Penanganan Stunting di Desa Libatkan BKKBN, Mendes PDTT Halim: Musdes Wujud Transparansi Pembangunan Desa

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (pegang kaos) menghadiri sekaligus meresmikan kegiatan Lokakarya Nasional yang membahas tentang Praktek Baik Desa Bebas Stunting di Grand Rohan Yogyakarta, Kab. Bantul, DIY yang dihadiri Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum ADINKES dr. M. Subuh, Direktur PSB Kemendes PDTT Teguh Hadi, dan Kepala BBPPM Yogyakarta Widarjanto. Kamis (16/3/22). Foto: Sigit Purwanto/Humas Kemendes PDTT

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan bahwa musyawarah desa (Musdes) merupakan wujud transparansi dalam pembangunan desa. Seluruh lapisan masyarakat di desa harus terlibat dalam setiap rencana pembangunan.

semarak.co-Dengan demikian, program kebijakan yang dihasilkan diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh warga desa. Dalam proses transparansi rencana kerja pembangunan desa termasuk mengkaji APBDes ini tidak hanya melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Bacaan Lainnya

“Kenapa ini penting, supaya kontrol di dalam pemanfaatan dana desa, di dalam penyusunan perencanaan pembangunan di desa itu juga dilakukan secara optimal oleh warga desa,” kata Mendes PDTT Halim dalam Lokakarya Nasional Praktek Baik Desa Bebas Stunting di Bantul, Yogyakarta, Kamis malam (16/3/2023).

Namun juga melibatkan dusun, kelompok marginal, kelompok miskin, hingga melibatkan segmen perempuan. Keterlibatan warga di dalam menyusun rencana kerja pembangunan melalui Musdes lebih melibatkan banyak pihak di dalam pembahasan APBDes.

“Kita sekarang perluas lagi, ada peserta musdes yang bersifat peninjau. Sehingga siapa pun warga desa diberi hak untuk datang menyaksikan,” tandas Mendes PDTT Halim dirilis humas usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Jumat pagi (17/3/2023).

Dia mengungkapkan, kehadiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 merupakan mandat negara yang menjadikan masyarakat desa sebagai subyek, sekaligus fondasi dalam menyelenggarakan pembangunan di tingkat desa.

Sebab itu, masyarakat desa perlu memahami secara holistis tentang prospek, konsep, dan arah kebijakan pembangunan di desa yang dilakukan dengan transparan. “Saya terus berikhtiar agar pemahaman tentang arah kebijakan pembangunan di desa itu tidak hanya dipahami oleh perangkat desa dan elit desa, tetapi juga harus dipahami warga desa,” tegasnya.

Menurut Gus Halim, kendati desa merupakan subjek pemerintahan terkecil, namun desa mampu menampilkan perencanaan dan pengelolaan anggaran dana desa di berbagai tempat yang mudah disaksikan oleh warga. Fakta itulah yang tak ditemukan di berbagai level pemerintahan, baik di level regional maupun pada level nasional.

Hadir dalam acara tersebut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum Adinkes dr. M. Subuh, Direktur PSB Kemendes PDTT Teguh Hadi, dan Kepala BBPPM Yogyakarta Widarjanto.

Di bagian lain Mendes PDTT Halim mengajak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) fokus dalam penanganan stunting. Penanganan diprioritaskan pada daerah dengan angka stunting tertinggi.

Masalah stunting di Indonesia yang sering dijumpai di antaranya pendek (stunting), kekurangan gizi, dan kurus (wasting) untuk balita, serta anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Permasalahannya adalah, kata Mendes Halim, kita belum fokus pada desa-desa di wilayah-wilayah yang tinggi stuntingnya.

“Ini yang menurut saya nanti perlu kita sinergikan antara data di Kementerian Desa, dengan data di BKKBN, juga dengan Asosiasi Dinkes,” tegas Gus Halim, sapaan akrab Mendes PDTT Halim saat menjadi keynote speaker Lokakarya Nasional Praktek Baik Desa Bebas Stunting di Bantul, Yogyakarta, Kamis malam (16/3/2023).

Sebagai program prioritas nasional, kata Gus Halim, maka pemerintah berupaya semaksimal menghapus masalah stunting. Di antaranya dengan memanfaatkan dana desa sebagai salah satu instrumen pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Sehingga diharapkan bisa mewujudkan desa sehat dan sejahtera.

Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022, penggunaan dana desa untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan desa adalah pencegahan stunting untuk mewujudkan desa sehat dan sejahtera.

Sesuai nomenklatur Setwapres, sebesar 20,22 persen telah dimanfaatkan untuk mengatasi dan menanggulangi masalah stunting. “Pemanfaatan dana desa itu sangat erat kaitannya dengan urusan kesehatan, karena bicara tentang peningkatan SDM. Berarti di dalamnya terkait juga dengan stunting,” imbuh Gus Halim.

Gus Halim juga menyampaikan bahwa total anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat dalam mendukung kemajuan pembangunan di desa yakni sebesar Rp68 triliun. Selain untuk penanganan stunting juga diperuntukkan pada program ketahanan pangan nasional dan penanggulangan kemiskinan ekstrem.

“Sementara, total dana desa di tahun 2022 itu ada Rp68 Triliun. Sehingga 30,05 persen dana desa itu ada pemanfaatannya untuk urusan-urusan yang terkait dengan stunting,” ungkap Gus Halim dirilis humas usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Jumat pagi (17/3/2023). (yat/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *