Kementerian Agama (Kemenag) akan menjadikan istiha’ah kesehatan sebagai salah satu syarat dalam pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih). Rencana kebijakan ini mendapatkan dukungan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam, pihak-pihak lain dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia 2023 hingga DPR RI di Yogyakarta, Selasa (24/10/2023).
semarak.co-Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (Sekjen KBIHU) Cepi Supriatna menyampaikan bahwa calon jemaah haji harus betul-betul memenuhi kriteria persyaratan yang akan disampaikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai persyaratan istiha’ah kesehatan.
“Program ini menurut saya baik sekali. Kita wajib mendukung program yang baik ini dalam rangka upaya pemerintah bagaimana caranya agar para jemaah haji itu dapat melaksanakan ibadah hajinya sesuai dengan kriteria yang akan diberlakukan sesuai istitha’ah kesehatan jemaah haji,” kata Cepi.
Hal ini juga, lanjut Cepi, menjadi persyaratan seseorang bisa melakukan pelunasan BIPIH sekaligus untuk keberangkatan ke Tanah Suci. FK KBIHU mendukung penuh program pemerintah ini dan diharapkan kepada jemaah haji.
Termasuk kepada jemaah haji yang berafiliasi dengan KBIHU untuk bersama-sama menyukseskan program pemerintah yang pada tahun ini akan memberlakukan istiha’ah kesehatan jemaah haji sebelum pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji atau Bipih dimulai.
“Mari kita sukseskan program ini dalam rangka untuk mendukung bagaimana agar pelaksanaan haji sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama,” imbuh Cepi dirilis humas Kemenag usai acara melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Kamis (26/10/2023).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Salmah Orbayyinah juga mendukung dan mengapresiasi rencana kebijakan istiha’ah sebagai syarat pelunasan Bipih. “Saya atas nama Pimpinan Pusat Aisyiyah menyampaikan apresiasi dukungan kepada Kementerian Agama, pemerintah berkaitan dengan istitha’ah sebagai syaratnya dalam hal ini istitha’ah khususnya istitha’ah Kesehatan,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa syarat istitha’ah kesehatan sangat diperlukan. Sebab, keadaan sakit membuat ibadah berjalan kurang sempurna. “Pemeriksaan kesehatan sejak awal sudah kami sosialisasikan, kami syiarkan agar masyarakat yang akan menunaikan benar-benar menyiapkan kesehatannya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa jika seorang jemaah memang memiliki risiko tinggi, maka sebenarnya dia belum istitha’ah. Artinya, orang tersebut belum ada kewajiban untuk menunaikan ibadah haji.
Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftah Faqih mengatakan bahwa Mudzakarah Perhajian Indonesia 2023 fokus pada istiha’ah kesehatan. Hal ini bukan saja tentang bagaimana mendaftar, tetapi juga istiha’ah kesehatan itu menjadi syarat wajib dan sah ibadah haji.
“Pelaksanaan haji secara sempurna, siapa pun orang yang terdaftar, perlu dilakukan pengecekan terkait layak tidaknya untuk berangkat dan diberi ruang untuk melakukan pelunasan,” kata KH Miftah.
Hal ini, menurut KH Miftah, dalam rangka mengurangi keberangkatan orang yang sebenarnya belum layak diberangkatkan. Sehingga, proses pelunasan harus didahului pemeriksaan kelayakan kesehatan bagi orang yang akan berangkat haji. KH Miftah mengapresiasi rencana penerapan kebijakan ini.
Dia menilai ketentuan ini sangat baik untuk mengantisipasi agar jemaah haji bisa menjalankan ibadahnya secara mandiri, sehat, dan tidak membebani orang lain. Sebab, menyengsarakan diri sendiri dan menyengsarakan orang lain adalah tindakan yang dilarang oleh agama.
“Ini upaya pemerintah memberikan layanan yang maksimal bagi kemaslahatan jemaah haji dan pelaksanaannya secara baik. Atas nama PBNU sangat mengapresiasi upaya Kementerian Agama dalam meningkatkan layanan terhadap proses penyelenggaraan ibadah haji agar bisa lebih baik dengan strategi yang sangat jitu.
“Tidak asal mampu kemudian berangkat, tapi dia ini benar-benar mampu dhaahiran ws baathinan, sehat dulu baru lunasi biaya hajinya. Bukan lunas dulu, baru periksa kesehatan. Kami berharap seluruh pihak terkait mendukung kebijakan tersebut demi kemaslahatan warga Indonesia yang muslim agar menjalankan ibadahnya secara maksimal,” ujarnya.
Sebab, kata dia, haji bukan semata ibadah personal, tapi juga ibadah kolosal. “Karena ibadah kolosal, maka pelaksanaannya pun juga harus mengikuti aturan umum, tidak mengikuti pandangan individual personal saja,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasubdit Bimbingan Jemaah Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Khalilurrahman menyampaikan, kesehatan jemaah haji pada 2024 menjadi perhatian pemerintah. Karenanya, akan ada kebijakan bahwa jemaah yang melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji adalah mereka yang dinyatakan sehat oleh Kemenkes.
