Pengamat Politik Rocky Gerung mengomentari pernyataan pendiri lembaga peneliti CSIS Jusuf Wanandi mengenai pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang disebut hanya diikuti 2 pasangan calon (paslon) presiden. Di acara milik Jurnalis senior Rossi Silalahi di kanal YouTube KompasTV, Jusuf Wanandi mengungkap perihal Pilpres 2024 yang sebaiknya hanya diikuti dua kandidat calon presiden (capres).
semarak.co-Mulanya, Rossi mempertanyakan kemungkinan penambahan poros baru selain poros yang sudah terbentuk, yaitu capres Anies Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Pesatuan (KPP), Ganjar Pranowo (PDIP), dan Prabowo Subianto (Gerindra dan PKB).
Menanggapi pernyataan tersebut, Jusuf Wanandi justru mengungkap bahwa koalisi yang menginginkan keberlanjutan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berupaya membuat Pilpres hanya diikuti 2 paslon.
“Kalau saya melihat temen-temen kita ini yang berjuang ini pasti tidak akan membiarkan ini menjadi empat ataupun kalau bisa jangan tiga. Jangan tiga calon karena terlalu banyak harus memperkirakan jadi ndak jadinya itu,” ujar Yusuf Wanandi dalam acara tersebut dilansir repelita.com 5/28/2023 04:56:00 PM.
Menanggapi hal tersebut, Rocky mengungkit genealogi CSIS yang di masa orde baru berusaha mengendalikan politik dengan biaya yang fantastis. “Kita tahu genealogi dari CSIS, yaitu satu tingteng yang berupaya untuk mengendalikan politik di masa orde baru,” ujar Rocky, dikutip dari kanal YouTube pribadinya, Minggu (28/5/2023).
Rocky bahkan mengenang ketika dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa, CSIS kerap dipelesetkan kepanjangannya menjadi China Sekitar Istana. “Dulu bahkan waktu saya masih mahasiswa, CSIS itu diplesetkan jadi China Sekitar Istana. CSIS,” ungkap Rocky yang dikenal juga ahli filsafat dari Universitas Indonesia (UI) Depok.
“Itu karena memang yang disebut dulu konglomerat itu kebanyakan dari CSIS. Di situ mungkin uang separo dari kabinet itu disetor ke CSIS,” imbuh Rocky yang kemudian mengatakan bahwa dirinya mengakui riset CSIS memang bagus. Hanya saja, CSIS dianggap terlibat dengan kepentingan kekuasaan.
“Ini satu lembaga yang sebetulnya risetnya bagus-bagus aja. Tetapi, karena kepentingan kekuasaan, maka CSIS mengambil resiko untuk membela Pak Harto. Di belakang hari kemudian CSIS juga kritis kepada Pak Harto,” demikian Rocky membeberkan.
Koalisi keberlangsungan program pemerintah, klaim Yusuf Wanandi, tidak menginginkan 3 paslon di Pilpres 2024. “Kelompok yang mau menang sekarang ini tidak menginginkan 3 paslon. Kelompok itu koalisi keberlanjutan,” cetus Yusuf Wanandi dalam wawancara program khusus Rossi ditayangkan Kompas TV, Kamis (25/5/2023).
Kata Jusuf, tiga paslon sangat beresiko, paslon yang didukung koalisi keberlanjutan pemerintah kalah seperti saat Pilkada DKI Jakarta. “Tiga paslon memberikan kesempatan 2-1, siapa yang menjadi nomor dua itu berbeda, terlalu banyak resiko, keluarnya bisa berbeda. Seperti Pilkada DKI,” bebernya.
Jusuf mengatakan, Presiden Jokowi merupakan king maker di Pilpres 2024. “Jokowi itu king maker,” jelasnya. Selain itu, Jusuf mengakui PDI-P merupakan partai yang besar bahkan di Pilpres 2024 partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputiri ini bisa mencalonkan sendiri pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu membentuk koalisi.
Namun masyarakat sudah mulai merasakan adanya sikap yang berlebihan dari partai kepala banteng moncong putih tersebut. Hal tersebut nantinya bisa merugikan PDI-P bukan hanya di Pemilu 2024, tetapi di pemilu selanjutnya.
“Pemilu itu yang bisa merubah. Jangan berlebihan seolah seluruh negeri hanya bergantung pada PDI-P. Ini sudah mulai dirasakan banyak orang ini kok PDI-P ini mau apa, seakan-akan kita ini semua tergantung kepada PDI-P. Itu tidak benar, maka itu perlu jaga bagaimana pun juga,” ujar Jusuf.
Lebih lanjut Jusuf mengakui bahwa dirinya pendukung Megawati Soekarnopuri. Ia juga mengapresiasi keputusan Megawati memilih Ganjar Pranowo sebagai bakal Capres dari PDI-P. Menurutnya, langkah Megawati tersebut menegaskan putri Presiden Presiden pertama RI Soekarno itu adalah seorang pemimpin yang realistis.
Megawati mengesampingkan keinginan pribadinya untuk menjadikan Puan Maharani menjadi seorang pemimpin negara dan memilih sosok yang lain. Saat Pilpres 2004, Jusuf ikut mendukung Megawati saat mencalonkan diri sebagai presiden.
Bahkan dukungan kepada Megawati membuat hubungan dirinya dengan sang adik, Sofjan Wanandi mengalami masa perang dingin, sempat tidak berkomunikasi selama tiga bulan. Kala itu Sofjan memilih untuk mendukung pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla.
Perang dingin Jusuf dengan Sofjan berakhir di meja makan yang didamaikan ibunda tercinta, almarhum Katerina Setiadi. “Megawati ini pemimpin, jangan lupa ini anaknya Soekarno. Jadi dengan demikian harus diakui Megawati itu bernyali dan dia tahu apa yang harus dilakukan, apalagi kalau menyangkut perlawanan, jadi harus kita hormati dia itu,” pungkas Jusuf.
Loyalis capres Anies Baswedan, Andi Sinulingga menyoroti pernyataan Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi yang memprediksi hanya ada dua pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024. Menurut dia, upaya penjegalan terhadap Anies Baswedan sebagai capres 2024 semakin nyata.
Hal itu disampaikan Andi Sinulingga dalam akun Twitter pribadinya, pada Jumat 26 Mei 2023. “Orang sepuh seperti pak Yusuf ini sampe keluar dari sarangnya. Operasi penjegalan Anies itu semakin tampak nyata. Kalau ksatria, aktor2 negara itu harusnya mundur dari jabatannya, baru menarik berhadap2an dengan Anies. Baru Asyiiik, rakyat tak di rugikan karenanya.,” ujar dia.
Sebelumnya, Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi memprediksi pemilihan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 hanya dua pasangan calon. Menurutnya, Presiden Jokowi akan berusaha agar paslon presiden dan wakil di Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan.
Sebab menurut Jusuf, sangat sulit untuk memperkirakan kemenangan jika ada tiga pasangan calon yang bertarung di Pilpres 2024. Jusuf berkaca dari Pilkada DKI Jakarta 2017 yang memunculkan tiga pasangan calon dan salah satunya harus kalah di putaran pertama.
Padahal saat itu banyak yang memperkirakan pasangan Ahok-Djarot sebagai petahana bisa memenangkan Pilkada DKI. Karena ada tiga pasang calon gubernur dan wakil, maka kemenangan Ahok-Djarot harus diuji kembali di putaran kedua dan berujung kekalahan. (net/pel/kom/smr)
sumber: repelita.com di WAGroup DPP RUMAH GADANG ANIES BASWEDAN Jilid Duo (postSenin29/5/2023/)