Kepala Badan Pengembangan Informasi Desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ivanovich Agusta menyebut tidak semua pasal berubah dalam revisi undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
semarak.co-Meskipun, kata Ivanovich, di dalam undang-undang desa terdapat lampiran mengenai tata cara penyusunannya berikut naskah akademik. Namun, ada bagian undang-undang desa di pasal 39 menjadi putusan Mahkamah Konsitusi (MK) tahun 2023, sebagai landasan DPR RI untuk merevisi undang-undang itu.Dimana, semua pasal -pasal di dalam undang-undang bersifat Open legal policy.
“Tidak semua pasal di rubah, tapi pasal-pasal tertentu, dalam revisi minor seperti ini satu hal penting adalah siapa yang siap dengan konsep dan isinya itu yang memperoleh manfaat terbanyak, termasuk di dalamnya untuk menegaskan konsep isian yang diajukan,” ujar Ivanovich dikutip dari channel YouTube BPI, Senin (26/6/2023).
Dilanjutkan Ivanovich, “Diletakan pada wewenang DPR dan Pemerintah kemudian merumuskan pasal-pasal itu.Artinya, meskipun ada naskah akademik tetapi perbedaan pembahasan dalam naskah akademik, kalau melihat keputusan MK berarti di perbolehkan.Dan itu kita dalam proses melihat peluang-peluangnya melalui cek sosiologis.”
Pasalnya, rinci Ivanovich, di dalam naskah akademik terdapat beberapa landasan.Yakni landasan filosofi tentang argumen berbasis konsitusi pada undang- undang dasar 1945 dan pancasila. Kemudian, landasan legalitas dimana undang-undang desa itu ada keterkaitan dengan undang-undang lainnya.
“Mula-mula dulu ada undang-undang pemerintahan daerah, dibagi 3 level Provinsi, Kabupaten dan Kota.Kemudian, ada undang-undang khusus desa, lalu undang-undang Pilkada.Jadi kita lihat undang-undang daerah pasca reformasi tahun 1999 hingga 2024. Kemudian, di tahun 2014 dibagi 3, ada undang-undang desa, undang-undang pemerintah daerah dan tentang pemilihan kepala daerah,” ulasnya.
Bukan itu saja, Ivanovich Agusta juga mengklaim di dalam omnibus law atau undang-undang cipta kerja terdapat bagian untuk merivisi pasal mengenai Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) yang ada di undang-undang desa. “Kita yakin bahwa undang-undang cipta kerja akan terkoneksi di dalam nya bagian dari landasan legalnya. Kita yakin nanti Bumdes bukan Badan Usaha tidak akan begitu lagi, pasti nanti menjadi badan hukum sesuai rumusan undang-undang cipta kerja,” paparnya.
Di bagian lain Kepala BPI Kemendes PDTT Ivanovich menyebut konsep desa wisata digital di Provinisi Lampung merupakan langkah pendek, untuk mengejar kemajuan. Dia mengungkapkan, di Lampung sudah banyak desa wisata terutama di wilayah pesisir pantai sebagai potensi destinasi wisata lokal dan Lampung juga sudah memiliki sistem desa digital.
“Kita tau semua dari mengurus KTP, Kartu Keluarga, mengurus perpanjangan surat kendaraan itu ada Samsat desa berbasis digital desa,” kata Ivanovich Agusta dalam Chanel YouTube Kemendes PDTT, Jumat (23/6/2023).
Dia mengatakan, Provinsi Lampung sedang membuat konsep aplikasi untuk mengetahui asal usul produk barang yang di tampilkan oleh desa-desa digital. “Itu tranding kain Lampung artinya kan bahan -bahan alami yang ada di Lampung, sehingga menjadi komoditas wisata. Misalnya, wisatawan langsung di ajak cara mencoba membuat komoditas Lampung,” tuturnya.
Dilanjutkan dia, jadi bisa merasakan sendiri cara buat produk. Ivanovich menyebut produk tersebut bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal atau internasional untuk membeli hasil komoditi yang ada wilayah Lampung.
Sebagai informasi, wilayah Lampung memiliki beberapa yang memiliki potensi menjadi destinasi wisata karena ada transformasi atau terkoneksi langsung media sosial atau platform digital.
“Paling enak saat ini melalui digital (konsep desa wisata) kenapa negara maju seperti Singapura mengenal digital sekitar 2002, secara global di tahun 2008 kan tidak jauh mengejarnya. Karena banyak belajar di Media sosial, desa belajar membuat aplikasi, membuat konten ada di media sosial,” ungkapnya.
Sebagai informasi, bagi yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan aplikasi desa digital dapat mengunduh melalui playstore, dimana aplikasi tersebut memiliki cakupan pilihan menu dari tingkat global hingga pedesaan.
Ivanovich menyebut Badan Pengembangan Informasi (BPI) Kemendes PDTT akan mendukung langkah awal perencanaan pembuatan Augmented Reality dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lampung. “Ini hal terbaru, kalau kita sekali berhasil di Lampung.Kita bisa mengisi produksi di aplikasi seperti kain-kain dari daerah lain,” ucapnya.
Karena, kata dia, negara-negara maju sedang membutuhkan permintaan konsumen terkait produk ramah lingkungan yang tidak terbuat nilon dan sebaginya. Menurut Ivanovich Agusta justru produk kain tradisional yang diminta ada di indonesia.
“Perkiraan dari Negara Eropa itu bisa membuat sintesis yang relatif alami paling cepat 10 tahun lagi. Artinya kita punya waktu 10 tahun kita membuat Augmented Reality (AR) tahun ini kita mempunyai kesempatan mengisi pasion global pasar dari desa- desa wisata,” tutupnya. (net/smr)