Pengamat militer Salim Said mengaku nyaris yakin, jika keputusan Panglima TNI Hadi Tjahjanto menganulir keputusan Panglima Gatot Nurmantyo yang mutasi 16 perwira di jajaran TNI, bukan inisiatif pribadi Hadi, mantan Kepala Staff Angkatan Udara (KSAU).
“Saya nyaris yakin keputusan yang mendadak dan kontroversial oleh panglima TNI Hadi bukan inisiatif dia. Saya sudah banyak bicara dengan banyak perwiara TNI AU yang kenal pribadi dan tahu karir panglima TNI Hadi. Dia bukan tipe orang yang berani ambil keputusan berani kayak gini. Apalagi baru hitungan hari menjabat Panglima menggantikan Jenderal TNI Gatot,” kata Salim dilansir rmol, Kamis (21/12).
Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan) ini mengatakan, keputusan mendadak oleh Panglima TNI adalah tidak lazim. Apalagi kata Salim, Hadi merupakan orang kedua yang berhasil jadi panglima TNI dari matra AU. “Buat saya ini aneh, panglima TNI baru dilantik, ditambah dia ini adalah orang AU kedua yang jadi panglima. Ini jelas menjadi tanda tanya besar,” kata Salim, mantan ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Untuk itu, Salim mengaku sudah melakukan sejumlah komunikasi dengan beberapa perwira tinggi dan petinggi politik atas keputusan panglima TNI tersebut. Dia pun mendapat kesimpulan jika pembatalan merupakan petunjuk dari atasan panglima TNI.
“Ini petunjuk dan perintah dari atasannya, dalam hal ini Presiden Joko Widodo. Pertanyannya kenapa presiden beri perintah pembatalan? Padahal kan Jenderal Gatot masih aktif. Kalau ada apa-apa kan mestinya dari awal peringatkan Gatot dong. Makanya saya yakin ini ada unsur politis,” tegas Salim.
Analisa Salim, keputusan politis dibalik kepentingan Presiden Jokowi. Menurut hemat Salim, ada dua dugaan yang bisa menguatkan. Pertama Presiden memang tidak suka dengan Gatot Nurmantyo dan kedua ada beberepa kelompok kepentingan yang berhasil menekan Presiden Jokowi.
“Jadi salah satu teori mengatakan Presiden enggak begitu happy dan merasa menurut sumber saya merasa dilampaui. Artinya dia perintahkan Hadi ubah saja deh. Dugaan lain ada tekanan dan kepentingan disekelilingnya. Jadi ada kekesalan presiden kepada Gatot Nurmantyo yang melakukan mutasi jelang pensiun,” kata Salim.
Salim pun memberikan contoh soal adanya kepentingan luar yang menekan Presiden Jokowi. Salah satunya dalam kasus pembatalan pensiun dini terhadap Pangkonstrad Edy Rahmayadi. “Edy Rahmayadi kan mendaftarkan diri sebagai gubernur. Kalau dia dibatalkan dia kehilangan kesempatan. Jadi ada yang menilai kalau ada kepentingan yang ingin menjegal Edy. Tapi siapa yang diuntungkan kalau dia tidak maju. Ini masih pertanyaan,” demikian Salim.
Wakil ketua FSU Heryanto menyesalkan langkah Presiden Jokowi, jika benar asumsi dari Salim Said. Karena keputusan Panglima Hadi itu memberi preseden buruk dalam internal TNI ke depan. Di mana hal yang sama akan kembali terulang. “Ini yang mengherankan. Dari dulu hingga sekarang orang mempersoalkan Pak Prabowo dengan tuduhan mantan Presiden Soeharto menganakemaskannya. Karena Pak Prabowo naik pangkat dan menduduki jabatan penting begitu cepat,” ujar Heryanto.
Sebelumnya, lanjut Heryanto, Jokowi sudah melakukan hal yang mirip, yaitu saat pergantian kapolri dari Jenderal Polisi Badrodin Haiti kepada Tito Karnavian. Saat itu, keputusan Jokowi menimbulkan kontroversial dan menuai banyak kritik. Karena masih banyak yang lebih senior daripada Tito. “Saat itu, pengangkatan Tito bisa jadi melukai banyak seniornya. Ini harusnya jadi pertimbangan dalam keputusan Panglima TNI Hadi yang menganulir keputusan Jenderal Gatot,” tutupnya. (lin)
Dikutip dari WAG DPP GA-PE DKI Jakarta, kiriman Giwangkara, Sabtu (23/12).