“Terkait dengan istiha’ah kesehatan jemaah haji ini, kami mohon bantuan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) seluruh Indonesia agar bisa menyampaikan informasi kriteria istiha’ah jemaah haji yang layak berangkat tahun 2024,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi menyampaikan dukungannya atas ide Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk mendahulukan istitha’ah kesehatan sebelum pelunasan biaya haji.
“Komisi VIII mendukung ide Gus Menteri yang mengusulkan perubahaan pendekatan kesehatan dengan mendahulukan istiha’ah kesehatan sebelum pelunasan. Sebelum pelunasan, harus clear dulu Istitha’ah kesehatannya,” ujar Ashabul Kahfi.
Persetujuan ini, menurut Ashabul, bukan tanpa alasan. Pasalnya, ia menyaksikan sendiri bagaimana banyak jemaah haji lansia kepayahan di tanah suci karena tidak memenuhi istitha’ah haji. Ia sempat menemukan ada 18 jemaah haji lansia dirawat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).
“Mereka berusia sekitar 70-80 tahun. Secara fisik mungkin mereka sehat, tapi ternyata secara mental mereka tidak memenuhi syarat istitha’ah karena demensia,” terang Ashabul Kahfi dipenutup rilis humas Kemenag.
Sebelumnya dirilis, haji merupakan ibadah yang mensyaratkan adanya kemampuan (istitha’ah) dalam pelaksanaannya. Di antara istitha’ah yang harus terpenuhi adalah kesehatannya. Karenanya, pemeriksaan ini perlu diperketat sebelum calon jemaah melunasi pembayaran biaya haji.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dr H Agus Taufiqurrahman menyampaikan, pemeriksaan istitha’ah kesehatan dilakukan setelah adanya pengumuman kuota resmi calon haji dari Indonesia.
Saat itulah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara komplit. Hal ini meliputi pemeriksaan tambahan terhadap demensia dan Activity Daily Living (ADL). Hal ini mengingat banyaknya calon jemaah haji lansia karena daftar tunggu yang panjang.
“Bagi calon jemaah haji ketika ia tidak memenuhi batasan minimal ADL atau gangguan demensia berat, tentu ini menjadi kelompok yang tidak harus melakukan pelunasan biaya haji,” kata Agus dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia 2023 yang digelar Kementerian Agama di Yogyakarta, Selasa (24/10/2023).
Agus menyampaikan, jika keberangkatan haji memberikan pengaruh memburuknya kesehatan seseorang, maka tidak perlu bagi calon jemaah itu untuk melunasi biaya haji. “Kalau tetap berangkat menjalankan ibadah haji akan lebih membahayakan kondisinya,” jelasnya.
“Sehingga kelompok-kelompok ini memang harus sejak awal tidak diberi kesempatan untuk membayar biaya haji dan fokus untuk perawatan dirinya, untuk pengobatan,” demikian dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Calon jemaah yang demikian ini tergolong dalam kelompok yang memang tidak masuk kriteria istitha’ah haji. Ia menyebut calon jemaah yang termasuk golongan ini adalah mereka yang memiliki kondisi penyakit yang kronis.
Seperti kanker stadium akhir, TBC resisten seluruh obat, HIV AIDS stroke dengan pendarahan yang luas, hingga gangguan skizofrenia berat. Selain kelompok tersebut, Agus juga menyampaikan ada tiga kategori lain.
Yakni (1) calon jemaah yang memang memenuhi istitha’ah menjadi jemaah haji; (2) calon jemaah yang istitha’ah tetapi harus dengan pendampingan; dan (3) calon jemaah tidak istitha’ah untuk sementara waktu.
Kedua kategori terakhir itu, menurut Agus lagi, bisa diberangkatkan ketika sudah terpenuhi. Jemaah yang demikian diberi kesempatan untuk melakukan pembayaran biaya ibadah haji.
“Tentu masyarakat harus mengetahui ini sehingga mempersiapkan fisik dengan baik, mempersiapkan mental dengan baik, di samping mempersiapkan biaya haji yang menjadi bagian kriteria istitha’ah,” kata Agus yang dokter spesialis saraf tersebut.
Sementara akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) atau dulu IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta yang juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Moqsith Ghazali menyampaikan bahwa istitha’ah menjadi syarat dalam ibadah haji.
Bahkan tidak ada aktivitas ibadah di dalam Islam yang mempersyaratkan istitha’ah di dalam pelaksanaannya selain ibadah haji. “Karena itu, seluruh calon jemaah haji yang mau berangkat haji harus memiliki persyaratan mampu untuk melaksanakan ibadah haji,” tegasnya.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abdul Rauf Muhammad Amin juga menegaskan bahwa istitha’ah harus sempurna. Karenanya, ia menegaskan bahwa pengetatan dalam hal ini bukanlah sebuah masalah. “Masalah administrasi mensyaratkan harus kesehatan sempurna itu tidak apa-apa,” ujarnya. (smr)