluruh Gubernur dan pejabat daerah lainnya agar tetap netral dalam Pilpres 2024 mendatang.
Netralitas pihak istana pada gelaran Pilpres 2024, adalah hal yang mustahil, mengingat Cawapres dari Prabowo Subiyanto adalah putra sulung Presiden Jokowi yang merupakan peserta dalam Kontestasi Pilpres di 2024 mendatang.
Dilematis memang menjawab pertanyaan cerdas Capres Anies Baswedan, karena kerap kali antara ucapan Presiden Jokowi dihadapan publik bertolak belakang dengan kebijakan yang diambilnya.
Dramatikal politik di usungnya Gibran Rakabuming putra sulung Presiden Jokowi sebagai Cawapres Prabowo oleh Partai Golkar, kalau bukan hasil campur tangan atau rekayasa Presiden Jokowi tidaklah mungkin berhasil.
Mengingat Golkar adalah Partai besar pemenang Pemilu dengan segudang Politikus handal dan berpengalaman dalam Pemerintahan selama Puluhan tahun.
Partai Golkar yang tersandra pun akhirnya harus legowo dengan menyerahkan tiket cawapres kepada Gibran Rakabuming dalam rapimnas Partai Golkar beberapa waktu lalu, yang sebelumnya tiket Cawapres Partai Golkar adalah Milik Ketua Umumnya Yaitu Airlangga Hartarto.
Melemahnya posisi tawar Ketum Partai Golkar, disebabkan kartu truft Ketua Umum Golkar dipegang oleh Presiden, yang notabene merupakan Panglima penegakan hukum di negeri ini.
Manuver politik Istana terhadap Partai Golkar, dengan menyandra Ketua Umumnya dengan masalah Hukum, sangatlah memalukan karena telah mencedrai sistem demokrasi kepartaian ditubuh Partai Politik.
Bukan tidak mungkin manuver manuver politik istana lainnya akan berlangsung karena Presiden Jokowi saat ini masih menjabat sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
Presiden Jokowi saat ini memegang kendali terhadap seluruh Institusi Negara, mulai dari Institusi TNI/Polri, Badan Intelijen Negara, Institusi Kejaksaan Agung Kementrian dalam negeri, serta panglima dari seluruh ASN yang ada diseluruh Indonesia.
Semua Instrumen politik tersebut bisa saja digunakan atas kehendak Presiden untuk bekerja secara senyap dalam rangka memenangkan Pasangan Capres Prabowo-Gibran pada suksesi Pilpres 2024. Biar bagaimanapun juga Pilpres 2024 mendatang, Presiden Jokowi juga punya kepentingan, salah satunya adalah agar ada keberlanjutan dalam estafet kepemimpinan nasional mendatang.
Selain itu Presiden Jokowi punya kepentingan dalam Pilpres agar ketika beliau sudah turun dari tahta singasana istana, Jokowi harus memastikan bahwa tidak ada kasus hukum dalam bentuk apapun yang akan menyeret Jokowi dan Keluarga serta Kroni Jokowi ke ranah hukum sebagai akibat dari masifnya kebijakan Jokowi yang banyak menabrak aturan hukum dan menyandra rival Politiknya selama masa kepemimpinannya.
Bicara soal Netralitas ASN dan Perangkat Negara lainnya, Publiklah yang harus mengawal “Netralitas”, seluruh perangkat dalam negara, agar Pemilihan Presiden 2024 mendatang berjalan secara jujur dan adil.
Publik bisa menggunakan saran media massa dan media sosial secara aktif untuk mengawal proses demokratisasi secara fair di negeri ini. Sebab jika hanya mengandalkan Pernyataan Normatif Presiden Jokowi, hakul yakin pemilu 2024 tidak bisa berjalan Jurdil.
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq,
wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 31 Oktober 2023
🙏PYN🙏