Rapatkan Barisan

Capres Anies Baswedan menyalami pendukung terutama para relawan yang rela hujan-hujanan di Sumatera Barat. Foto: ist

Oleh Sholihin MS *

semarak.co-Seandainya Tahun 2024 (dilihat dari manuver oligarki taipan) akhirnya boneka China lagi yang menang di Pilpres sehingga China akan terus menguasai Indonesia
Apa kita mau diam saja dijajah China…?

Bacaan Lainnya

Pesan Anies kepada para relawan untuk merapatkan barisan itu mengandung makna yang dalam. Dalam pandang penulis paling tidak ada 3 maksud:

Pertama, Tetap solid, bersatu dan jangan terpecah belah. Jangan ada relawan Anies yang egois, mementingkan dirinya dan kelompoknya dengan merendahkan relawan yang lain. Semua relawan Anies satu tujuan yaitu memenangkan Anies di tahun 2024.

Kedua, Tetap kerja keras dan siap mengawal pemilu 2024 agar tidak terjadi kecurangan. Bertolak dari pengalaman pemilu 2019 yang sangat vulgar kecurangannya, semoga di pemilu 2024 nanti kecurangan-kecurangan itu bisa dihindari dengan mengetatkan pengawalan, pemantauan, perekaman, dan pelaporan.

Ketiga, Jika Pemilu 2024 tetap curang, tidak ada pilihan lain selain People Power, Revolusi, atau Jihad fi sabilillah. Jika ini opsinya, tidak ada cara lain harus kita lawan.
Kita tidak mungkin diam saja membiarkan kezhaliman merajalela. Kita akan lakukan perang fisik (jihad fie sabilillah) hidup mulia atau mati syahid sampai titik darah penghabisan.

Bagi oligarki taipan, mungkin Pemilu 2024 sudah dianggap selesai.
Mereka merasa sudah mengendalikan semua lembaga yang mengurusi pemilu: KPU, BAWASLU dan MK. Buktinya, jauh-jauh hari Ketua KPU sudah menentukan pemenangnya Ganjar, dan untuk Pemilu 2024 ternyata hasil rekapnya sudah ada di KPU.

Selanjutnya, yang mereka lakukan adalah membuat skenario seolah-olah Pemilu berjalan normal. Semua pihak diorkestrasi untuk satu bahasa tentang kemenangan Ganjar, baik lembaga survey, analis, pengamat, para ahli, media massa, sampai kepada KPU, BAWASLU dan MK.

Jika itu yang akan terjadi, bagaimana sikap kita? Ini bukan soal politik praktis yang membela seseorang untuk meraih jabatan dan kekuasaan, tapi ini soal membela agama, negara dan umat. Bagi orang yang mau berfikir atau orang yang masih peduli sama keselamatan negeri ini:

Sadarlah, kita ini sudah 90% dijajah China, masa masih merasa nyaman dengan aktivitas sendiri. Mungkin pekerjaan Anda tidak terpengaruh apa-apa, apalagi bagi pegawai ASN yang tiap bulan tinggal terima gaji (Mungkin belum sempat mikir itu sumber gajinya berasal dari mana: hasil memeras rakyat, uang haram atau hasil riba?

Ada juga yang berfikir: Ngapain lagi mikirin orang lain, apalagi ngurusin politik. Itu mah urusan politisi.

Orang semacam ini gak peduli nasib negeri yang sedang dihancurkan (diambil alih) oleh para taipan atau nasib rakyat yang banyak bunuh diri atau nasib karyawan yang di PHK massal atau nasib rakyat miskin yang besar pasak daripada tiang atau nasib para ulama yang dikriminalisasi dan sebagiannya dibunuh, dll.

Urusan semacam itu jadi tanggung jawab siapa ya? Para anggota dewan? Tapi mereka sudah jadi “Penyembah” China. Para penegak hukum? Mereka sudah dalam kendali China.
Para Mahasiswa? Mereka juga sudah banyak yang disuap. Para mahasiswa kalau tidak didukung rakyat juga tidak kuat.

Jangan sebut para guru dan dosen ya, mereka itu komunitas terhormat, tugasnya sudah banyak, tidak perlu lagi mikirin berjuang untuk negara. Benarkah? Apakah para pejuang terdahulu tidak ada yang profesinya guru dan dosen? Ada yang bisa bantu menambahkan?  Katanya dulu Belanda menjajah Indonesia sampai 350 tahun, benarkah ?

Setelah mengamati sikap bangsa kita yang tidak peduli apa pun yang terjadi atau mereka “terlampau sabar” sehingga kepalanya diinjak-injak diam saja malah sambil ketawa-ketawa. Mungkin ada yang menangis tapi tidak berani berontak.

Saya merenung dan bertanya-tanya (dalam hati): ” Bangsa kita ini sebenarnya sabar apa bodoh ya? Ditipu, dibohongi, disengsarakan bahkan diinjak-injak tapi kok tidak melawan ya ?” Yang lebih mengherankan lagi, mereka yang apatis terhadap keadaan negara kita juga datang dari para intelektual, cendikiawan, termasuk para tokoh agama?

Apa ini yang pernah diramalkan Rasulullah SAW dengan karakter al-wahn, cirinya: hubbuddunya wa karahiyatul-maut Memang cinta dunia itu menjauhkan seseorang dari jihad fi sabilillah. Idzaa ‘azhzhamat ummatii addun-yaa nuzi’at minhaa haibatul-Islaam (Kalau umatku sudah mengagungkan dunia, tercabutlah (dalam hatinya untuk memperjuangkan) akan kehebatan Islam”

Nabi pernah khawatir umatnya akan seperti umat Nabi Musa yang diajak berjuang tapi jawabnya: “Engkau saja Musa dan Tuhanmu (yang berjuang) kami akan menunggu di sini”

Firman Allah Ta’ala: “Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.”_(Q.S. Al-Maidah : 54)

Banyak umat Islam yang hanya menunggu pertolongan Allah untuk mengalahkan para penjajah China, tapi dirinya tidak berjuang. Jangankan mau berjuang, membahasnya pun tidak mau.

Padahal mereka paham ayat berikut: In tanshurullaha yanshurkum wa yuysabbt aqdaamakum (Jika kamu terus menolong agama Allah, Dia akan menolong kalian dan meneguhkan langkah kaki kalian)

Dan ayat: “Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri yang mau merubahnya”

Tanpa jihad fi sabilillah sulit untuk bisa merebut kembali kedaulatan Indonesia dari tangan China komunis.

Bandung, 6 Syawwal 1444

 

sumber: BASECAMP PEJUANG 24 JAM (postRabu17/5/2023/ayah)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *